"Apa?! Kau dipecat?! Seorang Blue dipecat secara langsung?!"
Aku bersumpah serapah mendengar pengulangan kalimat yang sama, sudah delapan kali ia selalu mengulang kalimat yang sama. Aku menyesal menceritakan kejadian pemecatanku.
Aku menatapnya kesal, tangan kananku menggenggam erat gelas pink kesayanganku. "C'mon. Aku hanya dua tahun bekerja di sana sebagai HR, aku bisa mencari pekerjaan di tempat lain." Aku menjawab pertanyaannya dengan jawaban yang sama. Menyebalkan!
"C'mon, Blue, bahkan kau sangat meremehkan acara pemecatanmu!"
See? Lebih heboh dari pada ibu-ibu yang akan melahirkan.
"Astaga Mike, lalu aku harus mengemis agar tidak dipecat? Hell, no! Di mana harga diriku?!" balasku tak kalah keras.
Mike mengumpat kesal melihatku yang sangat santai dipecat karna alasan sepele. "Fine! Lalu apa yang akan kau lakukan setelah ini?"
"Aku akan menggait kantong para lelaki hidung belang."
"What?! Kau?! Oemji."
See?
"Dasar bodoh, tentu saja tidak. Aku akan mencari pekerjaan, sinting!"
Mike diam menatapku dengan tatapan kesalnya. Jangan heran, aku dan Mike memang seperti Tom and Jerry, walaupun sering bertengkar, kami melengkapi satu sama lain.
"Well, well, well. Aku harus pergi ke kampus, mengurus proposal yang sangat menyebalkan, menguras tenaga dan isi dompetku." Mike berdiri sambil mengambil rokok yang ada di saku jeans-nya.
"Makanya, rajin belajar. Jangan beralasan inilah itulah, jangan mengambil cuti lagi! Jangan buang waktumu! Bo--"
"Astaga, kau kenapa sensi? Apa kau PMS?" potong Mike menatapku tajam.
"Tidak. Aku lelah, tolong keluar dari kamar Blue Rose Neeson. Aku perlu waktu sendiri untuk menghilangkan penat di hati dan pikiran," jawabku sambil merebahkan diriku di kasur empukku.
Mike mendengus kesal dan keluar sambil membanting pintu kamarku kasar. Aku berdecak sebal melihat sepupuku yang menyebalkan dan berlebihan. Tapi yang harus kalian tahu, Mike sangat menyayangiku.
Aku memijit pelipiskku yang penat, aku menerawang kosong ke dinding atas kamarku, gambar spongebob yang menjadi pemandangan setiap aku membuka mataku dan sebelum aku menutup mataku.
Aku berjalan sambil memegang secangkir kopi, mengikuti langkah kakiku menuju ruangan GM. Dengan ragu, aku mengetuk pintu ruangan Lucas--General Manager hotelku--, setelah lima kali mengetuk pintu tanpa ada jawaban aku masuk ke dalam, menoleh ke kanan dan ke kiri mencari sosok Lucas.
"Shit. Teruskan, Blue."
Samar-samar aku mendengar suara Lucas dengan desahannya sambil menyebut namaku, aku berjalan pelan agar tidak membuat langkahku terdengar. Aku menoleh ke arah kanan tanpa sengaja cangkir yang ku pegang terjatuh, membuat Lucas yang sedang melakukan masturbasi berhenti, aku melangkah mundur melihat tatapan licik Lucas, aku sangat takut.
"Oh maafkan aku, harusnya aku tidak menyebut namamu. Jika aku diperbolehkan meminta sesuatu, maukah kau memegang 'nya'? Agar aku bisa puas meneriaki namamu."
Ucapan Lucas sukses membuatku menjadi lebih takut dan bergedik ngeri.
"Tenang, kau tak perlu takut, aku hanya ingin mengeluarkan apa yang harusnya aku keluarkan bersama kekasihku. Kau tahu Alex? Dia kekasihku di kantor ini, di tempat lain kekasihku bernama Miranda, perempuan yang pernah kau temui saat meeting bersamaku."