Savia membuka pintu rumahnya dan ia terkejut ketika melihat Savier berdiri di depan pintu dengan tangan yang dilipat di dadanya.
"Abis dari mana, lo? Hebat yah sekarang. Gue telefon, belom selesai ngomong dimatiin."
Savier mendengus melihat Kakaknya seperti itu. Jujur, ia sangat rindu mendengar suara kakaknya itu. Apalagi akhir-akhir ini kakaknya itu terlalu sibuk dengan pekerjaan perusahaan yang ditinggalkan ayah mereka.
"Ya, Lo juga udah hebat yah sekarang, Kak. Udah jadi penerus perusahaan Papa. Kuliah sambil kerja. Badan lo juga makin kurus. Sibuk pake banget. Sampai lupa kalo ada gue yah?"
Savier langsung memeluk Savia. "Ga lah. Gue ga lupa sama lo. Justru gue selalu mikirin lo. Gimana keadaan lo di rumah? Gue sama Mama terlalu sibuk sama pekerjaan yang Papa tinggalin."
"Gue selalu khawatir sama keadaan lo. Gue selalu tanya tentang lo sama Pak Arman. Gue tau, kita akhir-akhir ini jarang ketemu. Gue pulang pas lo udah tidur. Pergi pas lo belum bangun. Maafin gue. Makanya hari ini gue mau luangin waktu buat lo. Khusus buat kita bertiga. Keluarga kita."
Savia menatap kakaknya tidak percaya. Kakaknya jarang sekali mengatakan hal-hal manis seperti tadi. Tapi ia membenarkan apa yang dikatakan kakaknya itu.
Sejak kepergian Papa, pekerjaan semua diteruskan oleh Savier yang masih kuliah. Awalnya Savier menolak, tapi itu sudah pesan dari Papa. Hany juga ikut membantu Savier di kantor.
Kadang kala, saat mama dan kakaknya sedang pergi berkerja. Savia hanya sendirian bersama rasa kesepiannya itu. Kadang ia menangis, berharap ia bisa kembali ke masa lalu.
Tapi semua itu percuma. Tidak ada gunanya menyesal akan yang terjadi di masa lalu. Yang harus dilakukan adalah terus maju dan menghadapi semuanya. Savia memegang prinsip itu sekarang.
"Jadi kalian peluk-pelukan tanpa ajak Mama gitu ya? Mama cukup tau aja yah." Kata Hany tiba-tiba datang sambil melihat kedua anaknya itu.
"Yah. Bos kita ngambek, Dek. Gimana dong?" Kata Savier dengan tampang muka mikir serius.
"Ah, yaudah sih. Biarin aja. Aku mau ke atas. Yuk, ke atas." Kata Savia sambil menarik tangan Savier agar ikut dengannya.
Hany yang mendengar itu pun menjadi cemberut. "Anak macam apa kalian? Mama kalian ngambek bukannya di bujuk malah di biarin."
"Mama juga seorang wanita yang butuh bujukan." Kata Hany dramatis.
Savia dan Savier ketawa ngakak. Hany makin cemberut. Savier memberi kode kepada adiknya. Savia yang mengerti pun memasang kuda-kuda.
"Tu...wa...ga!"
Savia dan Savier lari memeluk Hany. Hany yang menerima pelukan tiba-tiba terkejut.
"Kami sayang Mama kok. Jangan ngambek yah? Tar Savier beliin tas yang mama mau itu." Bujuk Savier.
Hany yang mendengar tentang tas itu pun langsung senang. "Yaudah, kalo gitu. Beliin sekarang yah, Vier?"
Savia ketawa melihat raut wajah Savier yang tiba-tiba berubah. Niatnya hanya mau ngebujuk tapi malah di bawa serius.
"Iya deh. Kalo mama bilang kayak gitu. Vier bisa apa?"
Hany memeluk Savier dan Savia senang.
Lihat kami, kami tersenyum senang. Andai kau ada disini. Mungkin kami akan lebih senang lagi. Tapi semua sudah terjadi. Aku akan maju dan menjaga anak-anak kita. Aku akan berusaha membahagiakan mereka apapun yang terjadi. Aku hanya berharap kau juga senang disana. Terima kasih atas semuanya, Aldy.
KAMU SEDANG MEMBACA
Laf Amour
Teen FictionPada awalnya Savia menganggap semua orang akan tetap bersamanya. Tapi semua pikiran itu lenyap. Ketika sahabat masa kecilnya, Jason Maurier. Menghindarinya tanpa berkata apapun. Lalu, Savia berusaha mati-matian agar Jason kembali berteman dengannya...