Kencangnya hembusan angin tak mampu menghempaskan semua ketakutan dalam dirinya. Shawn berjalan dengan langkah tersendat-sendat, seolah berjalan adalah sesuatu yang sangat sulit ia lakukan. Tubuhnya luruh, kedua lutut kakinya ia jadikan sebagai tumpuan badan tegapnya. Ia memangku kepala wanita itu, membuat kulitnya merasakan hangatnya cairan merah yang mengalir.
Napasnya terhenti, dan hatinya.. Mengapa hatinya terasa sangat sakit? Apakah hatinya telah ikut berduka dan menitihkan bulir air mata karena melihat wanita di pangkuan Shawn tengah terbaring tak berdaya?
Suara dari sirine ambulance yang memekikan telinga tak dihiraukannya. Shawn masih tertunduk menatap wanita itu.
"Shawn?" Suara Peter lah yang pada akhirnya mampu menyadarkannya. Shawn mengerjap beberapa kali, napasnya terengah. Ia benar-benar telah kembali mendapatkan kesadaran, dan segera mengangkat tubuh mungil wanita itu masuk ke dalam ambulance.
T h e J o u r n e y
Roda dari blankar rumah sakit itu berputar dan berputar, mengantarkan sang penumpang menuju sebuah ruangan. Ruangan yang mungkin akan memberikannya kematian yang menakutkan atau mungkin kehidupan kedua? Tak ada yang tahu..
Langkah Shawn terhenti. Dia membiarkan wanita itu masuk ke dalam ruangan yang sangat sunyi senyap, melawan datangnya maut seorang diri. pandangannya perlahan menyaksikan pintu ruangan bergerak..bergerak.. Hingga akhirnya tertutup.
Tak banyak yang bisa ia lakukan, Shawn hanya terduduk lemah, menyandarkan punggungnya di samping pintu ruang gawat darurat. Lengannya masih dipenuhi oleh darah, ritme napasnya masih jauh dari kata normal.
"Aku yakin dia akan baik-baik saja," gumam Peter pelan.
"Aku harap begitu."
"Shawn?" panggilnya hati-hati.
Orang yang dipanggil berbalik, ia menatap lurus ke arah Peter. "Hmm," balasnya dengan gumaman.
"Lebih baik kau bersihkan darah di lenganmu."
Sesaat ia menatap kosong ke arah depan, lalu menghembuskan napas berat. Shawn berdiri dan mengikuti saran dari Peter.
Setiap pasang mata yang melihatnya melintasi lorong rumah sakit tak ia hiraukan. Bahkan ada beberapa orang yang berhasil mengabadikan momen itu dengan foto. Tak peduli, itulah kata-kata yang saat ini mewakili perasaannya.
Entah bagaimana, namun ia baru menyadari bahwa saat ini dirinya sudah berada di kamar mandi rumah sakit. Shawn memandang lurus ke arah pantulan dirinya di cermin. Tak bergerak, ia bergeming di tempatnya untuk beberapa saat, memastikan bahwa ini semua bukanlah mimpi buruk yang terkadang membuatnya terbangun di malam hari.
Shawn tertawa getir, "Kau bodoh!"
Salah satu tangannya memutar keran air dan dia pun segera membersihkan semua darah yang menempel pada tubuhnya. Shawn menghentikan aktivitas tepat pada saat ia merasakan ada getaran yang dihasilkan dari ponsel di saku celananya.
"Shawn, apa kau gila! Kau dimana?" itulah kalimat pertama yang ia dengar saat pertama kali mengangkat panggilan.
"Aku tidak bisa datang kesana."
"Kau ingin meninggalkan konsermu begitu saja? Kau tidak tahu bahwa semua penggemarmu sedang tak henti-hentinya memintamu untuk segera keluar?"
Shawn kembali menghembuskan napas berat. Ya Tuhan.. Jika saja ia bisa mati saat ini juga dan melupakan semua hal yang sedang terjadi.
"Aku telah menabrak seorang wanita, dan aku benar-benar tidak bisa datang kesana."
"Menabrak seorang wanita?" ucap seorang pria di telpon dengan nada tinggi, membuat Shawn harus sedikit menjauhkan ponsel dari telinganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Journey [Shawn Mendes]
ФанфикMasa depan. Sesuatu yang abstrak, tidak seorangpun dapat mengetahui apa yang akan terjadi pada dirinya di masa yang akan datang. Namun, jika diberi kesempatan untuk singgah dan melihat gambaran diri kita beberapa tahun ke depan, maukah kalian? Sem...