dua puluh tiga - detektif remaja kai

150K 8.6K 282
                                    

Author's POV

“Jadi riset yang mau gue lakuin itu berhubungan dengan kegiatan belajar siswa dan kegiatan diluar pembelajaran itu sendiri. Dalam hal ini, meneliti anak-anak organisasi yang menurut gue paling tepat. Kebetulan pas gue nanya Om Samuel, katanya kebetulan anak OSIS bakal ngadain kegiatan, pensi ya kalo gak salah? Nah, disitu gue bakal mengamati apa yang masuk dalam list riset gue.”

"Contohnya?"

"Em, rahasia." Ara mengulum senyum penuh artinya, "Tapi bukannya gue mau nipu ya disini, cuma pasti hasilnya bakal lebih akurat dan asli kalo misal gue rahasiain apa aja yang bakal gue amati."

Devin mengangguk samar, “Bukannya sekarang kebanyakan riset lewat website?”

“Seperti mengisi questioner? Itu kebanyakan orang yang terlalu malas terjun kelapangan langsung. Dan menurut gue, antara riset online dan lapangan, lapangan lebih meyakinkan. Orang-orang cenderung isi asal-asalan kalo dikasih questioner online.”

Devin kembali mengangguk-angguk, memang betul perkataan wanita disampingnya.

“Jadi kapan gue bisa ketemu anak-anak OSIS langsung?”

“Sore nanti. Ada rapat.”

Ara mengangguk-angguk paham. “Rumah gue jauh dari sini, lebih efektif kalo gue nunggu disini aja. Perpustakaan sebelah mana ya?”

“Ikut saya aja.”

Ara berusaha keras menahan bibirnya agar tidak tersenyum lebar. Sebetulnya ia adalah wanita yang mandiri, tapi siapa yang akan menolak rejeki?

“Emm, lo itu luarnya doang ya keliatan cuek, dalemnya kayak care banget gitu.”

Devin hanya diam, tidak berniat untuk meresponsnya.

“Lo juga gak banyak ngomong. Pasti anggota-anggota lo pada segen sama lo, ya kan?”

Sekali lagi, Devin diam tidak merespons. Kali ini Ara cukup pintar untuk tidak bicara lagi, padahal ia tidak biasanya basa-basi begini dengan cowok.

“Pintu diujung, itu perpustakaan.” Devin berhenti di pertigaan koridor, ia menoleh ke kiri membuat Ara mengikuti pandangannya.

“Oh, oke. Thanks ya udah nganterin.”

“Saya gak anter, kelas saya memang lewat sini.”

“O—oh, gitu ya? Haha.” Ara merutuki dirinya sendiri, “Eh anyway, gak usah seformal itu. Kita bakal kerjasama selama dua bulan dan gue rasa agak canggung gimana gitu kalo cara ngomong lo pake saya-saya.”

“Oke.” Ucap Devin kemudian mengangguk sedikit pada Ara sebagai pamitan yang sopan dan segera pergi.

Ara masih menatap punggung Devin yang menjauh. Sebuah senyum manis kemudian perlahan tumbuh di bibirnya, nampak seperti senyum malu-malu.

Sepertinya ia jatuh cinta.

*

Selepas kelas, Devin langsung menuju ruang OSIS. Hal yang paling pertama ia temukan disana adalah Sea yang menyandarkan kepalanya diatas meja dengan mata terpejam. Beberapa jilid kertas berserakan disekitarnya.
Devin menggeleng dan menggebrak meja tanpa belas kasih membuat Sea terpenjat hebat dari tidurnya.

“Oo mamakee! Hatchii!”

“Cuci muka sana. Bentar lagi rapat.”

“Eh, bukannya rapat pas pulang ya?” Suara Sea terdengar serak.

Devin diam, sudah mengira Sea pasti ketiduran sampai lupa waktu. Ia memutuskan tidak mengatakan apa-apa lagi dan masuk kedalam ruangannya.

“Hatchii! Jam berapa sih? Kok bel masuk belum mengaung?” Sea meraih ponsel disamping laptopnya, keningnya mengernyit untuk beberapa saat, “Ini yang ganti jam di hp gue siapa?? Iseng banget sih—entar, atau emang udah jam segini? Omedevvv!!!”

The Most Wanted Boy [Komplet]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang