tiga puluh sembilan - orang yang seharusnya ada

120K 7K 291
                                    

Author's POV

"Aku mencoba menciptakan kebahagiaanku sendiri, sendirian! Tapi, tapi, setelah aku menemukannya, KAMU MENGHANCURKANNYA DALAM SEKEJAP!! MEMANG KENAPA KALAU EL ADALAH SEPUPUKU? TOH AKU TIDAK DIANGGAP DALAM KELUARGA INI! AKU HANYA ORANG ASING YANG KEBETULAN LAHIR DIRAHIM YANG SAMA DENGAN DIRIMU!"

"Mereka melakukan itu untuk melindugimu! Tidakkah kau mengerti? Untuk melindungimu Les!"

Tidur Sea nampak tidak tenang. Matanya bergerak-gerak selagi kelopaknya masih tertutup. Peluh keringat keluar dari dahinya, ringisan kecil pun terdengar lolos dari bibirnya, "Sstt,, Les, Les,, kamu tenang, aku ada disini." suara lembut itu masuk memenuhi semua relung di tubuhnya membuat risaunya menguap seketika.

Sea memberanikan diri membuka matanya dan langsung menemukan Adriel disampingnya, menatap teduh kearahnya dengan senyum kecil yang hangat. Cowok itu melenguh kecil tanda ia lega, "Aku bangunin kamu ya?"

Untuk sejenak Sea menatap lurus pada Adriel, potongan mimpi yang ia lihat tadi memang samar dan tidak jelas tapi ia yakin ada nama cowok yang sangat disayanginya itu didalam. Sebenarnya apa yang terjadi dulu? Ada apa dengan dirinya dan Adriel? Kenapa rasanya saat ini, menatap mata sendu cowok itu membuat hatinya nyeri dan sakit. Seperti, ada sesuatu yang hilang dan kosong disana.

Sea memutuskan berusaha bangkit dari tidurnya, meski nyeri di kepalanya sedikit terasa saat ia menggerakkan tubuhnya tapi dengan bantuan Adriel ia akhirnya berhasil duduk walau sempat tertunduk sebentar.

"Kak El..." Suara Sea terdengar lemah, parau.

"Iya, aku ada disini." Jawab Adriel dengan sangat lembut, "Kamu mau minum dulu?" Sea mengangguk membuat Adriel meraih segelas air minum di meja nakas samping ranjang Sea dan mengarahkannya pada mulut gadis itu, "Pelan-pelan."

Sea kemudian sadar, saat ini ia sudah berada di apartmennya dan melihat dari jendela besar di kamarnya, saat ini hari sudah malam. Berapa lama ia pingsan?

"Uhukkk,, uhukkk!" Sea terbatuk dalam minumnya begitu mengingat kejadian sebelum ia ditelan kegelapan. Adriel sudah berhenti memberinya minum dan kini pindah menepuk-nepuk punggung gadis itu dengan pelan, "Kamu gak pa-pa?" Dan Sea mengangguk, "Aku,,, aku tadi,,,,"

"Kamu tadi tenggelam tapi sekarang udah gak pa-pa, jangan khawatir lagi, aku ada disini dan aku gak akan biarin kamu terluka lagi." Adriel menyingkirkan anak-anak rambut yang menutupi wajah Sea dengan pelan, senyum kecilnya ia nampakkan berharap itu bisa membuat gadis didepannya tenang.

Sea di sisi lain, juga berusaha menampilkan senyumnya. Ia tahu dari melihat mata Adriel kalau lelaki itu saat ini sedang sangat khawatir dan merasa bersalah. tangannya kemudian terangkat, menggenggam tangan Adriel yang berada diwajahnya dan menurunkannya, "Aku udah gak pa-pa, gak usah merasa bersalah ya? ini bukan salah kak El kok." Sea menggenggam tangan Adriel diatas pahanya.

Senyum Adriel pudar digantikan ekspresi murung, ia menunduk dan menarik napas yang panjang, "Aku janji jagain kamu tapi, aku malah biarin ini terjadi. Aku gak bisa gak berpikir ini bukan salah aku, Les."

Genggaman Sea di tangan Adriel semakin mengerat, "Ini bukan salah kamu." Kata Sea meyakinkan.

Kepala Adriel kembali terangkat, menatap mata indah Sea itu dengan sendu, "Aku mau kamu janji satu hal sama aku, Les." Katanya, "Aku tau ini kayak buat kamu gak bebas, tapi aku mohon selalu kabarin aku kalau kamu mau kemana-mana, even itu di sekolah, ya?"

Untuk sejenak Sea menghindari tatapan Adriel, matanya mengarah pada jendela besar di kamarnya, nampak berpikir yang entah apa itu, yang jelas ia nampak gusar. Setelah menarik napas, ia kembali menatap Adriel kali ini dengan senyum di bibirnya dan ia mengangguk.

Adriel menghela napas, cukup lega untuk beberapa saat sampai Sea kembali bertanya padanya, "Kak El, Shena gak pa-pa kan?"

Adriel menatap Sea dengan bingung, "Emang Shena kenapa?"

"Aku janjian sama Shena di kolam buat ajarin aku renang. Shena, Shena gak pa-pa kan? Dia gak ikut tenggelam juga kan? Atau Shena yang selamatin aku?"

Tubuh Adriel terpaku ditempat mendengar pertanyaan Sea barusan. Shena harusnya ada ditempat kejadian? Tapi, tapi...

"Kak El?" Lamunan Adriel buyar dengan panggilan Sea, "Kak El kenapa? Shena kenapa? Jangan bilang Shena juga ikutan tenggelam?" Sea mulai terlihat panik dan khawatir, "Tapikan dia harusnya datang lebih lama." Gumamnya kecil masih dengan nada khawatir.

Adriel dengan cepat mengontrol keterkejutannya, ia menatap Sea, "Enggak, ekhemm, Shena gak pa-pa kok, gak tenggelam atau apapun. Kamu gak usah khawatir." Sea menghela napas lega mendengarnya, "Les, kamu tunggu disini aku ambilin makan dulu. Kamu lapar kan?"

Sea refleks memegang perutnya yang terasa kosong kemudian mengangguk membuat Adriel tersenyum kecil, "Yaudah, jangan kemana-mana ya." Pintanya mengusap pelan puncak kepala Sea dan berlalu dari sana. Sepeninggal Adriel, senyum Sea memudar dengan cepat digantikan wajah murung, matanya sekali lagi mengarah pada jendela di kamarnya, menatap jendela itu dan menghela napas sedih. Entah apa yang sedang dipikirkannya.

Di sisi lain, Adriel yang berada di dapur apartmen Sea merogoh sakunya dan mengeluarkan ponsel dari sana. Mengetikkan beberapa kata kemudian mengirimkannya.

Adriel : Shena orangnya. Dia yang harusnya ada di kolam dgn Les.

Arata : ohshit, gue cari tau soal Shena sekarang jga. Thnks!
Arata : anyway, Sea udh bangun? Dia baik aja kan?

Adriel : untuk sekarang iya. Thanks!

*

Ara menghela napas lega melihat balasan terakhir Adriel. Setidaknya Sea tidak kenapa-napa. Kemudian mengingat informasi yang Adriel berikan padanya tadi, Ara mencari sebuah nomor dengan cepat kemudian menghubunginya. Di deringan pertama, telepon itu langsung diangkat.

"Akan ada nama yang gue kirimin, cari tahu latar belakang dan semua tentang orang tersebut."

"Baik, bos."

Dan telepon pun terputus. Ara membuka kembali pesan, membuat nomor yang tadi diteleponnya sebagai tujuan.

Bos X : Shena Safitri.

Setelah mengirimkan nama tersebut, Ara mengunci kembali ponselnya. Matanya kemudian mengarah pada jendela besar di samping meja kerjanya dan menghela napas yang cukup panjang, "Gue seneng kalo itu bukan lo, Dev." gumamnya.

to be continued...

to be continued

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

next?

The Most Wanted Boy [Komplet]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang