15. A Nightmare

2.3K 241 21
                                    


A Nightmare

We all have a stories we won't ever tell

Because when we want to tell them

We have to reminisce them, the stories

And reminisce the things that hurt you the most

Is kind of murder.

Kayaknya Cuma seorang Chandra yang sedang di kejar deadline dan UAS masih bisa tersenyum-senyum sendiri sambil menopang dagu layaknya sedang membayangkan sesuatu.

Ia merasakan seseorang menoyor palanya lumayan kencang hingga membuat dia mengumpat kesal,

"sakit anjir" keluh Chandra sambil mengelus-ngelus kepalanya. Yang menoyor Cuma bisa nyengir-nyengir tanpa dosa, siapa lagi kalau bukan Bian.

"gue takut lo kesambet" kata Bian seraya menaruh pantatnya di bangku kayu panjang milik Warpin. Warpin itu warung yang paling oke, bukanya 24 jam bahkan Bian dan Chandra bingung siapa yang bergantian menjaga warung tenda besar ini?

"ya kagak lah, gila aja lo" dengan nada bicara yang masih kesal, sesekali Chandra meneguk air mineral yang sejak tadi berada di genggaman nya.

"gimana-gimana?" tanya Bian yang baru saja memesan segelas es teh botol dan siomay.

"gimana apanya?" Chandra malah balik bertanya membuat Bian berdecak kesal

"ah itu yang lagi lo deketin si kataya kataya itu"

Chandra paling males kalau Bian udah kepo gak jelas kayak gini, nyebelin tau nggak? Meskipun mereka berteman sejak wajahnya masih tanpa dosa sampe gak nyaadar kalau dosanya udah banyak, Chandra paling males bercerita soal asmaranya kepada Bian.

Karena,

Ya seantero Fakultas Teknik juga tau Bian itu orangnya gimana, si kabar-kabari Abian Tetra. Sekarang Chandra jadi tau kenapa Emila si primadona minyak itu masih menolak cintanya Bian dari Maba.

"pantes aja Emila nolak lo terus" Chandra meneguk air mineralnya hingga tandas lalu melanjutkan kalimatnya, "orang kelakuan lo kayak gini"

"yaelah lo kan temen gue, masih kaku aja" ujar Bian gak terima seraya mengaduk siomaynya yang baru saja tiba dua menit lalu.

"eh lo belom tau ya kalo gue mau duet sama Emila?" Bian kembali bersuara setelah selesai menelan kunyahan siomaynya, kali ini terdengar antusias.

Chandra langsung batuk-batuk, tersedak air liurnya sendiri, perkataan Bian terdengar seperti mimpi di telinga Chandra.

"yan, gak ada yang ngelarang lo buat mimpi setinggi langit tapi please lah yang nyata gitu lho"

"kalo gue sampe jadi duet sama Emila di malam party Graduasi senior kita, lo beliin apa yang gue mau yak!"

Ujung bibir Chandra menyeringai, Bian tuh kalo mimpi suka ketinggian tapi gak apa-apa lah ya Bian, lo gak hidup namanya kalo gak punya mimpi.

"iya dah terserah lo, selama itu dibawah satu juta" ujar Chandra mengiyakan taruhan itu, karena dia tau Emila gak akan mau duet sama Bian meskipun yaa-suara Bian emang merdu sih.

Bian kembali menyantap seporsi siomaynya sementara itu Chandra kembali beringsut diatas meja, pikiran nya kembali memutar kejadian tadi pagi sumpah demi Tuhan rasanya ia ingin melamar Cathaya saat ini juga.

Chandra sudah sering mengalami yang namanya pasang surut cinta tapi belum pernah ia merasa sebahagia ini. Pagi tadi ketika ia dan Cathaya terbagun, masih di dalam mobil tetunya, Cathaya menawarkan Chandra untuk mandi dan lain sebagainya di apartemen Cathaya.

TrilemmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang