Part 39

28.3K 1.2K 59
                                        

David tercengang dengan pertanyaan yang dilontarkan Laura barusan. Ia menatap Laura dengan pandangan yang tidak dapat ditebak oleh wanita itu. Laura sempat menyesali perkataannya. Membunuh, bukanlah suatu perkataan yang bagus untuk diucapkan. Namun semuanya sudah terucap, mau tidak mau Laura harus tetap bertanya pada David tanpa membuat lelaki itu merasa terpojok.

"Dave.. Maksudku adalah—"

"Begitu, ya?" David memotong ucapan Laura dengan seringainya. Ia tertawa sarkasme, membuat Laura sedikit kebingungan. "Itukah yang ia katakan padamu, Laura?" Lanjut David menatap Laura tajam.

Laura merasakan keringat didahinya. Tatapan itu—untuk pertama kalinya setelah sekian lama David menatapnya dengan sorot mata tajam seperti itu, lagi. Laura tidak dapat mengucapkan sepatah katapun. Lidahnya kelu, dan tubuhnya seakan menolak untuk bergerak.

"D—Dave.. a—aku.. bukan begitu m—maksudku." Ucapnya terbata-bata.

David mendekati Laura, meletakkan kedua lengan besarnya disamping tubuh wanita itu dan menatap Laura tajam. "Apakah itu....yang dia katakan padamu?" tanya David untuk kedua kalinya.

Laura seakan kehilangan nafasnya. Dengan David yang berada didepannya dengan suasana seperti ini membuatnya bahkan tidak bisa bernafas.

"JAWAB AKU, LAURA!" Bentak David yang membuat Laura hampir saja terlonjak. Mata Laura panas dan berair, ia ingin sekali menangis karna ketakutan.

"Dave, k—kau menakutiku." Suara Laura terdengar bergetar. Ia memejamkan matanya.

David menggeram dan menggenggam pergelangan tangan Laura dengan kuat. "Jawab aku! Kau bertemu dengannya tanpa sepengetahuanku?!"

"Dia kerumahku, aku s—sama sekali tidak berniat untuk..untuk menemuinya, Dave. Kumohon percaya padaku." Laura tidak bisa menahan air matanya. Ia menangis karna takut.

"Kau percaya bahwa aku membunuh ayah bajingan itu? Kalau begitu, pergi saja kau dengannya!" David menghempaskan genggamannya dari pergelangan Laura dan memalingkan wajah.

"Apa? Dave, apa maksudmu? K—kenapa kau sangat marah? A—aku tidak mengerti." Tanya Laura masih dengan air mata yang mengalir.

"Aku tidak butuh seseorang yang tidak percaya padaku. Kuminta kau pergi dari hadapanku, sekarang." Ucap David tenang dan menakutkan.

"Dave.."

"Pergi!"

Laura menatap David dengan waktu yang cukup lama, berharap lelaki itu mau menoleh dan menatap matanya. Laura tidak tahu apa yang harus ia lakukan saat ini. Apakah ia harus tetap tinggal, atau pergi seperti yang David inginkan.

Namun untuk kondisi saat ini, Laura tahu betul bahwa dirinya tidak akan sanggup untuk menghadapi David. Ia terlalu syok hingga membuatnya bahkan tidak bisa berkata banyak. Tanpa mencoba berbicara lagi, Laura dengan perasaan yang sesak meninggalkan David dan berlari. Ia menangis tersedu-sedu. Belum pernah David membentaknya seperti itu.

Apa yang membuatnya begitu marah? Batin Laura.

Laura tidak sepatutnya menanyakannya secara gamblang seperti itu. Ia mengutuki dirinya sendiri, menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang terjadi barusan. Tidak salah jika David semarah itu.

Ya. Yang harus disalahkan adalah dirinya sendiri.

***

Sepulang dari tempat David, Laura langsung masuk kekamarnya. Ia mengunci diri untuk waktu yang lama, membuat ibunya khawatir.

"Sayangku, kau baik-baik saja?" Marilyn bertanya dengan raut khawatir ditemani oleh Doria—pelayannya.

Tidak ada jawaban dari kamar Laura.

Obsessed (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang