"Jadi bisa disimpulkan bahwa a--"
"Iya. Bahwa kaum perempuan selalu benar dan kaum laki-laki salah. Begitu, kan?" potong Malik sambil memutar bolamatanya, malas.
Angel tersenyum merekah mendengar kalimat yang diucapkan Malik, sementara Malik telinganya sudah panas mendengar kalimat yang selalu Angel selipkan disetiap curahan hatinya.
Berbeda dengan Blue, perempuan itu hanya terkekeh mendengar perdebatan Malik dan Angel, suasana café yang mereka tempati tidak terlalu ramai hanya sedikit pengunjung yang berkunjung mungkin karen jam dinding sudah menunjukan pukul sepuluh malam.
Tiga bulan berlalu, sudah tiga bulan juga Blue hampir mengunjungi café yang ia kunjungi sekarang, sebenernya Blue selalu kemari jika perasaannya tak karuan.
Perempuan mana yang tidak memikirkan jika seseorang yang dicintainya belum sadarkan diri? Sebesar apapun kekecewaan yang ia rasakan tak bisa dipungkiri bahwa hati kecilnya pun menaruh rasa khawatir yang besar.
Buncitnya membuatnya sedikit kesusahan untuk melakukan aktivitas hingga Blue selalu mendapat pengawasan dari Brian ataupun Angel. Ah omong-omong soal Brian, pria itu selalu memperlakukan Blue layaknya anak kecil, selalu meminta Blue untuk rajin melakukan jogging meski hanya lima menit. Padahal ia tahu Blue tidak suka olahraga.
"Kau ingin pulang?"
Suara Malik membuat Blue sadar, ia mengangguk meng-iyakan ajakan Malik membuat mereka bertiga berdiri dari sofa café tersebut.
Langkah Malik terhenti saat ponselnya bergetar, tanpa melihat penelpon ia menslide panggilan tersebut.
"Malik, cepat datang ke rumah sakit."
Malik melirik Blue dan Angel yang sudah berjalan ke arah mobil membuat Malik sedikit berjalan ke belakang beberapa langkah.
"Apa yang terjadi?" tanya Malik.
"Keadaannya ... memburuk."
"Ba--bagaimana dengan Blue?"
Terdengar helaan napas Payne di seberang sana. "Aku tidak tahu. Ku rasa Blue berhak tahu, tapi mengingat ia sedang berbadan dua membuatku ragu ka--"
"Damn, Payno! Aku akan sampai limabelas menit lagi."
Malik memutuskan panggilannya dan berjalan ke arah mobilnya. Ia bergulat dengan dirinya sendiri bingung harus memberitahu Blue atau tidak, Malik benar-benar khawatir dengan kondisi sahabatnya dan juga Blue.
"Angel," panggil Malik, "aku buru-buru jadi aku tidak bisa mengantar Blue pulang. Apa kau bisa mengantar Blue, Angel?"
"Aku tidak membawa kendaraan, bodoh!" sebal Angel.
Malik meringis menyadari kebodohannya. "Gunakan mobilku saja, aku akan naik angkutan u--"
"Kau mau kemana?" tanya Blue sedikit. bingung melihat Malik yang sedikit aneh.
"Eh?" Malik tersenyum canggung, "Perrie menghubungiku ia memintaku datang ke apartemennya."
"Oh! Jadi kekasihmu lebih penting daripada mengantar Blue pulang. Begitu?! Lagi pula setahuku Perrie berada di London buka Budapest!" seru Angel kesal.
Malik menelan saliva-nya takut melihat kesangaran Angel jika sedang marah. "Fine," Malik menghela napasnya, "perutku sebenarnya sakit, aku perlu toilet," alibi Malik.
"Sudah," sela Blue, "apartemen Drean dekat dari sini, aku bisa berjalan kaki lebih baik kau dan Angel pulang, kalian menginap di hotel yang sama, kan?"