NICHOLE
Kabar mengejutkan datang dari pemilik lembaga konseling perempuan yang baru terbentuk tiga bulan lalu. Nichole Aleana Tienna, bertukar status dengan kabar pernikahan diam-diamnya yang tidak diketahui publik sedikit pun. Tidak dapat dipungkiri kekuasaan keluarga Tienna selalu apik dalam menyembunyikan latar belakang kehidupan pemilik tambang berlian terbesar di negeri ini. Lebih lanjut diketahui, lembaga konseling yang khusus menangani masalah perempuan itu diambil alih salah satu pemegang saham dari lingkup keluarga Tienna sendiri. Sampai kabar ini diturunkan keberadaan Nichole juga seakan hilang ditelan bumi. Tidak ada yang mau memberi konpres terkait isu menikah maupun keberadaan Nichole saat ini. Kita nantikan saja kabar selanjutnya...
Aku meletakkan alat pembaca berita otomatis itu ke samping nakas. Sudah hampir dua minggu dan akhirnya kabar itu datang juga. Paling tidak sudah ada beberapa pihak yang mampu menahan arus komunikasi massa. Entah itu kerjaan ayah, orang-orang perusahanku, atau bahkan Adian. Kabar pernikahanku memang benar.
Aku tidak memungkirinya. Hanya saja aku memang lebih memilih untuk menyelenggarakannya secara diam-diam tanpa diketahui siapapun kecuali lingkup keluarga besar Tienna sendiri. Meski sudah menyandang status isteri, aku tetap tidak diperbolehkan menggunakan nama belakang suamiku. Harus tetap menjaga rahasia siapa suamiku dan bahkan semua cerita yang pernah terjadi dalam kehidupanku agar tidak menjadi makanan ringan dimata masyarakat.
Tidak mudah memang, tapi itu hanya sebagian kecil dari semua persyaratan yang harus kutanggung ketika aku diberi restu untuk menikah.
Suamiku bukan pangeran negeri dongeng seperti suami sepupuku. Dia hanya seorang yatim piatu yang sempat menjalani kehidupan kelam hingga bertemu denganku, target balas dendamnya. Dia juga mantan narapidana yang sempat menjalani kehidupan dibalik jeruji besi sebelum akhirnya merintis semua dari awal.
Positifnya suamiku seorang pekerja keras. Dia berjanji akan melakukan apapun supaya aku bahagia. Walau keadaan kami bak langit dan bumi tapi sejak dia mengikat sumpah dihadapan pendeta, dia tidak pernah melanggarnya.
Pernikahan ini memang masih awal. Tapi aku tidak tahu akan berjalan seperti apa didepan sana. Apakah dia bisa tetap menjagaku tanpa membuatku terluka. Apakah aku tetap bertahan disampingnya tanpa membuatnya terluka dengan perilakuku? Kami sama-sama tidak tahu, tapi kami memutuskan untuk menikah.
"Saya sudah menyiapkan makanan sejak tadi, mengapa anda belum juga..."
Aku menarik tangan suamiku cukup kuat hingga dia ikut terjatuh diatas kasur sebelahku. "Berhenti menyebutku, Nyonya."
"Tapi Anda biasanya suka di saat tertentu dengan panggilan itu. Apakah harus saya ulangi, semuanya? Panggilannya atau apa yang kita perbuat, Nyonya?"
Aku membenamkan wajahnya dengan bantal sambil menarik selimutku. Kadang dia suka sekali menggodaku dan kami akan menertawakannya bersama.
"Aku mencintaimu, Nicholas." Kataku saat dia berhasil membebaskan diri dari semua belitan bantal yang kutumpuk.
"Aku juga mencintaimu, isteriku, Nichole." Lalu dia menyingkirkan selimut yang menghalangi tubuhku.
"Oke apa yang harus kita lakukan saat ini, Nick. Karena sepertinya hari ini cukup cerah kalau kita hanya berdiam dirumah saja." Tanganku menyibak tirai yang menutup jendela dan tersenyum memandang ke arah cahaya matahari yang cukup terang.
**
VERONICA
"Oh My God, bisakah kamu berhenti melakukan itu sayang." Jeritku tidak tahan melihat tingkah Tristan yang mulai seenaknya menggelitik perutku. Sejak memasuki bulan keenam perutku memang menunjukkan bentuknya.
Aku tidak berhenti mengucap syukur karena kehamilan ini sangat diterima semua orang termasuk tante Hesty yang lebih ketat menjagaku bahkan lebih dari Tristan. Hubunganku dengan kak Cornely juga tidak jauh berbeda sebab beberapa waktu dia akan rutin mengecek kehamilanku. Walau kenyataannya kami sudah menemukan dokter kandungan sendiri.
"Aku hanya ingin tahu apa yang dilakukan puteri kecil kita didalam sana." Jawabnya sambil menempelkan telinga. Berita baiknya terasa getaran halus persis ditempat kepala suamiku. Mungkin anak kami memang pengertian.
"Tunggu, apa tadi kata kamu, puteri... kita kan belum tahu apa jenis kelaminnya."
Tristan mengangkat wajah dan menatapku lekat, "Aku mau anak yang cantik seperti ibunya. Kamu tidak suka?"
Cih, cantik dari mananya. Orang sudah melebar kanan kiri begini, cantik dia bilang. Dulu pas masih langsing, mana pernah dipuji cantik. Sekarang sudah melebar karena hamil baru cantik. Apa karena aku mengandung anaknya ya, makanya dia memuji. Semua laki-laki sama saja.
"Aku salah lagi?" tanya Tristan seakan ada monitor dikepalaku yang menjelaskan kebisuanku.
"Udah ah, aku mau turun ke bawah. Nggak enak dikamar terus," kilahku namun dicegat Tristan lagi. "Kamu marah. Aku mesti minta maaf lagi?"
Aku menghembuskan napas panjang, sebelum akhirnya berbalik dan mengecup bibir Tristan sekilas. "Kalau aku beneran marah, kamu tidur di luar rumah ini."
Tristan bergidik mengingat malam dimana aku mengusirnya tidur diluar rumah karena dia lupa memberi kabar jam pulangnya. Aku hampir jatuh tertidur menunggunya hingga dia kembali tetapi dia baru muncul tengah malam dan tindakanku didukung pula oleh tante Hesty.
Meski kejam keesokan harinya aku meminta maaf karena suami tercinta terpaksa numpang tidur dirumahku. Ya, kalian tidak salah. Tristan menyetir tengah malam dan menempati kamar tidur lamaku. Mamiku yang akhirnya menasehatiku kalau itu tidak boleh. Papi dan Emilio tidak punya suara apapun. Hanya wanita yang pernah hamil yang boleh memarahi wanita hamil.
"Bagaimana kabar Nichole?"
Alisku tertaut meningat sepupuku. Ah iya, sejak menikahi laki-laki kurang ajar itu Nichole belum bisa dihubungi hingga detik ini. Kadang aku bingung mengapa Nichole pada akhirnya setuju mengikat janji dengan orang yang pernah melukainya.
Mungkin Nichole mencintai Nicholas, nama laki-laki kurang ajar itu. Tapi sungguh, aku tidak bisa menyamai pemikirannya. Dari soal strata dan derajat Nicholas tidak bisa masuk dalam jajaran keluarga kami. Mungkin itulah yang membuat semua anggota keluarga tahu kalau mereka menikah tetapi keberadaan mereka dirahasiakan.
Bukannya ingin kejam, melainkan aku belum tahu apa aku bisa menerima keberadaan kakak iparku itu dengan baik tanpa meningat semua yang sudah terjadi. Mungkin, aku perlu terapis seperti Nichole.
"Mengapa tiba-tiba tersenyum?"
"Aku hanya masih belum sanggup menerima keputusan Nichole menikahi... ah sudahlah. Bukan urusanku juga kan?"
Tristan mengangguk sebelum memeluk pinggangku. "Bukan urusan kita lagi. Kita semua sayang pada Nichole. Tapi Nichole juga berhak menentukan pilihannya. Setidaknya kita doakan saja semoga dia dan Nicholas bisa bahagia."
Aku menghela napas. Ya memang benar. Sekarang aku tidak bisa lagi menceramahinya tentang apa-apa. Kami sudah berada dijalan kehidupan kami sendiri-sendiri. Aku menyandarkan kepalaku pada bahu Tristan. Kami seperti kembar yang berjalan bergandengan menuju ruang makan.
"Apa Milo sudah cerita kalau dia berencana untuk tunangan bulan depan?"
"WHAT?"
*E*N*D*
Terima kasih sudah membaca, jangan protes yoh.
Yang baca ini cantik ama ganteng orangnya, anak soleha, teman yang baik, sodara yang usil...?
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Attack [END]
Novela JuvenilNichole Tienna - Dalam keluarga dikenal sebagai troublemaker, (sebagian mewarisi sifat ibunya dimasa lalu). Di atas jalanan, dikenal sebagai juara bertahan. Di mata teman-teman, tak lebih dari anak rumahan yang suka mencari perhatian. Cewek seperti...