Desau angin menghempaskan debu dan kerikil kecil akibat laju dua kendaraan berkecepatan tinggi. Tanpa peduli laju kendaraan lain, dua kendaraan mewah itu membelah jalanan perkotaan dengan lincah. Begitu memasuki kawasan bebas hambatan laju kedua mobil itu semakin meningkat.
Satu-satunya pembatas untuk mengakhiri pertandingan kecepatan itu adalah pintu tol yang menghubungkan langsung dengan bundaran kota.
Bila dulu salah satu mobil akhirnya menyerah dan berhenti pada peraturan lampu lalu lintas kali itu tidak ada yang berulang. Kedua mobil itu seakan bersiap dari sisi kanan maupun kiri hingga sama-sama mengitari bundaran kota. Tanpa peduli kebisingan total yang terjadi akibat akumulasi bising klakson dan umpatan yang mengikuti belakang mereka.
Kedua mobil kesetanan itu malah berjalan perlahan hingga sirine polisi patroli menghentikan laju keduanya ditepi jalan.
*
VERONICA
Aku menatap sebentar ke arah Nichole yang memasang tampang senyum tanpa rasa bersalah pada petugas kepolisian yang sedang menanyainya. Aku ingin melakukan yang sama tapi aku tidak mau dianggap meremehkan. Urusan sore ini cukup panjang.
Belum lagi lambungku yang mengamuk karena belum diisi apa-apa setelah memuntahkan sisa makanan terakhir dirumah tadi. Konyol memang kami. Aku kira dia akan menyerah tapi kenyataannya tidak. Kemampuannya menguasai jalanan tetap sama. Aku sudah pikir akan memenangkan dengan mudah tapi hasil kami seri.
Aku sendiri tidak percaya kalau emosiku tidak cukup stabil hingga aku berhasil selamat.
"Kami akan memproses kejadian ini, anda tolong ikut kami ke kantor."
Belum sempat menjawab sebuah mobil berhenti didekat kami. Seorang lelaki muncul dengan kemeja tanpa jas dan raut lelah. Sorot matanya tajam hingga aku tidak bisa berkutik. Aku menghela napas tapi isi perutku mulai naik.
"Pak... mmm saya permisi." Lirihku tapi petugas polisi itu tampak tidak percaya. Belum sempat aku beranjak petugas itu hendak menahanku tetapi lelaki itu sudah lebih dulu mencegah. Aku cukup bersyukur dan bebas mengosongkan isi lambung ditepi jembatan jalanan. Rasanya benar-benar tidak enak tapi begitu keluar aku merasa lebih baik.
"Kamu marah sama aku?"
Aku tersentak. Ada selembar tisu yang mengusap lembut sudut bibirku. Tidak enak menjadi pemandangan aku menarik selembar tisu untuk membersihkan sendiri. "Kamu tau darimana aku disini?"
Petugas polisi itu sudah berlalu. Aku menatap pada Nichole yang sudah masuk kembali ke mobilnya dan pergi tanpa menyapa. Sialan, kenapa aku harus ditinggal bersama lelaki ini sih?
"Kamu belum jawab pertanyaanku."
Aku ingin berbalik tetapi lelaki itu malah menarikku dan mendorongku masuk ke dalam mobilnya. Aku diam saja saat dia menyilangkan seat belt dan mulai menghidupkan mesin. Mataku melirik ke mobilku yang masih terparkir.
"Aku sudah menelpon orang rumahmu. Mereka akan menjemput dan membawa mobilmu."
"Apa? Orang rumahku. Tapi aku mau..."
Tristan memalingkan wajah menatapku tajam hingga aku tahu kalau dia benar-benar masih kesal. Percuma bila aku menyalahkannya. Yang ada dia akan menurunkanku ditengah jalan. "Kamu baik-baik saja?"
Aku tidak sudi menjawabnya sampai aku ingin protes ketika kami berhenti disebuah klinik kecil milik kakaknya. "Turun."
"Mau ngapain sih?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Attack [END]
Teen FictionNichole Tienna - Dalam keluarga dikenal sebagai troublemaker, (sebagian mewarisi sifat ibunya dimasa lalu). Di atas jalanan, dikenal sebagai juara bertahan. Di mata teman-teman, tak lebih dari anak rumahan yang suka mencari perhatian. Cewek seperti...