Part 25

27.6K 1.4K 57
                                    

David datang dengan tergesa-gesa. Ia memasuki hotel yang ditempati Michelle sambil menekan kata kunci yang sudah diberitahukan oleh wanita itu.

Ruang tamu yang sepi menyambut kedatangan David yang mendadak itu.

"Michelle?" panggilnya. Ada suara tangisan dari arah kamar tidur, dan David segera masuk keruangan itu.

"Dave?" ucap Michelle. Wajahnya berurai air mata dan ia terduduk di lantai dengan serpihan-serpihan kaca di dekat kakinya. Sebercak darah berceceran di lantai membuat David semakin buta dengan kepanikan.

"Kau tidak apa-apa?" Ia memeluk tubuh Michelle dan bertanya penuh kecemasan.

"Kakiku-Kakiku terluka, Dave. Itu sangat menyakitkan."

"Oke, tenang. Aku akan membawamu kerumah sakit."

David menggendong Michelle keluar dari kamar hotel. David tidak mempedulikan setiap mata yang melihat keanehan mereka. Yang ia pedulikan hanya keselamatan Michelle.

Sepanjang perjalanan, Michelle terus meringis kesakitan dan membuat David semakin panik. Ia tidak tahu harus berbuat apa selain menyetir secepat mungkin.

"Tenanglah, sebentar lagi kita sampai." Ucapnya.

Para perawat dengan cepat membawa Michelle untuk segera diobati dan David setia menunggu di ruang tunggu.

Saat dokter keluar dari kamar pasien, David berdiri dan bertanya, "Bagaimana keadaannya, Dok?"

Dokter itu tersenyum lalu menjawab, "Hanya goresan kecil, ia sudah boleh pulang hari ini juga."

David bernafas lega. Ia mengusap wajahnya, lalu masuk menemui Michelle yang sedang duduk dan tersenyum lembut padanya. David menanyakan keadaannya dan Michelle menjawab bahwa ia merasa lebih baik.

"Kau sudah makan siang, Dave?" David tidak menjawab. "Oh, pasti tidak sempat ya? Maafkan aku karna memanggilmu kesini kau sampai melewatkan makan siangmu." Lanjut wanita itu.

Dan ketika itulah David teringat akan janjinya dengan Laura. Ia memalingkan wajahnya dari Michelle, tatapannya kesal namun ia berusaha menyembunyikan itu. Bagaimana ia bisa lupa janji sepenting itu?

"Permisi, aku harus menerima telpon." Ujar David beralasan. Michelle hanya mengangguk dengan perasaan sedikit sebal.

Tanpa menunggu deringan ketiga, Laura mengangkat telponnya.

"Dave?" ucap wanita itu terlebih dahulu. "Halo, Dave? Kau disana?"

"Laura-maafkan aku."

"Tidak apa, Dave." Ucap Laura seakan tahu apa yang akan dikatakan David. "Aku mengerti kau sangat sibuk. Kita bisa melakukannya lain kali. Benar 'kan?"

David tersenyum miris. Bagaimana ia menjelaskan semua yang terjadi hari ini? Apa yang akan dikatakan Laura nanti?

"Aku janji kita akan melakukannya lain kali." ucap David. David tahu, diseberang sana Laura pasti sedang tersenyum dan ia bahkan merasa pedih mengingat bagaimana Laura sangat menunggunya.

"Laura, aku harus segera pergi. Nanti kuhubungi lagi, oke?"

"Baiklah. Sampai jumpa."

David tertunduk lemas sambil menggenggam ponselnya. Ia tahu ini sedikit terasa salah, tapi apa yang harus ia lakukan ketika mendengar tangisan Michelle di telpon?

Michelle tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini. Kedua orangtuanya sudah lama meninggal dan ia hanyalah anak tunggal. Bukan salahnya jika dalam keadaan seperti ini yang bisa ia hubungi hanyalah David, begitu pikir lelaki itu.

Obsessed (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang