Promise - Compromise

266 29 11
                                    


NICHOLE


Kalau kalian tanya apa yang menjadi keinginanku sekarang, kalian pasti akan tertawa mendengar jawabanku. Aku benar-benar merasa sangat kesepian. Rasa ini mulai menyerangku ketika Bram memohon padaku agar tidak meninggalkan rumah saat malam minggu supaya dia bisa izin pacaran dengan Missy di taman kota.

Layar tv dihadapanku hanya bisa membagikan kisah-kisah roman picisan anak sekolah yang sepertinya sedang nge-trend. Tapi bukan itu yang membuatku menjadi makin kesepian. Wajah nelangsa Tristan adalah satu diantara sekian hal yang tak pernah kusangka. Aku mematikan layar tv beralih menatap pacar sepupuku itu.

Tristan menemuiku dirumah. Aku tidak bisa berkeliaran semena-mena lagi sejak peristiwa penculikan itu berlalu. Rasa-rasanya aku akan mendekam selamanya dirumah bila tidak ada kegiatan diluar seperti saat dikampus.

"Sudahlah, Tris. Lo nggak usah ambil pusing. Vero mungkin masih kesal doang. Gue yakin dia pasti lagi nyesel sekarang."

Tristan mengangkat bahu seakan tidak yakin dengan apa yang kukatakan. Dia menceritakan semua usaha yang coba dilakukannya agar Veronica mau menerima lamarannya. Dia bahkan sampai rela menunggu Veronica didepan butiknya namun dia malah pulang karena bajunya tiba-tiba basah akibat siraman air seember. Veronica sepertinya sangat kesal, namun mengusir Tristan dengan cara disiram? Itu terlalu ekstrim rasanya.

"Ayolah Nick, lakuin sesuatu. Gue tahu dia dan lo sekarang udah baikan. Dan gue tau, dia bakalan dengarin lo."

Aku menghela napas. Rupanya Tristan belum juga paham tentang sepupuku itu. "Tris, kalo lo maksa gue buat ngomong sama Vero itu sama aja lo bakalan semakin kehilangan muka didepan dia. Bahkan gue cukup yakin Vero makin nolak lamaran lo."

Tristan menarik lepas dasi yang terlihat menyiksa lehernya sebelum menggulungnya hingga jadi satu. Aku tidak tahu seberapa besar pengaruh sepupuku hingga Prince satu ini sampai mendatangiku selepas dari kantornya. Padahal dia pasti memiliki banyak pekerjaan tetapi itu semua seakan tidak ada artinya bila dia tidak mendapat persetujuan dari Veronica untuk menikah.

"Gini deh, Tris. Gue masih bingung. Kenapa lo sampe rela lakuin semua ini. Lo bilang lo sayang sama Vero, gue tahu itu. Cuman lo masih ada kerjaan lain kan. Kalo gue jadi lo, gue bakalan tetap stay cool aja. Percaya sama gue, Vero cuman lagi kesal. Abis itu dia pasti bakalan nerima lo lagi. Lagipula apa nggak keburu-buru itu buat nikah? Lo lupa kalo dia baru saja jadi korban penculikan dua kali. Bukannya nenangin dia lo ajak nikah. Jelaslah dia tolak, Tris."

Tristan memandangku dengan ekspresi berbeda. "Sejak kalian damai, entah mengapa gue yakin kalian punya kemiripan."

Itu sangat janggal. Aku dan Veronica mirip? Hanya Tuhan yang tahu bagaimana kami sebenarnya. "Jangan ngalihin pembicaraan, gue eneg juga lama-lama dengarin curhatan lo."

"Oke kalo gitu kita jalan-jalan. Lo pasti bête kan disini mulu?"

Aku memandangi Tristan dengan bingung. Cowok tampan itu sudah berdiri dari kursinya dan beralih mengulurkan tangan kehadapanku, dia berusaha membantuku berdiri.


*


Jalan-jalan bersama Tristan cukup menyenangkan. Kukira akan menjadi sangat membosankan mengingat selera dia yang dikepalaku bagai drama. Kami berhenti disalah satu restoran cepat saji. Ponselku berbunyi, nama Veronica tertera disana.

Aku melirik Tristan sebelum menjawab panggilan itu.

"Halo, Ver."

"Lo dimana sih, gue samperin ke rumah lo nggak ada. Lo juga pergi nggak dikawal kan. Bram lagi bareng Missy. Kemana lo?"

Princess Attack [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang