Part 22

29.7K 1.6K 40
                                    

"Enak?" tanya David saat melihat Laura asyik menjilat-jilat es krim vanilla-nya. Laura mengangguk malu, dan tersenyum.

David memerhatikan bibir Laura yang berantakan karna es krim. Dengan gemas, David mencium bibir itu dan menjilati sisa-sisa es krim yang masih menempel. Laura tertegun malu, dan memukul pelan bahu David.

"Banyak orang disini, Dave." Bisik Laura.

David tersenyum dan balas berbisik, "Mereka tidak peduli dengan apa yang kita lakukan."

Laura menutup wajahnya malu, dan secara langsung membuat David gemas akan tingkah lakunya tersebut.

David merasa beruntung, wanita di depannya ini adalah wanita yang tidak pantas untuk disakiti. Laura masih polos dan menggemaskan. Rasanya ia tidak percaya, dari perkenalan anehnya dengan Laura hingga kini ia seakan memiliki wanita itu.

David berjanji pada dirinya sendiri, ia tidak akan pernah melepaskan Laura. Apapun yang terjadi. Wanita itu pantas untuk dirinya, dan pantas mendapatkan kebahagiaan, dari dirinya.

Namun, David masih belum bisa sepenuhnya terbuka pada Laura. Ia tidak tahu harus memulai cerita panjangnya dari mana, ia juga ragu apakah Laura akan mengerti atau malah akan menjauh dan pergi.

"Laura, aku ingin kau berjanji satu hal padaku." Ucap David tiba-tiba.

Laura menoleh dengan pandangan bingung.

"Ada apa, David?"

"Berjanjilah padaku."

Laura mengangguk, menunggu David melanjutkan.

"Berjanjilah, apapun yang terjadi nanti kau akan percaya padaku dan tidak akan pergi dariku. Berjanjilah." David menggenggam tangan Laura, seakan memohon pada Laura dengan bola mata hitamnya yang mendadak menjadi sedih dan kelam.

"Ada apa? Apa yang terjadi? Apa ma-maksudmu?" Dengan kebingungan, Laura berharap mendapat jawaban yang logis. Entah mengapa, perasaannya tidak enak mengenai hal ini.

"Kumohon, berjanji saja. Kau harus percaya padaku apapun yang terjadi. Kumohon." Pandangan David yang memelas membuat Laura merasa tidak tega.

Wanita itu mengangguk.

David tersenyum dan bernafas lega, membawa Laura ke dalam pelukan hangatnya dan memenjarakan wanita itu dengan kedua tangannya yang kokoh.

Laura menghirup dalam-dalam aroma David. Wangi dan memabukkan. Keringat yang mengalir di leher David membuat lelaki itu tampak semakin jantan. Laura tahu, ia beruntung berada dalam pelukan lelaki ini.

"David, boleh kutanyakan sesuatu?" ucap Laura ditengah-tengah pelukan David.

David menaikkan sebelah alisnya, menatap Laura menunggu wanita itu mengatakan sesuatu.

"Uhm.. Kenapa kau tidak menghubungiku-saat.. Saat di Swiss?" tanya Laura dengan sedikit keraguan dan.. ketakutan.

Wanita itu menatap David dengan mata birunya. Mata yang membuat David tidak bisa berkutik dan berbohong.

"Maaf, Laura. Aku sangat sibuk sekali. Kau tahu, pekerjaanku tidak berjalan dengan baik. Aku gagal mengakuisisi perusahaanku dengan perusahaan lain. Kau khawatir?"

Laura mengangguk.

David mengecup keningnya dan tersenyum sambil berkata, "Tidak perlu. Aku baik-baik saja."

"Lalu.. Uhm, saat kita berbicara melalui telpon aku mendengar suara seorang wanita. Aku-aku tidak curiga sama sekali, namun Dave-" ucapan Laura terbata-bata. Ia takut salah bicara yang akan menyebabkan mereka bertengkar. David tidak kuasa menahan rasa sedih saat melihat Laura berbicara ketakutan seperti itu, padahal wanita itu sama sekali tidak salah.

Obsessed (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang