67. The Wedding Day

2.4K 164 6
                                    

Tinggal beberapa jam lagi, Aldric akan sah menjadi suami Cia, dan yang pasti akan membuat Nura mungkin akan merasakan sakit yang lebih lagi.

"Ra...dateng plis...," gumam Aldric.

Tak lama dari itu, Nura datang dan masuk ke dalam kamar rumah sakit Cia, bersama seseorang.

"Willo..."

Baru hendak ingin melangkah untuk memberikan satu bogeman pada Willo, tiba-tiba Aldric tersadar, bahwa ia saja sebentar lagi akan menjadi pasangan sah Cia. Apa alasan yang tepat untuk dirinya marah pada Willo yang menemani kekasihnya datang ke nikahannya sendiri?

Aldric mendekat ke arah Nura dan Willo, lalu ia tersenyum.

"Makasih Ra udah dateng," kata Aldric.

Mencoba untuk tegar, Nura tersenyum.

"Semoga lancar."

Aldric menganggukkan kepalanya.

2 jam kemudian, pernikahan dilangsungkan.

Aldric bersalaman dengan sang penghulu untuk mengucap kata demi kata yang akan membuatnya sah menjadi pasangan milik Cia.

Di tempatnya, Nura melingkarkan tangannya di lengan Willo dan menyenderkan wajahnya di pundak Willo saat ia mendengar Aldric mengucap kalimat ijab qobulnya.

Semakin mendekati ke arah sah, semakin erat Nura menggandeng Willo.

Dengan memejamkan matanya, Nura akhirnya mendengarkan kata 'sah' terucap dari semua pihak keluarga yang mendatangi acara kecil itu.

Satu tetes air mata lolos dari kelopak matanya secara tiba-tiba.

Willo yang menyadari pundaknya agak basah, langsung membawa Nura keluar. Di tempatnya, Aldric hanya memandangi Willo yang sedang merangkul Nura keluar.

Sakit? Ya, memang sakit.

Apalagi menyadari dirinya telah menyakiti hati perempuan yang sudah sangat ia sayangi itu.

Ditambah, melihat Willo bersama Nura lagi.

Kenapa rencana Tuhan susah untuk ditebak..., batinnya.

| | |

"Ra...," Willo memegang pundak Nura mencoba melepaskan Nura dari lengannya.

Bukannya melepas, Nura malah memeluk Willo.

"Willooooo, sakiiit dengernyaaaa," keluhnya sambil terisak.

"Gue udah nyusun rencana kehidupan gue sama diaaa, tapi kenapa akhirnya giniiii...?" Tanya Nura dengan suara seperti orang putus asa.

| | |
(((Intermezzo: aku pun tak tau gimana suara orang seperti putus asa wkwk)))
| | |

"Ra, plis jangan kayak gini...nanti abang sedih loh kalau lo kayak gini. Percaya sama gue...," kata Willo mencoba menenangkan Nura.

Padahal, bukan Aldric saja yang akan sedih, tetapi dirinya sendiri pun juga akan sedih.

"Udah yuk ah jangan nangis," Willo mengelus kepala Nura, "tunjukkin ke abang kalo lo itu memang perempuan kuat seperti apa yang dulu pernah dia bilang ke gue."

Tiba-tiba Nura berhenti terisak.

Nura melepas pelukannya, lalu menghapus air matanya.

Ia merapikan wajahnya yang sempat berantakan karena menangis.

"Iya, Willo bener," kata Nura.

Nura membiarkan jari-jarinya menyelip di antara jari-jari Willo dan ia mengajak Willo masuk.

Di dalam, dengan gandengan tangannya dengan Willo, Nura mendekatkan diri pada Ariq dan Cia walau dengan perasaan yang masih tak rela.

"Selamat ya," kata Nura tanpa mengulurkan tangannya ke arah Aldric atau Cia.

"Makasih, Nura," Cia tersenyum.

Berbeda dengan Aldric. Aldric yang sedang duduk di sebelah Cia, langsung berdiri dan melepas genggaman tangan Nura dan Willo. Aldric menarik Nura keluar dan menjauh dari kamar itu.

Willo dan Cia sama-sama sempat kaget, tapi mereka mengerti karena Nura dan Aldric pasti masih sangat saling menyayangi.

| | |

"Ngapain Nura di bawa sampe taman kayak gini? Kenapa gak ngomong di hadapan istri Aldric aja?" Tanya Nura dengan suara gemetar.

"Ra, aku tau kamu pasti masih gak rela. Tapi plis Ra, tunggu aku. Tunggu sampe aku udah gak sama Cia, tunggu."

Nura mendengus, "Kalau misalnya kalian sendiri gak akan pisah-pisah gimana?"

Nura tersenyum dengan air mata yang lagi-lagi siap untuk jatuh ke sekian kalinya.

"Udah cukup dulu sama Lia, sekarang sama Cia. Apa gak cukup buat Aldric untuk terus-terusan sakitin Nura? Apa gak cukup?"

Aldric terdiam sambil memandangi wajah Nura.

"Cukup Al. Cukup," Nura tersenyum.

"Selamat atas pernikahan kamu, dan semoga kamu bahagia sama dia, lebih bahagia dibanding waktu kamu masih sama aku."

Nura menarik nafasnya lamat-lamat.

"Dan satu hal."

"Apa, Ra?"

"Jangan pernah cari aku lagi. Hidupku udah cukup sama laki-laki kayak kamu."

Nura berbalik badan dengan isakan tangisnya dqn perasaan yang sudah pasti tak rela, meninggalkan Aldric yang mematung di tempatnya.



Percayalah, bila mana Tuhan sudah menetapkan apa yang akan menjadi milikmu, akan selalu menjadi milikmu. Dan Tuhan tidak akan pernah menukarnya, kalau tidak dengan yang lebih baik.

| | | | |

THE END

Tangerang, 24 Januari 2017















































































WKWKWKWKWK. GA DENG BELUM THE END. wkwkwkwkwkwk.

Started By LINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang