33. A Space

1.3K 211 16
                                    

"Ya ampun Cathaya apa kabar? kamu makin cantik aja!”
Sapaan seseorang membangunkan Cathaya dari lamunan nya. Cathaya lantas mengadahkan kepalanya untuk menatap orang itu.

“Kak Alsy juga! Duduk Kak” Cathaya mempersilakan Alsy untuk menduduki kursi kosong di hadapan nya.

Sore ini keduanya bertemu di salah satu coffee shop yang tidak jauh dari tempat Alsy bekerja.

“Kamu gimana sih? Masa gak datang ke pernikahan kakak” ujar Alsy setelah menyebutkan pesanan kepada pelayan. Cathaya hanya tersenyum samar.
“Maaf kak, berbarengan sama sidang skripsi aku. Oiya ini kado nya” Cathaya meletakan bungkusan plastik yang berisikan kotak besar ntah isinya apa yang jelas itu adalah kado pernikahan untuk Alsy.

Mata Alsy berbinar-binar melihat bungkusan yang diberikan oleh Cathaya “Wah Makasih ya. Chandra masih belum ngabarin kamu juga?” tanya nya dengan raut wajah khawatir.

Cathaya tersenyum kecut, menggelengkan kepalanya. Dua tahun sudah Chandra berhenti untuk mengisi hari-hari Cathaya.
Sebulan setelah kejadian pernyataan cinta Chandra kepada Cathaya, laki-laki itu dipindah tugaskan ke Rotterdam, Belanda.

Cathaya mulai suka dan Chandra pergi.

Dua tahun tanpa Chandra, terasa berat pada awalnya tapi lambat laun Cathaya terbiasa dengan kehidupan baru nya. banyak hal yang terasa asing dilakukan sendiri oleh Cathaya.

Kini tidak ada lagi seseorang yang rela mendengarkan isakan tangisnya atau paling tidak keluh kesah nya pada pukul dua pagi.

Tidak ada lagi yang dengan senang hati menghibur Cathaya melalui setiap petikan senar gitar dan suara khas nya.

Cathaya baru sadar bahwa Chandra sepenting itu, bahwa sebagai manusia Chandra juga memiliki batas, memiliki perasaan yang harus dijaga.

“Jadi kapan kamu di wisuda?” tanya Alsy setelah menyuapkan mulutnya dengan potongan tiramisu.

“Bulan depan kak. Datang ya” pinta Cathaya yang disambut anggukan oleh Alsy lalu keduanya mulai membicarakan tentang banyak hal termasuk seseorang yang sangat Cathaya rindukan, Chandra.

Sebelum Chandra benar-benar pergi, laki-laki itu sempat berpesan
“Gue akan pindah ke Rotterdam dalam waktu sebulan. Gue harap jarak yang memisahkan kita bisa membuat lo mengerti semua ini dengan baik. Jaga diri Aya, I will always love you”

Dan jarak yang Chandra ciptakan berhasil membuat Cathaya menyadari semuanya, menyadari perasaan yang selama ini tidak pernah ia pedulikan.

Dua tahun tanpa komunikasi apalagi bertatap muka. Semuanya terasa benar-benar berat seperti ada yang hilang dari diri Cathaya.

Sore itu Cathaya menyelesaikan pertemuan nya dengan Alsy. Ia bersyukur karena Alsy memiliki wajah yang hampir mirip dengan Chandra jadi setidaknya rasa rindu itu sedikit terobati.

Cathaya berjalan ke parkiran dilihatnya sudah ada BMW putih parkir disana pun dengan pemiliknya yang sedang bersandar pada badan mobil, Cathaya lantas menghampiri nya.

“Sudah lama nunggu?” tanya Cathaya setibanya ia di dekat Nathan.

Nathan tersenyum lalu menggelengkan kepalanya “Belum kok”

“Kamu beneran meeting dekat sini atau sengaja mau jemput aku?” Tanya Cathaya dengan raut wajah jenaka.

Nathan lantas tertawa renyah “Dua-dua nya. Yuk Masuk” ujar Nathan yang langsung disambut anggukan oleh Cathaya.

Selama dua tahun belakangan ini hubungan keduanya sebagai teman semakin membaik.

Cathaya sudah terbiasa kembali dengan kebaradaan Nathan terlepas dari betapa menyakitkan nya masa lalu mereka.

TrilemmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang