Part 8

52.8K 2.9K 42
                                    

Belum terlalu pagi untuk bangun dan mengeluarkan seluruh isi lemari pakaian dan memilah apa yang pantas untuk dikenakan ke acara makan malam tersebut.

Laura bergerak frustasi saat menyadari bahwa dirinya tampak tidak seperti biasa. Ia meragukan dirinya sendiri dan merasa tidak percaya diri.

"Doria." Serunya.
Doria datang tergesa-gesa dan menghampiri Laura dengan sopan.

"Ya, Nona?"

"Bantu aku." Doria mengulas senyum. Ia tahu bahwa Nona-nya ini gugup lantaran ajakan makan malam dari seorang David Harrington. Ia juga tahu bahwa Laura merasa bahwa dirinya tidak pantas. Namun Laura salah. Justru Laura sangat cantik jika ia tampil apa adanya seperti biasa. Itulah yang membuat David terkagum-kagum setiap melihat Laura.

Doria memilihkan gaun terusan sampai mata kali berwarna abu-abu tanpa lengan dengan bagian punggung terbuka hingga pinggulnya. Gaun itu indah dan bermanik-manik. Terkesan seksi dan gemerlap.

Laura tampak tidak terlalu yakin lantaran gaun itu terkesan sangat membentuk tubuhnya terutama dibagian pinggul dan payudara. Laura menggeleng.

Ia lalu mengambil salah satu gaun berwarna putih berleher tinggi. Panjang gaunnya hanya sampai pahanya. Gaun itu terkesan lebih natural namun juga mewah dalam waktu bersamaan. Membuat Laura tampak lebih muda. Laura tersenyum dan memilih gaun pilihannya.

Doria hanya tersenyum. Ia tahu bahwa Laura memiliki selera yang pantas untuk dirinya sendiri tanpa meminta orang lain memutuskan.

Sesuai janjinya, David menjemput Laura di kediamannya tepat pukul delapan malam. Ia menunggu dengan gugup kedatangan Laura. Setelan jas berwarna hitam membalut tubuh David yang besar dan atletis dengan sempurna.

Lekuk-lekuk ototnya yang menggoda tersimpan di balik jas berwarna hitam itu, menyatu dengan warna matanya yang kelam dan dingin.

Bunyi hentakan kecil di lantai kramik membuyarkan lamunan David. Bagaikan tersihir, ia mematung saat melihat Laura dengan malu-malu turun, melangkah di tangga tersebut. Kecantikan luar biasa saat Laura mengenakan gaun putih dengan leher tinggi, membuat lehernya tampak lebih jenjang. Kakinya yang mulus terbalut stiletto berwarna putih dengan tumit setinggi 7 sentimeter. Rambutnya di gelung keatas berbentuk bun dengan beberapa helai rambut jatuh di samping wajahnya. Hiasan rambut dengan batu safir di tengahnya menjadi pelengkap dari kemegahan itu. Ia memancarkan aura yang mempesona diiringi dengan kilauan batu safir menjadi bagian dari dirinya. Kecantikannya seperti dewi Afrodit. Membuat siapapun terpana dan terhipnotis seketika.

Tanpa sadar, Laura telah berdiri di hadapan David dari sepuluh detik yang lalu. Namun David nampaknya belum menyadari hal itu. Mata hitamnya terus memperhatikan Laura tanpa ekspresi dan dengan keintensan yang luar biasa.

Laura berdeham sekali.

David masih belum menyadari keberadaannya. Hanya menatap Laura tanpa Laura tahu arti dari tatapan itu.

"Hm.. Mr. Harrington. Bisakah kita pergi sekarang?" Ucap Laura akhirnya.

David baru tersadar saat sebuah suara yang lembut dan indah yang terdengar ditelinganya mengintrupsikan.

David tampak salah tingkah namun ia dengan sempurna menutupinya dan berkata, "Ayo, Ms. Darnell." Ia berjalan di belakang Laura lalu membukakan pintu mobil untuk wanita itu. Laura merasa tersanjung.

Perjalanan menuju sebuah restoran mewah tersebut terbilang lancar. Malam terasa sejuk, untung saja Laura membawa mantelnya. Keheninganlah yang hingga bagi keduanya saat di dalam mobil David. Tidak ada pembicaraan yang dibuka ataupun suatu bahasan mengenai sesuatu. Masing-masing berkutat dengan fokus mereka.

The Stonehouse Restaurant adalah salah satu tempat makan yang mewah di daerah Santa Barbara. Ruangan makan yang temaram, hanya di hiasi lampu-lampu di lilin meja dan lampu-lampu kecil yang terpajang di langit-langit ruangan. Kesan romantis dan juga damai bisa didapatkan di tempat itu.

Laura melihat dengan takjub. Ia mengira bahwa David akan mengajaknya makan di restoran klasik dengan gaya mewah seperti kebanyakan orang aristokrat lainnya.

"Bolehkah?" Pinta David mengulurkan lengannya untuk dikaitkan oleh tangan Laura. Laura tersenyum dengan kecantikan luar biasa dan mengaitkan lengannya di lengan David.

Mereka berjalan bagaikan sepasang kekasih. Cocok dan pantas. Dua kata itu yang menggambarkan mereka berdua saat ini.

Semua mata wanita yang melihat, tidak dapat berpaling dari ketampanan David. Begitu juga sebaliknya, setiap manik mata yang melihat Laura, tidak dapat meneguk salivanya dengan benar. Mereka kehabisan kata-kata. Dan seakan tahu bahwa Laura menjadi pusat perhatian, David menjaga bagaikan seorang ksatria untuk permaisurinya. Melepaskan tangan Laura dengan perlahan dan memegang pinggang wanita itu secara jantan.

Menuntun Laura menuju meja yang sudah ia pesan sebelumnya. Laura tidak memperhatikan setiap orang yang melihatnya dari pertama kali ia menginjakkan kakinya di tempat itu. Ia hanya memperhatikan dekorasi ruangan restoran tersebut, merasakan kenyamanan dan kesejukan di dalamnya. Serta sentuhan David di pinggangnya yang posesif.

David menarik kursi dan mempersilahkan Laura duduk yang disusul oleh ucapan terima kasih dari wanita itu. Kemudian David mengambil tempat di depan wanita itu. Membuka menu. Dan berpikir.

Mereka memanggil pelayan dan memesan dua porsi daging panggang dengan saus madu dan satu botol anggur merah sebagai pelengkap.

Pelayan itu seorang wanita. Melihat David dengan pandangan yang berdecak kagum. Laura memperhatikan wanita itu yang dengan malu-malu mencatat pesanan mereka. Namun David tampak tidak menyadarinya dan tidak peduli bahkan tidak menatap pelayan itu. Mata David hanya terfokuskan pada satu objek, yaitu Laura.

"Mr. Harrington. Terima kasih." Ucap Laura.

"David saja, kumohon." Balas David.

Laura tersenyum dan menunduk, "Sungguh tidak sopan jika aku memanggilmu seperti itu."

"Kau bisa memanggil Luke Phillips dengan nama depannya saja. Apakah sulit untuk melakukan hal yang sama kepadaku?" tanya David dengan menaikkan sebelah alisnya. Menunggu jawaban Laura.

Laura tertegun sesaat, ia tidak tahu bahwa David memperhatikannya dengan Luke sedetail itu. Laura menunduk dan seakan tidak dapat menatap wajah itu.

"Baiklah, jika memang kau tidak mau, aku tidak akan memaksa." Ucap David lagi.

"Jadi, Ms. Darnell. Ngomong-ngomong, kau tampak... luar biasa malam ini." David sedikit ragu dengan ucapannya. Bukan tentang penampilan Laura, melainkan tentang dirinya sendiri yang sudah dua kali memuji wanita itu. Bukankah sikapnya tampak aneh?

"Terima kasih. Kau--juga terlihat mempesona." Malu-malu Laura mengucapkan kata-kata itu dan menunduk lagi menatap meja.

"Apa kau akan terus memperhatikan benda mati itu ketimbang aku--makhluk hidup?"

Laura tertawa kecil, dan menggeleng. Ia mengulum senyum. Dan demi Dewa Zeus, David yakin bahwa itu adalah senyuman ter-menggemaskan yang pernah ia lihat.

Dengan seribu alasan ia mematahkan keyakinan atas ketertarikannya pada Laura, dan masih dengan keyakinan yang lama ia berpikir bahwa ia hanya mengagumi kebaikan hati serta kelembutan dari seorang Laura Darnell.

Padahal. Ia salah.

 Ia salah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Obsessed (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang