Ribuan rintik air hujan jatuh dari langit membasahi bumi, para pengguna jalan yang berjalan kaki dan menaiki sepeda motor berlomba mencari tempat untuk berteduh.
Salah satunya Ethan dan Rani, kini mereka memutuskan untuk berteduh di salah satu kafe dan hanya memesan teh hangat serta kopi panas.Mereka duduk berhadapan di salah satu meja yang ada di tengah kafe, Ethan mengibaskan rambutnya pelan karena basah terkena hujan, wajah serta rambutnya juga basah, namun tidak terlalu kentara, sementara Rani menatap rambutnya yang kini sudah tidak tertata rapi, lepek.
"David tadi bilang, mau ke mana sama Tania?" Ethan membuka pembicaraan.
Rani mengangkat bahunya, lalu bersandar pada badan bangku. "Ngga tau, urusan mereka juga, sih."
"Iya, ya," Ethan tertawa pelan.
Kondisi hening sebentar, sampai akhirnya pelayan kafe membawakan apa yang mereka pesan. Ethan menatap cangkir kopinya yang mengebul, karena masih panas, ia meniupnya perlahan. Baru saja ingin menyeruput kopinya, ponselnya berdering, ia melihat nama yang tertera di layar ponsel tersebut, setelah itu, tanpa pikir panjang menekan tombol hijau.
"Ya? Kenapa?"
"Than!"
Ethan menjauhkan ponselnya dari telingan5a, mendengar Gavin yang tiba-tiba berteriak dari seberang sana.
"Ape? Jangan teriak-teriak, dong!"
Rani mendongak, menatap Ethan yang kini sedang sibuk dengan lawan bicaranya, yang Rani sendiri tidak ketahui siapa orang itu. Rani menangkap ekspresi Ethan yang tiba-tiba panik, raut wajahnya jelas menunjukkan kekhawatiran.
Ethan menyadari bahwa Rani memperhatikannya, ia menoleh ke arah Rani dengan tatapan yang sulit diartikan, tenggorokannya tercekat, ingin menjawab omongan Gavin yang sejak beberapa detik lalu belum dibalas olehnya.
Ethan mencoba tenang, menarik napas perlahan, lalu menghembuskannya. "Di-di mana sekarang?" tanyanya, suaranya mendadak serak.
Rani masih memerhatikan Ethan, sembari sibuk mengaduk-aduk teh hangat di hadapannya.
Setelah mendengar jawaban Gavin, Ethan mematikan sambungan telepon, dengan cepat, ia melempar pelan ponselnya ke atas meja yang memisahkan antara dirinya dengan Rani.
Tatapan Ethan sendu.
"Ada apa?" tanya Rani, langsung membuka pembicaraan, menyadari bahwa kini raut wajah Ethan berubah.
"Ran," suara Ethan gemetar.
"Kenapa?" Rani menatap Ethan lagi, kedua tangannya membungkus tangan kanan Ethan yang sedang mengepal.
"Arya kecelakaan, balap liar."
---
"Tapi masih gerimis, lo nanti aja, ya, nyusul? Di sini dulu. Gue sekarang mau ke sana."
Rani menggeleng cepat, ia ingin ikut dengan Ethan menuju rumah sakit di mana Arya berada, sekarang juga.
"Ngga mau!" Rani segera bangkit dari tempatnya lalu merapikan beberapa barang yang ia letakkan di meja. "Mau sekarang."
"Tapi masih-"
"Bodo," potong Rani cepat. Ia menarik paksa tangan Ethan, alhasil membuat Ethan berdiri dari tempatnya.
Rani membuka pintu kafe, menampilkan jalanan yang cukup sepi karena masih gerimis, Rani menutup kepalanya dengan slingbag yang dibawanya.
"Kan, gue bilang apa, masih gerimis."
"Buruan, Than!"
Ethan mengangguk, kemudian buru-buru menaikki motornya, diikuti Rani yang duduk di belakangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty And The Bad Boy
Teen FictionEthan Ganendra dan Aulia Maharani, dua orang yang memiliki kepribadian berbeda, namun tanpa sengaja bertemu di tempat yang tidak pernah terpikirkan oleh mereka, pertemuan singkat nya membuat Rani lebih ingin mengenal Ethan.