Isabelle
“Apa?” Kepalaku terasa sangat pusing, rasanya seperti seseorang sedang memukul pelipisku berkali-kali lalu berteriak persis di sebelah kedua telingaku. Kupaksa seluruh indraku untuk fokus dengan apa yang yang Mr. Leighton baru saja katakan.
“Aku tidak tahu apa yang terjadi. Tanda ini muncul setelah kita berciuman.” Sekarang suara Mr. Leighton terdengar semakin lembut. Tangannya menggenggam tanganku semakin erat, rasa hangat yang nyaman menyelimuti seluruh tubuhku seketika.
“Isabelle... kau adalah mateku.”Suara Mr. Leighton terdengar takjub, seakan-akan Ia tidak percaya aku sedang berada di depannya saat ini. Tiba-tiba aku teringat kata kata James, Blake... jauh di dalam hatinya, Ia selalu merasa kesepian... Aku membayangkan Mr. Leighton yang duduk sendirian di kantornya menghadap jendela dan kota Georgia di baliknya, sendirian. Kali ini hatiku terasa sakit, aku tidak bisa membayangkan betapa kesepiannya Mr. Leighton selama ini. Tanpa kusadari sebutir air mata meluncur dari sudut mataku, setengah terkejut kuusap air mataku dengan tanganku yang tidak digenggam olehnya.
“Isabelle?” Mr. Leighton melepas genggaman tangannya padaku lalu meletakkan telapak tangannya di keningku, “Kepalamu terasa sakit lagi? Kau ingin aku memanggil Bessy lagi untuk memeriksamu?” Ia berdiri lalu meraih handphone dari saku jeansnya.
“Kau- kau tidak bisa memiliki mate...” kata-kata itu keluar dari mulutku dengan spontan. Mr. Leighton membeku di tempatnya setelah mendengar kalimatku, “Darimana kau...” Ia menggantung kata-katanya selama beberapa detik lalu kembali duduk di pinggir tempat tidur. Ekspresi wajahnya berubah kaku, ekspresi yang sama saat rapat bersama dengan Mr. Hyde. “James yang memberitahumu.”
“Dengar, Mr. Leighton-“
“Blake.” Potongnya dengan nada dingin, ekspresi takjubnya beberapa menit yang lalu sekarang benar-benar menghilang.
“Blake...” panggilku dengan setengah berbisik. Blake memejamkan kedua matanya selama beberapa detik saat mendengarku memanggil nama depannya, sesaat wajahnya melembut. Beberapa helai rambutnya jatuh di keningnya, kutahan instingku untuk menyentuh rambut hitamnya. “Dengar, mungkin kau salah melihatnya. Aku tidak pernah melihat tanda aneh di punggungku sebelumnya...”
“Aku melihatnya... Aku tahu ini semua terdengar tidak nyata bagimu, Valerina, Gultor, Mate, Fenity, kau dan aku...” Blake terdiam sejenak lalu berdiri dan berjalan menjauh dariku menuju pintu keluar, “Mungkin kau belum merasakan apa yang kurasakan saat ini... Tapi aku sudah menunggumu sangat lama, Isabelle.” Lalu Ia menghilang dari balik pintu. Aku memandang pintu yang perlahan tertutup, kata-kata Blake masih terngiang di kepalaku seperti mantra.
Aku sudah menunggumu sangat lama, Isabelle.
--------------------------------------------------------
Mr. Leighton- maksudku, Blake, kembali untuk mengecekku satu jam kemudian. Ia sudah mengganti kaos abu-abu dan celana jeansnya dengan setelan jas berwarna hitam dan kemeja putih. Rambut hitamnya yang masih setengah basah dibiarkan berantakan, tangan kirinya menggenggam sebuah dasi berwarna hitam sedangkan tangan kanannya memegang sebuah blackberry. “Bessie akan datang satu jam lagi. Kau masih merasa kesakitan, Isabelle?” Ia berdiri dua meter dari tempat tidur, dua kancing ter atas kemejanya masih terbuka. Sesaat aku lupa dengan rasa sakit di kepalaku, aku lupa dengan kejadian dua hari yang lalu, lupa dengan Valerina dan segalanya, sesaat hanya ada Blake di pikiranku. Bau dark chocolate dan aftershavenya memenuhi indra penciumanku. Tiba-tiba aku merasa lapar, tapi bukan lapar untuk makanan...