as i see you
i got different kind of feeling
i swear
"Iya, abis kelas gue kesana"
"Manja banget sih, lo tuh demam atau mau lahiran?"
"oke, sabar ya"
Tut. Cathaya memutuskan sabungan teleponya secara sepihak wajahnya yang semula antusias karena menunggu antrian di starbucks kini berubah jadi agak khawatir.
"kenapa sih Cath?" Tanya Maya yang sedari tadi memperhatikan Cathaya yang teleponan.
"Chandra demam"
"Terus?" Maya mengernyitkan alisnya.
Ya menurut ngana? "Ya gue kesana lah, kasian dia gak ada yang urus tapi abis kelas selesai"
Sudah masuk semester 3 dan Cathaya termasuk mahasiswi yang daftar hadirnya hampir penuh gak ada istilah tipsen dalam kamus perkuliahan dia, kecuali ada sesuatu yang sangat mendesak. Baginya pendidikan adalah priotitas nomor satu.
"Lo yakin gak mau tipsen?" goda Maya.
Cathaya mengedikan bahunya "gak ah, Chandra udah gede masa iya Cuma karena dia demam gue harus tipsen sih? Sia-sia dong gue nugas sampai jam 3 pagi kalau gak dikumpulin hari ini"
"Pesanan atas nama Cathaya dan Maya silakan diambil" suara pegawai starbucks sedikit menginterupsi pembicaraan mereka. Maya beranjak dari duduknya untuk mengambil pesanan sementara Cathaya hanya duduk sambil memperhatikan Maya yang berjalan ke arah kasir.
Kelas baru akan dimulai pukul 15.30 masih ada waktu 30 menit lagi untuk mengusir rasa kantuk. Setelah mengambil pesanan mereka berdua berjalan meninggalkan starbucks menuju gedung fakultas mereka.
Sudah satu tahun Cathaya berteman dengan Chandra. Pertemanan yang sempat buat Cathaya sebal pada awalnya karena ia sering diteror untuk menjauhi Chandra secepatnya.
Secara teknis Cathaya itu dulu Maba, gedung Fakultas keduanya lumayan jauh kalau ditempuh dengan berjalan kaki bisa berkeringat plus pegal, dan yang terakhir Chandra terkenal sedangkan Cathaya enggak jadi lumrah saja kalau banyak yang iri.
Lagian siapa sih yang mau temenan sama orang senga begitu kalau gak inget utang budi?
Seiring berjalanya waktu rasa sebal itu hilang dengan sendirinya, ia tidak mempedulikan apa perkataan orang tentangnya lagi tidak seperti dirinya satu tahun lalu yang selalu memikirkan perkataan orang dan itu semua karena Chandra
"lo akan selalu di judge, tangan lo gak cukup buat nutup mulut mereka pada jadi lebih baik itu tangan lo pake buat nutup kuping lo"
Setelah menghabiskan frappucinonya, Cathaya dan Maya memasuki kelas mendapati kursi bagian belakang sudah terisi penuh membuat bahu mereka seketika lemas. Hal ini selalu terjadi jika mereka datang lima menit sebelum kelas Pak Indra dimulai. Dosen killer siapa pula yang sudi duduk di depan? Ganteng sih tapi kalo lagi ngomong lebih pedas dari cabe setan.
"Yaelah gak ada yang mau duduk di depan nih?" Maya bersuara sementara Cathaya langsung mengambil tempat duduk di pojok kanan depan.
"Engga May, lo aja gih Pak Indra kan jadi kalem kalo lo di depan" Jawab Sakti, salah satu teman mereka.
"Palalo kalem!" kekesalan Maya langsung disambut tawa oleh Sakti sementara itu Cathaya hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah laku Maya yang kurang ikhlas duduk di depan apalagi berhadapan dengan meja pak Indra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trilemma
General FictionTrilemma (noun) : Logic. a form of argument in which three choices are presented, each of which is indicated to have consequences that may be unfavorable. Judul sebelumnya: Moonlight.