empat puluh - antara sea dan ara

133K 7.2K 778
                                    

Author's POV

Hari ini Sea akan berangkat untuk pelatihan persiapan lomba besar yang akan datang. Pagi itu hari sabtu, Sea baru saja bangun dan melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 8. Lalu bagaimana dengan insiden tenggelamnya ia minggu lalu? Sea sudah tidak terlalu memusingkannya, toh ia selamat.

Dan bagaimana soal test renang yang menjadi salah satu syarat untuk jadi anggota basket? Setelah berbagai pembicaraan, Kai berhasil meyakinkan pelatihnya untuk memberikan pengecualian khusus pada Sea mengingat gadis itu dibutuhkan team mereka untuk pertandingan yang akan datang.

“Mampus! Belum packing lagi.” Sea menyeru dan langsung masuk kedalam kamar mandi, “Ya Tuhan, kutang gue juga belum dicuci!”

Sea keluar dari kamar mandinya sekitar pukul 8 lewat 30 dan melihat ponselnya yang bergetar-getar diatas nakas.

Devincu is calling…

“Halo, Vin? Kalo kangen bisa entar aja gak nelfonnya? Gue mau ke hypermart dulu beli ayam—eh perlengkapan.”

“Buat apa?”

“Buat masa depan. Ya buat pelatihan basket lah.”

“Tungguin gue, kita pergi bareng.”

“Eh?”

“Awas pergi duluan.” Klik.

Sea mengerutkan keningnya menatap ponselnya yang kini sudah kembali ke layar hitam, “Ini Devin maksudnya sama-sama ke hypermart, ke pelatihan atau ke masa depan?”

“Ah, masa bodo ah. Keringin kutang dulu.” Baru sekitar 5 menit kemudian, bel apartmen Sea sudah berbunyi, “Kalo itu Devin, fixed dia berarti dari masa depan soalnya bisa transportasi.” Transportasi?

Ceklek.

“Ayo.”

“Ehbuset, udah ayok aja.” Sea tersentak dengan ajakan Devin tiba-tiba, “Gue tau lo udah gak sabar pengen pergi berduaan sama gue, tapi masuk dulu, Vin.”

“Ngapain?”

“Liat-liat, didalem ada daster cantik, baju gamis modern, kain kafan berlapis emas juga ada, siapa tau lo kecantol.”

“Lo jualan?”

“Ya masyarakat! Gue becandaa, masuk dulu, udah gue buatin sarapan, hehe.”

“Kebetulan gue laper.” Kata Devin polos kemudian masuk dan langsung menuju dapur.

“Gila, udah kayak rumah sendiri. Jangan-jangan dia simulasi buat rencana tinggal disini lagi?” Sea tersenyum malu sendiri dengan pemikirannya.

“Ini pasti lo yang masak.” Kata Devin setelah menggigit roti bakarnya yang berwarna kehitaman.

“Enak kan? Enak kan?” Tanya Sea dengan antusias.

“Rasa roti. Terus ada pahit-pahitnya dikit.”

“Yeess! Berarti gue berhasil.” Ia menggirang sendiri dengan peningkatan yang dialaminya. Tidak sia-sia ia menghabiskan uang membeli toaster waktu itu. Walau akhirnya, entah bagaimana rotinya bisa agak sedikit gosong. “Oh ya, Vin.”

The Most Wanted Boy [Komplet]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang