enam puluh tiga - atasan

83.4K 5.3K 368
                                    

Sea dibawa dengan susah payah ke ruangan Samuel oleh para bodyguard. Sedang para wartawan masih setia menunggu di depan gedung tempat ruangan itu berada. Mereka tidak bisa masuk lebih jauh karena sudah ada sekuriti yang menjaga disana.

Sea mendudukkan tubuhnya disofa dengan frustasi. Bagaimana kelanjutan nasibnya nanti? Dan bagaimana Devin akan bereaksi dengan ini?

Selang beberapa menit, pintu ruangan Samuel kembali terbuka dan menampilkan Dylan, Karen, dan Samuel.

"Dadd!" Sea bangkit dari duduknya kemudian menghentakkan kakinya dengan ekspresi lucu.

Ketiga orang yang baru datang itu tertawa melihat tingkah yang menurut mereka lucu. Keempatnya kemudian duduk di sofa.

"Kamu kemana aja baru datang jam segini, honey?" tanya Karen mengelus lembut rambut Sea. "Telat bangun lagi kan pasti? Mom sudah bilang kamu tidur di rumah aja tapi kamunya malah gak mau."

"Sea kan mau dibujuk biar kalian gak jadi kenalin Sea hari ini jadi pura-pura ngambek, eh Mom malah beneran pulang sama Dad," Sea semakin mengerucutkan bibirnya.

"Sayang, Dad sudah bilang ini tidak bisa diganggu gugat kan?" tanya Dylan dengan pelan. "Selain itu Dad gak tahan lagi dengan semua rumor tentang kamu, khususnya tentang terror dan kamu orang-orang yang selalu ngerendahin kamu."

Mata Sea melebar menatap pada Dylan. "Dad tahu soal itu? Dari siapa?!"

"Mata-mata Dad yang bernama Ara."

Kini mulut Sea yang membulat. "Kak Ara?! Kak Ara yang tinggal di dekat apartemen Sea? Itu mata-matanya Dad?!"

Dylan mengangguk. "Maaf, Dad tau kamu gak suka dengan perbuatan Dad ini tapi ini cara satu-satunya Dad bisa ngelindungin kamu dari jauh."

Karen kemudian ikut menambahkan melihat Sea yang nampak ingin marah, "Dad kamu benar, honey. Ini adalah salah satu cara kami menunjukkan rasa sayang kamu dari jauh. Kamu jangan marah ya sama Dad kamu? Dia udah cukup sengsara gak bisa liat kamu selama ini, Mom juga."

Sea menatap sejenak kedua orang tuanya kemudian menghela napas. "Yaudah, Sea maafin soalnya mata-matanya cantik," alasan macam apa itu?

Dylan yang sempat tertawa kini menampilkan wajah seriusnya. "Oh iya, Dad lupa dengan satu hal lagi yang harus dibereskan."

Sea menatap bingung pada Dylan yang memberi isyarat pada Pak Tono-sekertaris pribadinya, di dekat pintu. Pak Tono mengangguk mengerti kemudian membuka pintu ruangan dengan cukup lebar. Tidak lama, Sea melihat tiga orang yang berjalan masuk dengan pelan.

Alis Sea mengernyit melihat Flara masuk bersama dengan pasangan baya didepannya.

Alexander, istrinya dan Flara kemudian duduk di sofa tepat didepan Sea dan Karen. Dylan duduk di sofa sendiri dan Samuel memutuskan keluar dari ruangan tersebut.

Dylan kemudian berdehem memecahkan keheningan. "Perkenalkan ini adalah anak saya Alesea Naya Colate Skylar. Kalian bertiga tidak tahu, bukan?" tanya Dylan dengan nada yang ditekankan, memang sengaja.

Alexander nampak gugup, ia memperbaiki duduknya dan berdehem pelan. "Ah, i...iya iya, ini anak Bapak ya? Cantik seperti Mamanya."

"Dia tidak hanya cantik, tapi juga baik sepertiku. Dan tentu saja dia anak kami, bukan anak orang lain atau anak penjual sayur," sindir Karen dengan tajam menatap Flara tidak kalah tajamnya.

Flara semakin kicep dan menenggelamkan kepalanya dalam-dalam.

"E...ekhem, Flara, sapa Alesea!" Alexander berbalik pada anaknya disamping sambil memberi perintah.

The Most Wanted Boy [Komplet]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang