Angin malam seakan menusuk pelan kulit Rani yang hanya mengenakan kaos tipis pendek. Di depannya, ada Ethan yang sedang fokus mengendarai motor menuju ke arah rumahnya.
Perjalanan ini hanya diisi dengan percakapan Rani yang menujukkan arah rumahnya pada Ethan, selebihnya kedua orang itu lebih memilih diam. Ethan tidak ingin membuka percakapan lebih lanjut, nyatanya cowok itu lebih suka suasana hening seperti ini.
Rani juga tidak tau harus berbicara apa lagi pada Ethan, ia tidak terlalu menyukai keadaan seperti ini. Rani termasuk orang yang cukup periang, juga senang berbicara banyak. Namun sekarang, untuk berbicara dengan Ethan, seakan keahliannya berbicara hilang seketika.
"Ke mana lagi?" tanya Ethan, Rani memerhatikan di mana mereka sekarang.
"Belok kanan, perempatan nanti lurus aja."
Ethan mengangguk tanpa berbicara banyak, segera mungkin menjalankan motornya sesuai instruksi dari Rani.
"Itu yang rumah warna biru muda, di sana ya," tunjuk Rani pada salah satu rumah yang sudah terlihat oleh kedua mata Ethan.
Ethan hanya kembali mengangguk, kemudian melajukan kendaraannya hingga sampai di depan rumah berwarna biru muda yang ditunjukkan oleh Rani.
Setelah motor besar Ethan berhenti, dengan hati-hati Rani melangkah turun dari sana, ketika kakinya sudah menginjak tanah, perempuan itu tersenyum tipis. "Makasih, Ethan."
Kata terimakasih kedua yang ia ucapkan pada Ethan, Ethan hanya merespon sama seperti sebelumnya, menganggukan kepala.
"Hati-hati ya."
"Iya," jawab Ethan singkat, setelah itu kembali melajukan motornya, meninggalkan Rani di depan rumahnya yang menatap kepergian Ethan hingga punggung cowok itu tidak lagi terlihat.
Ethan mengendarai motornya dengan lambat. Sepi, tenang, sejuk, ia menyukai saat-saat seperti ini. Terhitung hanya tujuh menit dari rumah Rani, hingga ia sampai ke rumahnya lagi. Jarak dari rumahnya ke rumah Rani terbilang dekat, bahkan bisa dikatakan masih berada pada satu komplek perumahan yang sama.
Cowok itu memilih untuk segera pulang, mengistirahatkan tubuhnya yang agak lelah, sudah tidak berniat kembali ke tempat ia berkumpul dengan teman-temannya tadi.
Ethan memasuki rumahnya perlahan, mewanti-wanti keadaan sekitar, lampu rumahnya sudah dipadamkan, yang berarti semuanya sudah tertidur. Helaan napas lega lolos dari Ethan. Ia melangkah berjalan memasuki rumahnya, baru beberapa langkah, lampu rumahnya malah menyala, membuat ia menoleh ke arah saklar dan mendapati seorang perempuan berusia kepala empat sedang melipat tangannya di depan dada.
"Bagus ya kamu, bagus emang anak Mama." Thea memberikan tatapan tajamnya lagi pada Ethan."Jangan natap mama balik, Mama lagi ngga adu tatap!" peringat Thea, Ethan membatalkan niatnya, tadinya ia ingin membalas tatapan Thea. "Dari mana kamu?"
"Main."
"Besok sekolah, liat coba sekarang udah jam berapa? Hampir tengah malemmm!"
"Iya, maaf, Ma." Ethan menatap Thea malas.
"Maaf maaf! Kamu selalu ngulang kesalahan yang sama!" ujar Thea lagi.
Melihat itu, Ethan mengalihkan pandangan, tidak ingin melihat kedua mata Thea yang dengan garang menatapnya.
"Kalo orang tua ngomong diliat!"
"Ih tadi katanya jangan natap-natap."
"Heh! Dibilangin malah ngeyel, malah nyautin." Thea meletakkan kedua tangannya di pinggangnya.
"Iya Ma, astaga."
"Kan, masih aja nyautin, kamu nggak ada sopan-sopannya, ya sama orang tua."
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty And The Bad Boy
Teen FictionEthan Ganendra dan Aulia Maharani, dua orang yang memiliki kepribadian berbeda, namun tanpa sengaja bertemu di tempat yang tidak pernah terpikirkan oleh mereka, pertemuan singkat nya membuat Rani lebih ingin mengenal Ethan.