45. The Call

2.4K 208 11
                                    

"Willo," panggil Aldric dengan nada dingin sesaat setelah ia memasuki kamar Willo.

"Iya, Bang?" Willo bangun dari posisi tidurnya menjadi duduk.

Aldric duduk di kursi belajar Willo dan mendekatkan dirinya pada Willo.

"Gue mau nanya."

"Tanya aja, Bang."

"Nura prioritas lo bukan sih?"

Willo tampak bingung, "Iyalah, Bang. Kenapa emangnya?"

"Kalau prioritas, terus kenapa OSIS bisa tetep ngalahin prioritas lo?"

"Tadi gue udah mau izin, tapi gak boleh sama ketuanya," jawab Willo sopan.

Aldric mendekat lagi dan memegang pundak adiknya, "Kalau gue jadi lo, gue bakal tetep berontak dan jemput Nura. Daripada dia harus sendirian nunggu yang gak pasti di kelasnya sampe ketiduran."

Aldric tersenyum tipis pada Willo.

Aldric melepas pegangannya, lalu ia berdiri dan bersiap meninggalkan Willo.

"Tapi tenang aja, selama ada gue, Nura aman."

Willo mengerutkan dahinya.

"Tadi dia gue yang anter pulang."

Aldric pun meninggalkan kamar Willo.

Dengan cepat, Willo mengambil ponselnya, lalu menghubungi Nura.

20.29

Willo: Oh jadi tadi kamu pulang bareng abang?

Willo: Dan kamu sampe aku cariin lama banget gak ada, itu krn kamu udah pulang duluan sama abang?

Willo: Gapapa Ra.

20.31

Nuragi: Kamu itu dr semenjak aku pulang aja, kamu belum nanya kabar aku.

Nuragi: Bahkan, kamu udh sampe rmh apa belum aja aku gatau.

Nuragi: Tiba2, kamu dtg dan ngomelin aku?

Nuragi: Kamu gak sadar kamu udah ninggalin aku berjam-jam?

Nuragi: Gak sadar? Apa perlu disadarin?

Willo: Iya aku sadar. Tapi itu bukan jadi alasan buat kamu untuk pulang sama abang dan biarin aku nyariin kamu sampe bermenit2.

Nuragi: Kamu maunya ditunggu, dan ngejar pas aku udah capek.

Nuragi: Hahah. Cowok, emang egois.

Willo: Aku aja mau nunggu kamu selama kamu masih sama abang.

Willo: Itu berbulan2 Ra

Willo: Dan km nunggu aku 2 jam aja gabisa?

Read.

"Terserah lo!" Nura berteriak pada ponselnya sendiri, lalu melempar ponselnya asal.

"Sial, dibaca doang. Terserah lah," di sisi lain, Willo juga melakukan hal yang sama.

Nura menutup wajahnya dengan bantalnya. Nura bisa-bisa darah tinggi jika terus-terusan memikirkan Willo.

Tiba-tiba, ponsel Nura berbunyi.

Nura pun terkejut.

Nura langsung mengambil ponselnya, berharap yang menghubunginya adalah Aldric.

Benar saja, saat ia melihat layar ponselnya, nama Aldric terpampang jelas.

Senyum Nura berkembang.

"Halo?" Sahut Nura langsung sepersekian detik setelah ia mengangkat.

"Sibuk?" Tanya Aldric lembut.

"Engga," jawab Nura agak lemas dan malas.

"Lo kenapa? Kok kayak ngga ada gairah ngomong?"

"Ngga apa-apa."

"Dibalik ngga apa-apa pasti ada apa-apa."

"Tau darimana?"

"Quotes google," Aldric terkekeh, pun Nura. "Tapi serius serius, kenapa?"

"Kesel."

"Cerita sini sama gue. Cerita."

Nura pun menceritakan tentang Willo tadi.

"Udah, putusin aja. Lo sama gue aja," kata Aldric dan membuat Nura terkejut.

"Masa cewek kayak lo disakitin sama Willo sih. Siapa dia coba? Apa perlu gue yang buat kalian putus?"

"Ya...ya engga gitu juga Al. Cuma aku kesel aja."

"Ah, lo mah gak seru. Putusin aja."

"Gimana ya? Ga bisa Al."

"Kalau lo sama dia berantem lagi, lo balikan sama gue. Gue kasih jangka waktu untuk ga berantem sampe tanggal gue pengumuman UN."

"Minggu depan dong?"

"Ya, iyalah."

"Kalau gak berantem?"

"Yaudah, lo berdua ke samudra paling jauh aja sono, jangan muncul di muka gue lagi."

Nura tertawa.

"Udah malem Ra. Ga tidur?"

"Belum bisa."

"Gue temenin ya?"

"Boleh."

"Gue itung sampe tiga, tidur jangan bicara lagi. Oke?"

Nura malah tertawa, "Oke oke."

"Satu..dua..tiga. Tidur!"

Nura terdiam agar Aldric kira ia tidur.

Sampai 30 menit kemudian, Nura masih belum bisa tertidur.

"Ra? Udah tidur kan?"

Nura tidak menjawab.

"Oke, bagus."

Aldric menarik nafasnya lamat-lamat, lalu membuangnya dengan perlahan.

"Dulu, sebelum lo amnesia, biasanya gue kayak gini ke lo. Nemenin lo tidur, terus pas lo tidur, gue cerita sama lo Ra."

"Entah kenapa, gue suka aja gitu kayak gini."

Nura tersenyum.

"Gue sebenernya masih sayang banget Ra sama lo. Bangeeeet! Dan belum ada lah yang bisa gantiin lo gitu. Gue juga gatau deh kenapa."

"Andai aja lo belum jadian sama Willo, Ra. Gue tembak lagi dah lo di depan nyokap lo. Mau pake bunga sebanyak apapun gue jabanin Ra. Ya, demi dapetin lo," Aldric tertawa malu.

"Tapi Tuhan berkata lain. Tuhan nyuruh Willo jagain lo buat gue."

"Gapapa kok lo pacaran sama dia dulu, tapi nikahnya nanti sama gue ya?"

"Iya, Aldric ku sayang," Aldric meniru-niru suara Nura.

Nura tak bisa menahan tawanya.

"Oke, sampe segitu dulu aja. Gue tidur ya Ra."

"Love you," ucap Aldric lembut. Sangat lembut.

"Sampai ketemu di mimpi, Ra."

Aldric tersenyum, membuat setetes air mata jatuh dari kelopak matanya.

| | | | |

Tangerang, 20 Desember 2016

Started By LINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang