Chapter 15
Hal pertama yang kusadari setelah Ia menyeretku ke dalam gang yang sempit ini adalah bau dark chocolate. Jantungku melompat di dalam rongga dadaku saat menyadari siapa yang ada di belakangku, aftershavenya yang tercium samar-samar membuatku berhenti memberontak. Aku bisa merasakan detak jantungnya di punggungku, akhirnya Ia melepaskan tangannya yang menutupi mulutku, tapi tangannya yang lain masih memeluk pinggangku dengan protektiv.
Aku berdiri memunggunginya, bagasi mobil Dad yang terbuka masih sedikit terlihat dari sini. Blake membenamkan wajahnya diantara ikatan ekor kuda dan leherku lalu menarik nafasnya dalam-dalam, rambutnya menggelitik leherku.
“Apa- apa yang kau lakukan?” aku ingin berteriak padanya, tapi hanya suara lemah yang keluar dari mulutku. Jantungku masih berdebar tidak teratur. walaupun aku ingin memukulnya, mencakarnya, dan berteriak padanya saat ini tapi perasaanku menghianatiku. Suhu tubuh Blake yang hangat perlahan melingkupiku, memberikan perasaan asing yang seharusnya tidak kurasakan saat ini. Rasa aman.
“Aku sudah bilang kita harus bicara, Isabelle.” Blake berbisik, bibirnya yang hangat menyentuh kulit leherku membuatku merinding.
“Bagaimana kau menemukanku?” aku berusaha bernafas dengan normal.
“Kau adalah mateku. Aku akan melakukan apa saja untuk menemukanmu, walaupun kau berlari hingga ke ujung dunia sekalipun. Aku akan selalu menemukanmu.”
“Kau bisa menghentikannya Blake.” Kataku dengan pelan, “Aku bukan matemu, kau tidak perlu melanjutkan kebohonganmu lagi.”
Blake memutar badanku hingga sekarang aku menghadapnya, melihat wajahnya setelah beberapa hari tidak bertemu dengannya membuat nafasku tertahan di dadaku. Blake terlihat sangat… aku tidak bisa mencari kata yang tepat, cantik? Tampan? Indah? Yang jelas melihatnya saat ini membuat hatiku sakit.
“Kau adalah mateku, Isabelle.” Kedua tangannya mencengkeram pundakku dengan sedikit keras, tapi tidak menyakitiku. “Apa yang harus kulakukan agar kau menerimanya?” Ia memejamkan kedua mata hitamnya dengan frustasi.
“Aku tahu semua ini hanya rencanamu. Jadi lepaskan aku sekarang dan pergi sejauhnya dariku. Sebelum…” aku tidak bisa melanjutkan kalimatku. Sebelum apa? Sebelum aku luluh kembali ke pelukanmu?
“Rencana apa?” tanyanya dengan kening yang berkerut marah. Aku mendorong tubuhnya menjauh dariku, tapi Blake tidak bergeming sedikitpun. “Rencana apa, Isabelle?” ulangnya dengan marah.
Aku memukul kedua tanganku yang terkepal di dadanya, “Kau memanfaatkanku untuk mendekati orangtuaku! Kau merencanakan semua ini untuk membalas dendam pada orangtuaku! Kau-“
“Diam, Isabelle.” Blake memotong kalimatku Ia menangkupkan kedua tangannya di pipiku lalu menciumku. Aku mendorong dadanya dengan sekuat tenaga, tapi hal itu hanya membuat Blake menciumku semakin dalam. Kugigit bibirnya dengan keras berharap Ia akan melepaskanku hingga aku merasakan sedikit darahnya, Blake hanya mengerang tanpa melepaskan ciumannya. Akhirnya aku menyerah dan membalas ciumannya, kedua tanganku menyusup di antara rambutnya yang lembut. Aku menciumnya dengan seluruh perasaanku.
Bersama dengan Blake sama seperti bermain dengan rubber band semakin aku menarik diriku menjauh darinya, semakin aku melarikan diri darinya, semakin aku berusaha melupakannya… semua hal itu hanya sia-sia, aku akan selalu kembali padanya. Seperti saat kau menarik karet sejauh-jauhnya hingga berada pada titik maksimalnya lalu Snap!, karet itu hanya akan kembali seperti semula dengan sangat cepat.