"Lo kenapa?"
Kini Rani dan Vano di salah satu sofa di rumah Rani, barusan Rani meminta pulang, tentu dengan senang hati Vano mau mengantarkan.
"Ahhh!" Rani malah menggerutu, tidak menjawab pertanyaan yang dilontarkan. "Ngga usah nanya-nanya deh, Van."
Vano memilih menganguk, tidak ingin Rani merasa bahwa kehadirannya justru mengganggu.
"Kok masih pake seragam sih? Ganti dulu sana," ujar Vano. Rani mengangguk mengerti, lalu berjalan menjauhi Vano menuju kamarnya.
Sekitar tujuh menit, Rani sudah kembali lagi, dengan pakaian rumah biasa, Rani duduk lagi, tepat di samping Vano.
Tin tong tin tong
Bel rumahnya berbunyi beberapa kali, Rani tidak ingin beranjak dari tempatnya, malas, ia ingin bersama Vano.
"Ran, ada yang ngebel," kata Vano, Rani mengacuhkannya.
"Bi!" panggil Rani sedikit berteriak, tidak lama, Bi Asih datang. "Bi, tolong bukain pintu, ya. Rani males gerak nih," Rani menunjukkan deretan giginya.
"Iya, sebentar ya," pamit Bi Asih, lalu meninggalkan Rani dan Vano.
"Van, gue kangen," Rani bersandar pada pundak Vano, Vano membiarkannya, tangannya terulur untuk mengusap pelan rambut Rani, kalau sudah seperti ini, Rani jadi teringat pada Ethan, biasanya dia yang melakukannya.
"Gue juga," jawab Vano. "Lo tetep ngga mau cerita sama gue?"
Rani mengambil napas lalu menghembuskannya perlahan, tidak mengerti lagi tentang kepalsuan yang selama ini dijalaninya.
"Van, gue ngga ngerti sama sekali," ujar Rani.
"Cerita aja, gue di sini."
"Gue pacaran sama orang, tapi gue sama sekali ngga punya rasa sama dia, ngga ngerti, Van, asli. Gue sayang sama temennya, tapi malah jadiannya sama dia, gue merasa ini tuh ngga bisa di-"
"Rani?"
Rani menoleh cepat, dilihatnya sudah ada Bi Asih dengan raut wajah panik, dirinya sudah mengetahui bahwa Rani berpacaran dengan Arya, entah apa yang akan dilakukan Arya melihat Rani dengan Vano.
Di sana ada Arya, Ara, serta Ethan. Ethan menatap lelaki di sebelah Rani, yang baru saja memberikan bahunya pada Rani.
Mereka bertiga melihatnya, mereka bertiga mendengarnya.
"Ar-Arya," Rani berdiri dari tempatnya, raut wajahnya tidak bisa diartikan, jika Arya mendengar semua percakapannya, Rani jadi benar-benar akan merasa bersalah.
Sementara Bi Asih memilih untuk pergi mengurusi keperluan yang lain.
Mendengar percakapan Rani dengan Vano, ditambah melihat Rani bersender di bahu Vano dengan Vano yang mengelus rambut Rani. Rani khawatir bukan main, Arya termasuk dalam tipe orang yang posesif.
Arya menyerahkan tas Rani yang ada di tangan kanannya, menatap Rani dan Vano bergantian. "Gue mau ngasih ini," kata Arya, sambil tersenyum, namun bukan senyum seperti biasanya, matanya menunjukkan hal lain, Rani bisa melihatnya, Arya terlihat kecewa.
"Kalo emang dari awal lo ngga suka gue, kenapa diterima, sih?" tanya Arya, suaranya pelan, sangat pelan.
Rani meringis, mendengar suara Arya yang parau, Rani semakin merasa bersalah.
"Kalo emang lo suka sama Ethan, kenapa ngga jadian sama dia? Kenapa sama gue?"
"Arya, gue bisa-"
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty And The Bad Boy
Teen FictionEthan Ganendra dan Aulia Maharani, dua orang yang memiliki kepribadian berbeda, namun tanpa sengaja bertemu di tempat yang tidak pernah terpikirkan oleh mereka, pertemuan singkat nya membuat Rani lebih ingin mengenal Ethan.