Satu tahun kemudian...
Wanita itu berdiri didalam bandara dengan ditemani seorang lelaki berumur yang sedang memegang kertas bertuliskan nama orang yang mereka tunggu. Senyum diwajahnya tidak luntur sama sekali, bahkan semakin merekah bagaikan bunga dimusim semi. Wajahnya memaparkan cahaya yang berkilau dengan rambut kecoklatan serta mata biru terang.
Laura melirik jam tangannya, seharusnya ia sudah disini.
Bahagia tampak diwajah Laura saat mendapati seorang lelaki berlari kearahnya. Bahkandari jauh mata berwarna abu-abu terang itu sudah menatapnya tanpa berpaling sedikitpun. Dengan senyum bahagia, lelaki itu memeluk Laura begitu ia sampai didepan wanita itu.
"Aku sangat merindukanmu, Laura."
Laura memeluk erat lelaki itu, "Lou, aku juga. Kau tampak sehat."
Louis tertawa dibalik punggung Laura. Laura tampak lebih berisi dari sebelumnya.
"Ivan, bagaimana kabarmu?" Louis berbalik menghadap Ivan—supir Laura yang sudah sangat akrab dengannya.
"Baik, Tuan." Jawab lelaki itu. "Biar saya bawakan koper Anda."
"Oh? Terima kasih." Balas Louis lalu memberikan kopernya pada Ivan.
Laura dan Louis menunggu Ivan mengambil mobil untuk menjemput mereka, "Lalu, bagaimana Jerman?"
"Ya..begitulah. Pekerjaanku tidak bisa santai-santai saja, kau tahu?"
Laura tertawa, "Kau sudah menjadi bos besar, huh?"
"Apakah dengan begitu kau mau menikah denganku?" goda Louis.
Laura menatapnya dengan geli, "Lou.." rengeknya.
Louis tertawa dan mencubit pipi Laura dengan gemas, "Tenang saja, aku sudah move on, kok." Louis mengedipkan sebelah matanya.
"Jadi, siapa wanita beruntung itu?" Laura mencondongkan tubuhnya ke Louis dan menggerak-gerakkan alisnya agar Louis mau berbagi rahasia itu dengannya.
"Seorang wanita yang kutemui di Jerman. Namanya Fiona."
"Kenapa kau tidak mengajaknya kesini dan kenalkan padaku."
"Nanti, tidak sekarang, terlalu dini." Ujar lelaki itu. "Kau sendiri, masih dengan sibrengsek itu?" ucap Louis.
Laura memukul lengan Louis membuat lelaki itu meringis, "berhenti memanggilnya begitu, ia tidak seperti itu."
Louis memutar bola matanya tanda jengkel, "Baiklah, jadi bagaimana?"
Laura mengangkat tangan kirinya dan menunjukkan cincin yang sedang melingkar di jari manisnya. Ia senyum-senyum sendiri membayangkan reaksi Louis.
"Oh, yang benar saja?" teriak Louis.
Namun sebelum ia berkomentar, Ivan datang dan mereka segera masuk kedalam mobil.
"Laura, kau bertunangan?" Tanya Louis tidak sabaran. "Atau.. kau sudah menikah?" Tanya Louis menatap Laura curiga.
"Tidak, belum. Dia melamarku 3 bulan yang lalu. Kau harus ikut bahagia denganku, Lou, karena aku sangat bahagia saat ini hingga rasanya aku bisa mati karena rasa bahagia ini. Lagipula, jika aku menikah tidak mungkin aku tidak mengundangmu. Jangan bodoh."
Louis tidak bisa berkomentar lagi, melihat Laura bahagia sudah cukup baginya meskipun sebenarnya ia tidak rela jika Laura jatuh pada lelaki yang ia tidak sukai itu.
Ia memeluk Laura lagi dan membiarkan wanita itu bersandar di bahunya yang bidang.
***
"Lou, masuklah dulu. Ayah dan ibu menunggu didalam." Ucap Laura. Mereka tiba dikediaman Darnell terlebih dahulu sebelum mengantarkan Louis kerumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsessed (COMPLETED)
RomanceWARNING: (be wise for younger readers under 17, THIS STORY CONTAINS MATURE THEME AND STRONG LANGUANGE +) beberapa part akan di private. Follow if u wanna read it. Enjoy guys! ** Tangan keras laki-laki itu menggenggam erat jemarinya. Menelusup di...