66. The Invitation

2K 152 4
                                    

Tepat sehari lagi, Nura dan Aldric genap setahun. Tepat pula sehari lagi adalah pernikahan Aldric dan Cia.

Tanggal pernikahan keduanya ditetapkan oleh mama Cia dan akan diadakan di rumah sakit di mana Cia sekarang dirawat.

Malam ini, Nura sedang berbaring di kamarnya. Masih memikirkan hal yang sama; Aldric akan menikah dengan orang lain.

"Masa sih? Gue masih ga percaya," ucapnya.

"Aldric terlalu muda buat nikah sekarang. Umurnya kan masih 17 tahun baru mau 18 tahun."

Nura menggeleng-gelengkan kepalanya, berharap ini hanyalah sebuah angan dan mimpi.

Oh, ternyata...

Saat Nura mencoba meyakinkan itu hanyalah sebuah mimpi, Nura menerima pesan yang menampar Nura dan menyadarkannya bahwa ini bukanlah mimpi.

22.17

Aldric: Ra aku tau ini udh mlm bgt dan mgkn km udh bobo.

Aldric: Tp, klo km mau, bsk dtg ya ke rs bunda, aku nikah di sana...

Aldric: I love u Ra.

Lagi-lagi, Aldric sukses membuat Nura menangis.

Lagi-lagi, Aldric sukses membuat Nura pusing sendiri dan geliyat di kamarnya.

Lagi-lagi, Aldric sukses membuat hati Nura ngilu dan terasa perih, seperih matanya yang sedang menahan air mata di kelopak matanya.

"Kenapa coba? Kita harus dipertemukan kalau pada akhirnya kita dipisahkan? Kenapa?" Tanya Nura kepada dirinya sendiri.

Merasa tidak bisa menahan semuanya sendiri, Nura memutuskan untuk menghubungi dan mengajak bertemu dengan seseorang yang ia percaya selain Aldric, untuk meminjam pundaknya sebentar.

| | |

"Ra?" Lelaki itu langsung duduk di sebelah Nura setelah ia menemuka keberadaan Nura.

"Wil...," lirihnya dengan air mata yang pasti sudah ia tahan sedaritadi.

"Udah jam segini, kok lo malah minta ketemu?" Willo mencoba merangkul Nura dan mengusap-usap pundaknya.

Tanpa menjawab terlebih dahulu, Nura langsung menyenderkan kepalanya di dalam dekapan Willo.

"Hug me and tell me everything is gonna be okay."

Willo jadi bingung sendiri.

"Karena pernikahan abang?" Tanya Willo to the point.

Nura menganggukkan kepalanya.

"Ra...," panggil Willo lembut.

"Apa yang udah ditetapkan untuk jadi milik lo, akan selalu jadi milik lo."

"Mungkin memang iya, sekarang abang disuruh jaga Cia dulu sampai Cia mungkin sembuh, atau mungkin sampai Cia tiada...tapi percayalah, kalau dia memang milik lo, dia bakal balik ke lo, Ra."

"Tuhan nggak mungkin menukar apa yang Tuhan sendiri takdirkan untuk lo. Nggak mungkin."

"Emang, gue gampang banget ngomong ini mungkin bagi lo. Tapi engga, nggak gampang, karena gue pernah ngerasainnya walau bukan ditinggal nikah."

"Kayak lo waktu itu, diambil lagi kan sama abang gue padahal gue masih sayang banget sama lo?"

Nura tambah terisak.

"Gue meyakinkan diri gue, kalau lo punya gue, gak mungkin lo bakal diambil lagi sama abang yang sebelumnya udah milikin lo. Karena lo pada akhirnya akan ke dia-dia lagi walau lo coba untuk gak sama dia lagi."

"Ra...tenang ya, gue ga bakal kok ninggalin lo. Gue bakal nemenin lo sampe hati lo sembuh. Dan bahkan, besok gue akan nemenin lo ke nikahannya abang, biar gak terlalu sakit."

"Dan, biar lo gak bunuh diri juga sih," Willo malah terkekeh.

Nura memukul dada Willo dengan pelan karena ucapan terakhir Willo.

Tak sia-sia Nura meminta untuk Willo menemaninya sekedar menongkrong di kafe kecil ini, bahkan walaupun sekarang sudah malam.

"Makasih, Wil," Nura tersenyum, pun Willo.

| | | | |

Tangerang, 24 Januari 2017

Ah, gak nyambung keknya wkwkwk.

Started By LINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang