Episode 16

503 65 13
                                    

Gumpalan awan putih yang kunaiki sepertinya sudah mulai menyukai penunggangnya, benda itu bergerak memutar, ke atas, dan ke bawah walaupun tak ada hal apapun yang kupikirkan, seperti sedang mengajak bermain.

"Kau sudah bisa beradaptasi dengan benda itu?" suara bergema Asa membuatku spontan menoleh ke arahnya lalu mengangguk.

"Ya, ini adalah alat paling keren yang pernah kutemukan."

Asa tak menjawab, lalu dia menatap ke arah bola kristal yang sebelumnya kusentuh, wajah muram Calista kecil terlihat masih menghiasi. Tawaku pudar saat itu juga.

"Apa yang terjadi dengan Calista?" tanyaku kembali merasa lemah, tak kuat menahan air mata.

Asa menatap sendu dengan senyum kecil di kedua sudut bibirnya, "Aku diutus sang penguasa untuk menemuimu."

"Menemuiku?" Berbagai pertanyaan tiba-tiba bermunculan dan berseliweran dengan gamblang dalam pikiranku. Aku masih bergeming, mencoba menyusun satu kalimat paling tepat untuk dilontarkan, namun Asa lebih dulu bersuara sebelum kalimat itu terangkai rapi.

"Mendekatlah, genggam bola kristal itu!" pintanya masih terdengar ramah, tak mengubah pandangan awalku terhadap pria ini.

"Mendekatlah!" ucapku dalam hati sambil menatap lurus ke arah bola kristal. Sepersekian detik kemudian gumpalan awan membawaku melayang mendekat. Dengan sedikit ragu, kuraih benda itu dan menggenggamnya kuat-kuat. Tiba-tiba rasa dingin langsung menjalar ke seluruh tubuh tanpa ampun. Dingin sekali, berkali-kali lipat dibanding suhu dingin yang sering kurasakan saat musim salju tiba.

Tubuhku menggigil hebat dan kulitku berubah pucat, seolah seluruh pembuluh darah ikut membeku. Bibir dan wajahku telah membiru, tubuhku lemas dan hampir ambruk, namun sebisa mungkin aku menguatkan diri.

Satu menit yang menyiksa berlalu, aku masih bertahan. Namun di detik selanjutnya tubuhku terjungkir dari gumpalan awan dan terjatuh menimpa lantai kaca transparan. Bola kristal di genggamanku terlepas dan menggelinding dengan sendirinya ke arah tengah, jauh disana terlihat sebuah lubang kecil yang entah kapan muncul. Saat itu aku menyadari bahwa lubang itulah yang dituju bola kristal, benda itu tertelan dan menghilang dari pandanganku begitu saja.

Cahaya putih menyembur. Dengan posisi tergeletak di atas lapisan kaca, aku mengangkat salah satu tangan untuk menghalau kilatan cahaya. Melihatku tak berdaya, Asa pun turun ke permukaan dan mendekat. Tangan kanan yang dilapisi sarung tangan abu-abu yang selaras dengan pakaiannya terulur ke arah dadaku. Seiring dengan sentuhan tangan Asa, tubuhku kembali mendapatkan energinya, kehangatan seakan menjalar ke seluruh organ dalam dan membuat tubuhku normal seketika.

"Berdirilah!" ucapnya datar, tanpa ada nada khawatir atau terkejut sedikitpun. Sudah dapat dipastikan bahwa kejadian yang saat ini menimpaku sudah sangat sering ia alami.

Aku bangkit dan berdiri tegak menatap ke arah objek menarik di tengah sana. Cahaya menghilang dan lubang yang semula kecil terus terbuka lebar. Mataku tak berkedip sampai akhirnya pergerakan lubang itu terhenti. Baru saja aku menghembuskan napas panjang, sesuatu mengejutkan kembali terjadi. Dari bawah lubang besar itu melesat sebuah tabung transparan berukuran besar.

Dari semua kejadian, inilah yang paling membuatku terkejut dan tak mampu melakukan apapun lagi. Paru-paruku seolah berhenti beroperasi beberapa saat hingga aku tak sanggup bernapas, dan----tubuhku kembali membeku dan bergeming di tempat walaupun tak ada aliran es seperti saat tadi aku menggenggam bola kristal itu.

Di dalam tabung, terlihat Calista kecil tengah memejamkan mata, wajahnya pucat, dan matanya sembab. Ada besi dengan lampu biru tua menyala-nyala yang mengikat tubuhnya.

"Calista tak mampu kembali pada kehidupan masa kecilnya, tubuhnya terlanjur tertahan di tabung itu."

Tak ada jawaban, aku masih menatap sendu ke arah Calista.

The Journey [Shawn Mendes]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang