VERONICA
Aku bergelung dikamar. Seharusnya saat seperti ini aku sedang bersama Tristan membicarakan masalah pertunangan sebelum menentukan acara selanjutnya. Tapi sejak kehadiran Papi dan semua yang diucapkannya aku merasa tidak punya arah untuk kelanjutan hubungan kami.
Kali ini aku merasa sangat menyedihkan. Sekali dalam hidup ingin serius berhubungan dengan seseorang tantangan yang ada banyak sekali.
"Lo ngapain sih, tumben dikamar doang?"
"Keluar deh, gue PMS. Lo mau berantem? Ntar aja." Aku memilih menyembunyikan wajah dibalik selimut. Berhadapan dengan Emilio saat ini juga tidak lebih baik.
Aku pikir bocah itu sudah pergi, nyatanya dia malah menjatuhkan tubuhnya disisi kosong kasurku. Aku mulai kesal. Anak ini seakan tercipta untuk membunuh semua ketenanganku.
"Emilio!"
"Lo nggak bisa terus sembunyi Ver. Lo kenapa sih? Gue kira lo udah baikan ama kak Tristan. Sekarang apa lagi?"
"Kenapa sih lo cerewet banget! Keluar gih, gue nggak mau ngomong sekarang."
Emilio berdecak. Dia menarik selimutku sebelum melemparnya ke lantai. Aku baru akan menjerit tapi dia malah menarik rambutku. Bukan menjambak hanya menariknya, kebiasaan buruknya kalau lagi kesal.
"Lo rese, banget. Mau lo apaan sih."
Emilio terkekeh setelah aku berhasil melepas cengkramannya dan menendangnya hingga turun dari kasur. "Gue nggak suka lo jadi melankolis. Lo itu cewek mandiri, Ver. Kalo lo mendadak berubah gini, gue kesel tau nggak. Ada apaan lagi sih ama hubungan lo ama kak Tristan?"
"Nggak usah sok tuan lo tanyain hubungan gue segala. Lo nggak ada acara apaan gitu, manggung dimana gitu?"
Emilio pura-pura cuek dan malah kembali berbaring dikasur. Aku harus memungut selimut dari lantai dan mengibasnya tepat diwajah anak itu. Dia merutuk tapi tak kupedulikan.
"Lo tau Ver. Gue suka seseorang."
Aku terdiam. Ini jarang terjadi. Emilio mau cerita tentang kehidupan pribadinya. Biasanya juga dia akan sok cool. Meski dia adik kandungku, dia lumayan pintar untuk menutupi kesukaannya pada sesuatu persis Nichole. Itulah mengapa dulu aku sempat bertanya apa tidak salah kalau dia adikku, bukannya sepupuku itu. Mereka bisa kompak, sedang bersamaku Emilio bisa berubah jadi manusia paling usil sedunia. Ah sudahlah.
"Tapi gue bingung mesti bersikap gimana ama dia."
"Lo jatuh cinta ama dia?"
Emilio menghindari pandanganku dan memilih memejamkan mata. Tak tahan aku menimpuk seluruh wajahnya dengan bantal hingga dia menggeliat kehabisan napas.
"Lo kejam! Gue bisa mati tahu."
"Makanya kalo ditanya itu dijawab. Sok curhat tapi malah banyak aksi lo."
Emilio hanya cengir kuda. "Gue nggak tau apa ini namanya cinta atau bukan, gue cuma takut... yah gimana ya kalo ngajakin serius gitu. Gue takut terlalu sayang trus ujung-ujungnya kacau."
"Ya jangan sampe jadi kacau dong. Kalo lo sayang ama dia, perjuanginlah." Aku diam sebentar. Sejak kapan aku sok menasehati seperti ini. Seakan hubunganku sebelumnya dengan cowok berjalan lancar saja.
"Maksud lo kayak yang kak Tristan lakuin ke lo?"
Aku berdecak. Apa hubungan juga sama Tristan.
"Jangan bilang kalo lo nggak tau, gue nggak cukup buta yah liatin dia ngejar lo cuma demi ngelamar lo. Kalo gue sih ogah sampe kayak gitu cuman buat seorang cewek."
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Attack [END]
Teen FictionNichole Tienna - Dalam keluarga dikenal sebagai troublemaker, (sebagian mewarisi sifat ibunya dimasa lalu). Di atas jalanan, dikenal sebagai juara bertahan. Di mata teman-teman, tak lebih dari anak rumahan yang suka mencari perhatian. Cewek seperti...