David pulang dengan keadaan setengah mabuk. Matanya merah, kemejanya lusuh, dan rambutnya terkesan acak-acakan seakan dunia ikut hancur bersamanya.
Ketika ia menaiki tangga bermaksud untuk membersihkan diri di kamar mandi, ia mendapati pintu kamarnya setengah terbuka. David hampir lupa bahwa Laura masih berada disana, sejak tadi.
Kamar itu gelap. Ketika dibuka, hanya pantulan cahaya bulan malam yang menembus dicelah jendela kamar. Laura tertidur meringkuk seperti bayi dengan selimut yang membungkus tubuhnya dari ujung kaki hingga leher. Matanya tertutup rapat, tampak jelas bahwa Laura habis menangis karena rambutnya menempel disekitar wajahnya oleh bekas air mata yang sudah kering.David berlutut di lantai. Ia menatap wajah Laura yang tampak kelelahan. David menyibakkan rambut yang menempel di wajah Laura dengan pelan, mengelus kepala wanita itu dan segenap perasaan bersalah hinggap direlung hatinya.
Merasakan sebuah tangan mengelus kepalanya, Laura membuka perlahan matanya. Mata itu serasa sangat berat karena lelahnya menangis seharian.
Ketika Laura mendapati David berada didepannya, sontak saja wanita itu bangkit dan bergeser mundur. Ia menarik selimut itu agar tetap menjaga tubuhnya dan melindunginya. Mata Laura membesar, ia cemas, dan ketakutan.Bukan ini yang diinginkan David. David tidak ingin membuat wanita itu ketakutan setengah mati seperti itu. Bukan, bukan ini yang ia inginkan.
David berusaha mendekat, namun semakin ia mendekat, Laura semakin menjauh dan terlihat sangat jelas bahwa wanita itu akan kembali menangis jika David tetap berusaha menjangkaunya. Melihat hal itu, David berhenti.
"Laura.. aku--" ucap David sambil menatap Laura dengan hati-hati. "Ma--maafkan aku. Aku tahu kau takut dan terguncang, aku...aku hanya--aku tidak tahu.."
Laura semakin menarik selimutnya, seakan itu adalah satu-satunya tameng pelindung yang ia miliki.
"Laura..kumohon. Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku. Aku begitu takut. Aku--" David berhenti, suaranya bergetar, nafasnya tidak teratur, lalu ia menangis.
David menundukkan kepala serendah mungkin, berusaha merendam suara tangisnya, namun ia tidak bisa.
Laura tidak bisa memilih apa yang harus ia lakukan, apakah ia akan diam saja disana ataukah harus maju dan menenangkan David.
Tidak. Akulah yang harusnya ditenangkan, bukan dia.
David menyeka air matanya, "Aku memang monster. Kau boleh membenciku, kau boleh jijik padaku, tapi kumohon jangan pernah tinggalkan aku."
"Aku tidak bisa--aku tidak bisa kehilangan seseorang yang aku cintai. Tidak lagi, kumohon." David kembali mendekati Laura untuk menyentuh wanita itu, namun Laura semakin mundur hingga ia tidak bisa bergerak kemana-mana lagi.
"Tidak. Jangan mendekat." Ucap Laura dengan suara bergetar.
Perasaan David rasanya tercabik-cabik melihat reaksi Laura seperti itu.
Dia duduk dipinggir ranjang, menimbang-nimbang apa yang akan ia katakan. Lalu, "Romeo dan aku adalah sahabat sejak kecil. Bisa dibilang seperti itu. Mungkin kau sudah tahu cerita ini darinya. Ayahnya begitu menyayangiku. Memang aku menolak untuk membantu ayahnya ketika ia mengalami kesulitan diperusahaannya. Namun bukan tanpa alasan."
Laura tidak memberikan respon. Ia hanya diam, sambil melihat David.
"Ayahnya menggelapkan uang perusahaan. Ia mengambil hak-hak pekerja disana, dan masalahnya yang hampir bangkrut dikarenakan rumor bahwa Mr. Williams melakukan korupsi membuat para pemegang saham mencabut investasi mereka, dan untuk menutupi jejaknya Mr. Williams melakukan segala cara, termasuk meminta perlindunganku." Jelas David.

KAMU SEDANG MEMBACA
Obsessed (COMPLETED)
Любовные романыWARNING: (be wise for younger readers under 17, THIS STORY CONTAINS MATURE THEME AND STRONG LANGUANGE +) beberapa part akan di private. Follow if u wanna read it. Enjoy guys! ** Tangan keras laki-laki itu menggenggam erat jemarinya. Menelusup di...