Episode 6

751 98 19
                                    

Shawn menatap pantulan dirinya di cermin, pria itu terlihat sangat rapi dengan balutan kameja dan juga jas yang serba hitam. Kalian mungkin sudah dapat menebak kemana dia akan pergi dengan pakaian seperti ini?

Shawn memejamkan kedua matanya, diikuti dengan hembusan napas yang terdengar berat.

"Aku akan ikut denganmu," ucap Peter yang lebih terdengar seperti permohonan.

Shawn segera menggelengkan kepalanya, "Tidak, aku yakin akan banyak orang yang datang kesana, kau tidak bisa pergi."

Walaupun terdengar mengecewakan, namun Peter tetap meng'iya'kan perkataan Shawn. Peter benar-benar ingin pergi, pergi menyaksikan salah satu wanita terpenting dalam hidupnya tertidur dengan damai untuk waktu yang sangat teramat lama.

Suara klakson dari mobil hitam yang terparkir di halaman luar memecah keheningan yang sedari tadi melingkupi ruangan ini. Shawn bagkit dan segera pergi, dia masuk ke dalam mobil. Tak lama setelah itu, sang supir menyalakan mesin dan mobil melaju dengan kecepatan rata-rata.

Tak dipungkiri bahwa saat ini pria itu belum mampu untuk menenangkan hatinya, menghilangkan rasa dingin yang menjalar di kedua tangannya, juga kakinya yang bergetar semenjak kepergiannya tadi. Shawn memandang kosong ke luar jendela mobil, dan dia lagi-lagi menghembuskan napas berat. Tak biasanya langit kota Toronto terlihat begitu mendung di pagi hari. Aku tidak ingin kalian bersedih seperti ini, aku hanya berharap kalian menampakkan langit biru cerah seperti biasa, setidaknya untuk menguatkanku menghadapi semua yang terjadi, batinnya.

Mobil terhenti, Shawn meraih buket bunga yang tergeletak di disampingnya. Dia membuka pintu mobil dan turun. Kilatan cahaya dari kamera-kamera dan berbagai pertanyaan dari wartawan menyambutnya di luar mobil itu.

"Shawn bisa kau jelaskan kronologis dari kecelakaan ini?"

"Karirmu mungkin akan hancur, apa yang akan kau lakukan?"

"Apa kau memiliki hubungan spesial dengan wanita itu?"

Para staf keamanan membantunya membuka jalan, perlahan dia melangkah. Mulutnya bungkam, tak ada satu pertanyaan pun yang ia jawab.

"Tolong katakan sesuatu Shawn!"

"Kau seorang pembunuh, apa tanggapanmu tentang pendapat itu?"

Langkahnya terhenti saat itu juga, ia menundukan kepalanya. Pembunuh? Apakah benar-benar kata itu yang kini telah melekat dalam dirinya. Tidak! Dia bukan seorang pembunuh, dia tahu itu hanya kecelakaan. Tapi.. Tapi Shawn memang sudah membuat gadis itu mati. Apakah dia benar-benar seorang pembunuh?

Dadanya benar-benar terasa sesak, ia sulit untuk bernapas. Bukan karena banyaknya kerumunan orang di sekelilingnya, bukan juga disebabkan oleh penyakit yang mungkin dideritanya.

Kuat. Itulah yang harus Shawn lakukan. Dia melanjutkan langkah, hingga akhirnya terhenti di sebuah tempat peristirahatan wanita itu, Calista Alexander Windley.

Keriuhan yang semula menghiasi suasana pemakaman ini lenyap seketika, karena para wartawan telah pergi. Shawn meletakkan buket bunga yang dibawanya di atas makam yang terlihat masih sangat baru. Dia tersenyum miris sembari mengusap pelan batu nisan di hadapannya.

"Maaf," itulah satu kata yang mampu ia ucapkan.

Matanya memerah. Namun saat cairan hangat akan menetes dari pelupuk matanya, tiba-tiba hujan turun. Sang langit tengah merasakan hal yang sama dengannya. Tubuh pria itu luruh ke atas tanah, kepalanya tertunduk. Dia hanya diam, membiarkan tubuhnya basah oleh derasnya hujan. Tak ada yang tahu bahwa kini Shawn telah benar-benar mengeluarkan air mata, ia benar-benar menangis, tak ada yang tahu, tak seorangpun.

The Journey [Shawn Mendes]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang