Rindu, satu kata yang aku rasakan sekarang ini, hampir satu jam aku menghabiskan waktuku skype bersama dengan Brian--Kakak Laki-lakiku--, wajahnya yang menggemaskan, rambutnya yang sedikit curly dan bolamatanya percis seperti ayah.
Meskipun terkadang koneksi internet membuat percakapan kami terputus-putus bukan penghalang bagiku untung melepas rindu dengan Brian, meskipun jauh Miami-Bradford kita masih bernapas menggunakan hidung, dan masih memiliki ikatan darah yang sama. Okay lupakan.
Aku menetap di Bradford karna aku kuliah di sini mendapatkan beasiswa setelah lulus aku bekerja, Brian terpaksa meninggalkan ibu yang berada di Budapest sendiri karna ia mengurus perusahaan yang dimiliki ayah.
Wajah lelah Brian ketara jelas saat ia menguap lalu tersenyum memperlihatkan lesung pipinya, matanya yang sedikit merah karna menahan kantuk. Terlihat sangat menggemaskan.
"Sudah berhentilah, kita lanjutkan setelah kau beristirahat dan aku pulang kerja."
Brian tersenyum dan menggeleng. "Kau pasti sangat sibuk."
"Tidak tau, aku baru bekerja hari ini. Maksudku aku akan di test dengan atasanku. So, aku tidak ingin terlambat, kau tidurlah."
"Baiklah, jaga dirimu. Aku sudah mengirim uang ke rekeningmu. Berhematlah."
Aku menghela napas, keras kepala. "Aku sudah bekerja Brian, aku sudah punya uang tabungan. Lebih baik kau simpan uangmu untuk kau nanti. Apa kau sudah kirim untuk ibu?"
Brian mengangguk. "Sudah tenang saja. I will sleep. Bye."
Aku menutup laptopku dan bergegas menuju dapur untuk mengambil susu sebelum berangkat ke kantor. Aku menoleh jam yang melilit di pergelangan tangan kiriku, jam yang baru menunjukan pukul 07:20, dengan segera aku meneguk susu kemasan kotak yang ku ambil dari kulkas.
"Susu punyaku mana?"
Aku menoleh melihat Mike menatapku dengan tatapan memelas, aku memutar bolamataku. "Wait, sejak kapan kau minum susu?"
Mike bergumam tak jelas. "Oh ya, aku biasanya minum kopi. Baiklah, tolong buatkan aku kopi."
Aku mendengus lalu membuatkannya kopi, jika aku tidak membuatkannya kopi Mike pasti berceramah panjang lebar, dan tidak memberiku ketenangan. Alasan kenapa ia tak mau membuat kopi sendiri, karna kopi buatanku nikmat dan pas di lidahnya. Berlebihan.
"Ambil di dekat kompor, aku berangkat kerja. Daah!"
*