Dena dan Rafa berdiri menunggu Bis datang. Sepertinya hari ini bis terlambat datangnya.
Rafa memasang earphone di telinganya. Dia beranjak duduk di kursi penunggu. Dena mengekori Rafa dan ikut duduk di sebelahnya."Lo denger lagu apa sih?? Ikut dengerin dong"
Bukannya menjawab Dena Rafa malah memejamkan matanya menikmati alunan musik. Dena mendengus kesal merasa di acuhkan oleh Rafa.
Karena kesal akhirnya Dena memilih untuk berdiri sambil menunggu bis datang.
Dena berdiri di samping seorang pria paruh baya yg sepertinya juga sedang menunggu bis. Dena sempat tersenyum kecil saat pria itu menatapnya.
Tanpa Dena sadari pria itu sebenarnya memiliki niat buruk padanya. Pria itu bermaksud untuk mencuri sesuatu dari tas selempang Dena.
Rafa tiba tiba membuka matanya dan menyadari bahwa Dena tidak ada di sampingnya. Ada sedikit perasaan khawatir yg hinggap di hati Rafa.
Dia berdiri dan mencari keberadaan Dena. Rafa sedikit memicingkan matanya begitu melihat Dena berdiri dengan seorang pencopet di sebelahnya.
"Dasar ceroboh." Gumam Rafa.
Rafa berjalan mendekati Dena, pria itu tampak terkejut dan mengurungkan niatnya. Rafa memandang tajam ke arah pria itu dan mungkin karena hawa dingin yg Rafa ciptakan pria itu memilih pergi menjauh dari Dena.
Rafa bernafas lega dan mendekat ke arah Dena. Dena terkesiap begitu menyadari ada Rafa di sebelahnya. Tapi karena dia masih kesal dengan Rafa dia memilih untuk diam dan memandang ke arah lain.
Beberapa menit kemudian bis akhirnya datang. Dena hendak melangkah masuk tapi dia terhenti saat menyadari Rafa masih diam di tempat yg tadi.
"Lo ga masuk??" Tanya Dena.
Rafa masih diam memandang Dena.
"Aneh lo" gumam Dena.
Dena akhirnya masuk ke dalam bis. Setelah Dena masuk ke dalam Rafa menyusul di belakangnya.
Karena suasana bis saat itu sedang penuh dan tempat duduknya tidak ada yg kosong Dena terpaksa harus berdiri. Rafa juga ikut berdiri di belakang Dena.
Dena yg aslinya memang tidak bisa diam akhirnya mengajak Rafa berbincang.
"Fa...lo asli Jakarta??" ucap Dena memulai pembicaraan.
Rafa menggelengkan kepalanya.
"Terus lo aslinya darimana??"
"Yogya."
"Wah seriusan. Gue belum pernah ke Yogya. Pasti disana tempatnya bagus ya apalagi tempat wisatanya."
"........."
"Terus sejak kapan pindah ke Jakarta??"
" 3 tahun lalu"
"Ohh sejak lo masuk sekolah SMA ya???"
"............"
"Hmm gue boleh ga temenan sama lo??" Tanya Dena.
Rafa menoleh ke arah Dena. Sementara Dena memperlihatkan senyumnya.
"Apa alasan lo mau temenan sama gue??" tanya Rafa.
"Memangnya kalo mau temenan harus ada alasannya ya??"
".........."
"Gue cuma mau banyak temen. Gue anak tunggal, di rumah ga ada yg bisa gue ajak main. Papa selalu sibuk sama kerjaannya bikin gue kesepian. Jadi gue pengen punya banyak temen biar rame."
"Mama lo?" Tanya Dafa.
"Mama..." Raut wajah Dena berubah sendu.
"Mama udah meninggal sejak gue kecil. Mama punya penyakit kanker otak waktu gue umur 3 tahun. Tapi sekarang Papi gue udah nikah lagi dan gue seneng karena gue punya mami baru. Dia sayang sama gue seperti anaknya sendiri"
Rafa yg mendengar cerita Dena terlihat menghela nafas. Matanya dia alihkan menatap luar jendela bis. Ingatan masa lalu kembali berputar di otak Rafa. Rafa sempat memejamkan matanya beberapa detik.
"Sorry.." sesal Rafa.
Dena tersenyum mendengar permintaan maaf Rafa. Dena tidak bersedih jika ada orang yg menanyakan sesuatu tentang mama nya karena bagi dia tidak ada yg perlu di tangisi ataupun di sesali. Mamanya sudah bahagia bersama Tuhan disana bahkan mamanya bisa meminta apapun yg dia mau langsung pada Tuhan.
"Santai aja. Terus lo gimana??"
Refa tampak bingung dengan pertanyaan Dena.
"Maksud gue kehidupan lo. Orangtua lo misalnya???" Ucap Dena memperjelas.
Ada rasa aneh dalam diri Rafa setiap ada orang yg menanyakan tentang kehidupannya. Rasanya terlalu sulit untuknya untuk menceritakan apa yg terjadi dalam hidupnya. Jangankan untuk menceritakan untuk mengingatnya pun dia tak mau.
Dena bisa melihat ada tatapan terluka pada pandangan Rafa. Dan dia menyadari sepertinya pertanyaan yg dia tujukan sangat tidak tepat.
Bis yg mereka tumpangi berhenti di halte berikutnya. Dena yg menyadari bahwa mereka telah sampai pun bersiap siap untuk turun tapi tidak dengan Rafa,dia masih diam disana dengan pandangan kosong. Dena yg melihat hal itu langsung menarik tangan Rafa dan mengajaknya turun
"Lo bisa kelewatan kalo bengong kayak gitu." Ucap Dena saat mereka sudah turun.
Rafa memandang laju bis yg meninggalkan mereka. Dan dia baru tersadar bahwa masa lalu kembali mengosongkan pikirannya.
"Kok bengong??" Tanya Dena.
Rafa hanya menggelengkan kepalanya.
"Gue pulang. " ucap Rafa.
"Bentar." Dena menahan tangan Rafa. Tapi kemudian melepaskannya begitu sadar bahwa mereka bersentuhan.
"Kenapa gue deg deg an?" Pikir Dena. Jantung Dena mendadak berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya.
"Kita teman???" Tanya Dena sambil mengulurkan tangannya.
Rafa diam dan menatap Dena dengan pandangan yg sulit di artikan.
"Ayolah..gue ga punya temen disini. Kan kita bakalan tiap hari naik bus bareng biar gue ada temen ngobrolnya. Ya..ya..yaa" bujuk Dena sambil tersenyum memperlihatkan deretan giginya yg rapi.
Cukup lama Dena masih bertahan dengan uluran tangannya. Dan Rafa belum ada pergerakan untuk membalas.
"Ya udah deh kalo ga mau." Dena menyerah.
Tetapi sebelum tangan nya dia turunkan Rafa langsung menggenggam tangan Dena singkat. Dena tersenyum kecil.
"Duluan." Ucap Rafa.
"Iyaa tha. Sampai jumpa besok ya.." Sahut Dena.
Di hadapan mereka ada persimpangan ke kanan dan ke kiri. Rafa berjalan ke arah kiri dan Dena ke arah kanan.
Dena sempat menoleh ke belakang melihat Rafa dan dia tersenyum karena merasa dia sudah berhasil masuk dalam lingkup Rafa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mysterious Boy
RomanceDapatkan versi cetaknya di IG @bukuloe . . Rafa. Dia dingin,tertutup,dan tidak suka bergaul Hawa dingin yang dia sebarkan pada orang yang berada disekitarnya membuatnya di jauhi. Orang orang akan berfikir berkali kali untuk menjadi temannya tapi tid...