NICHOLE
Mata Tristan seperti tak memiliki objek lain untuk dipandanginya, selain aku. Padahal sejak tadi aku sudah mengingatkannya untuk fokus pada balapan yang akan dijalaninya.
Ah aku lupa memberi tahu tentang kekalahan Joyce. Cewek itu mengamuk. Beruntung sebelum memulai race saat itu, kami belum menyepakati apapun. Kalau tidak aku yakin dia pasti akan bunuh diri saat mengikhlaskan kunci bugatti-nya ke tanganku. Hanya saja aku sedang tak berminat dengan mobilnya. Cowok bernama Tristan-lah yang jadi minatku jauh-jauh ke tempat itu. Untuk kedua kalinya pula.
"Lo udah liat kan alurnya. Gue rasa lo bukan tipe orang yang perlu diajarin berulang kali. Lo dengarin gue nggak sih?!"
Tristan menegakan kepala dan mengangguk canggung. Malam ini dia terlihat lebih santai dengan mengenakan kaos bergaris vertikal yang terlihat pas ditubuhnya.
"Oke, trus gue harus apa?!"
Ya Tuhan, penampilan memang tak bisa membuktikan apapun. Cowok ini pasti punya masalah dengan telinganya atau itu gara-gara matanya yang tak pernah lepas dariku. Jangan bilang kalau dia menatapku lama karena terpesona denganku. Yang benar saja.
Tunggu, mengapa aku jadi berpikir seperti itu. Benar-benar pemikiran cewek.
"Dengar, ini yang terakhir. Lo harus menang, entah lo berhadapan ama siapapun malam ini. Gue nggak sudi anterin lo pulang kalo sampe lo kehilangan Jaguar sekeren itu. . ." Tunjukku ke arah badan mobil, tempat Tristan menyangga tangannya.
"Baiklah." Tristan pun berbalik dan bersiap dibalik kemudi.
"Ingat, Tris. Harus menang!" Dia hanya tersenyum tipis sebelum memanaskan mesin. Dasar!
Aku tahu tak bisa sembarang orang bebas datang ke tempat itu dan menantang pemilik mobil disana. Jadi sebagai cara termudah untuk bergabung kembali ditempat itu adalah dengan mengendalikan pemilik tempat itu. Ralat, bukan pemilik tempat itu tetapi puterinya. Joyce!
Malam sebelumnya aku belum memberi kesempatan pada Tristan ikut balapan. Hanya sekedar memperkenalkannya. Walaupun sepanjang perjalanan pulang dia terlihat frustasi karena tak bisa ikut dan hanya menonton semata. Sekali lagi kutegaskan, biarpun kakaknya adalah seorang dokter, aku tak mau mengambil resiko dengan putera orang terkenal seperti Tristan. Cukup sekali saja namaku tertera di Koran. Jangan terulang kedua kali bersama cowok macam Tristan pula.
"Pacar lo?!" Arka mencoba melingkarkan lengannya dibahuku yang tertutup jaket namun segera kutepis. Aku balas menatapnya dengan sinis. Arka adalah pasangan Joyce. Dan aku tak begitu suka dengannya.
"Bukan urusan lo."
"Biasa aja dong Nick. Semua disini juga udah tahu kok." Arka menarik sebatang rokok dari kotaknya dan menyorongkan kotak itu ke arahku. Aku menatapnya sekilas sebelum ikut mengambil satu. Tangan kirinya langsung menyalakan api kecil dari lighter silver dan membakar rokokku juga. Ekor mataku melihat perubahan ekspresi diwajah Joyce sepuluh langkah dari tempat kami berdiri. Joyce tengah mengatur jalannya race yang diikuti Tristan. Tetapi tatapannya tak pernah lepas dari keberadaan kami. Oh Tuhanku!
"Pacar elo cemburu tuh. . ."
Arka menoleh ke arah yang kumaksud, seringai mengembang disudut wajahnya. Dia mengangkat pangkal rokoknya, menghirupnya dalam-dalam sebelum mengeluarkan kepulan asap tipis berbentuk hati. Hal serupa dibalas Joyce dengan memberi kecupan jauhnya.
Dan aku nyaris muntah menyaksikannya. Menjijikan sekali!
"Hei, gimana kabar Bram dan Fortun. Lama ngga ketemu mereka."
"Ada tuh, tetap di tempat biasa."
Arka tak menanggapi lagi saat dengung mesin beradu di atas lintasan. Sejujurnya aku was-was menanti hasilnya. Mobil Tristan sudah berada diantara jajaran mobil lain. Lajunya lumayan mengimbangi mobil-mobil lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Attack [END]
Novela JuvenilNichole Tienna - Dalam keluarga dikenal sebagai troublemaker, (sebagian mewarisi sifat ibunya dimasa lalu). Di atas jalanan, dikenal sebagai juara bertahan. Di mata teman-teman, tak lebih dari anak rumahan yang suka mencari perhatian. Cewek seperti...