Episode 19

342 45 2
                                    

Yang menyebabkan kematian Cassandra bukanlah kecelakaan itu, tapi--
Tapi cairan pottasium yang disuntikan melalui cairan infusnya.

Siang itu adalah waktu dimana aku akhirnya mengetahui penyebab kematian Cassandra yang sebenarnya. Bukan, semua ini bukanlah kesalahan Shawn. Pihak rumah sakit juga ikut andil dalam kematian saudara kembarku.

"Sebenarnya cairan pottasium memang seringkali digunakan untuk proses pengobatan, namun kali ini aunty yakin bahwa mereka telah melakukan kesalahan yang sengaja disembunyikan."

Itulah yang dikatakan aunty Elena. Menuntut pihak rumah sakit? Aku tidak bisa melakukannya karena kurangnya bukti. Menuntut rumah sakit besar hanya dengan hasil jepretan catatan medis dalam ponselku tak akan mengubah apapun. Tak ingin putus asa, aku akan terus menguak setiap bukti yang mungkin bisa memperkuat tuntutanku kelak. Aku akan terus memperjuangkan keadilan untuk kematian Cassandra.

Namun----satu hal yang saat ini bisa kusimpulkan. Shawn tidak bersalah, dan tidak sepantansnya aku memperlakukannya seperti layaknya seorang pembunuh lagi. Aku akan berubah, seorang Calista Alexander Windley akan mulai membuka hati untuk pria bernama Shawn Peter Raul Mendes. Dan hari ini adalah waktu yang tepat untuk itu.

Kusisir berbagai macam pakaian yang tergantung dalam lemari. Sejak pertama kali bertemu dengan Shawn, aku hanya memakai pakaian dengan warna-warna gelap, tapi hari ini tidak lagi.

Kuraih sebuah dress biru langit sepanjang lutut dan segera mengenakannya. Rambut panjangku kubiarkan tergerai tak beraturan. Dan sepasang sneakers berwarna putih cerah menjadi polesan terakhir yang kupilih, tak lupa juga tas kecil yang kusampirkan di bahu sebelah kanan.

Sempurna.

"Aku sudah ada di depan apartmenmu, kuharap kau sudah bangun di jam sepagi ini."

Tulis Shawn dalam sebuah pesan singkat, tanpa sadar kedua sudut bibirku mengembang. Tak ingin membuatnya menunggu, aku pun segera menghampiri Shawn yang kini tengah menyandarkan punggung ke pintu mobil dengan tangan terlipat di dada.

"Ayo berangkat!" seruku tanpa basa-basi.

Shawn terkejut namun langsung menyuguhkan tawa sumringah. Pria itu mengenakan celana jeans hitam,baju sepanjang siku, dan jam tangan sport, style yang memang sering kulihat pada hari-hari biasa. Namun gaya rambutnya sedikit berbeda, mungkin dia telah memotongnya kemarin.

Mobil melaju seiring dengan pedal gas yang Shawn injak. Entah ke taman mana dia akan membawaku, dan akupun masih tak mengerti kenapa dia harus mengajakku bertemu disana. Tapi aku hanya diam, tak terlalu banyak bertanya.

"Penampilanmu memang berbeda atau itu hanya perasaanku saja?" Shawn memulai percakapan.

"Penampilanku memang seperti ini sejak dulu," elakku cepat.

Shawn menoleh, berusaha melakukan kontak mata untuk beberapa detik, lalu dia tersenyum. "Kau terlihat cantik."

Aku tak menimpali, hanya menggigit bibir bawah menahan malu. Dan aroma khas dari parfum Shawn baru kusadari sekarang, wanginya memdominasi udara di dalam mobil, terasa sangat menenangkan.

Aku ingin membuka diri untuk bisa lebih dekat dengannya, namun karena memang sedari dulu sudah terbiasa bersikap dingin, suasananya jadi terasa sangat canggung. Aku bingung harus melakukan apa disaat-saat seperti ini.

Beberapa saat menghambiskan waktu di perjalanan, kita pun tiba di tempat tujuan. Shawn turun dari mobil dan membukakan pintu untukku, sama seperti beberapa adegan dalam film yang kutonton, cukup menggelikan namun romantis.

Desiran angin sejuk langsung menerpa rambut dengan lembut tepat saat kakiku menginjak rerumputan hijau di taman ini. Aku memandang sekitar, banyak sekali pengunjung yang sedang menghabiskan waktu, terutama anak kecil yang datang bersama keluarga mereka. Di samping taman, berjajar para pedagang yang menjual berbagai jenis makanan, aksesoris, maupun mainan. Aku tersenyum kecil, merasa nyaman dengan suasana yang baru saja menyambutku.

The Journey [Shawn Mendes]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang