“Iya lah gue masih ingat gimana betenya tampang lo waktu kak Chandra giring lo ke dalam gimnasium, udah kayak bebek kehilangan induknya!” cerita Maya antusias. Cathaya hanya geleng-geleng kepala sambil tersenyum. Sejenak melupakan bagaimana sulit dan padatnya perkuliahan mereka di semester ke-empat.
“kalau ingat Chandra waktu itu rasanya gue mau nimpuk muka dia pake sepatu kebanggaan gue ini” sepatu kebanggaan yang dimaksud Cathaya ialah converse usang yang warna nya juga sudah pudar padahal Chandra sudah beliin yang baru tapi sepatu ini hadiah dari Papa nya, Cathaya gak akan ganti sebelum sepatu nya minta makan.
“tapi sekarang jadi kangen ya Ya?”
Cathaya tersedak minuman nya “Ngomong apa sih May?”
“Halah gak usah sok-sok an gitu” ejek Maya dengan raut wajah jenaka membuat kedua alis Cathaya bertautan.
“udah sebulan ini lo gak ketemu Kak Chandra dan gue perhatiin dari hari ke hari tampang lo makin bete aja kayak kurang sajen”
Cathaya menyeringai “Hah gila lo! Ini tuh karena semester empat makin padat aja”
Maya mencibir “ditinggal Kak Chandra baru tahu rasa lo! Yuk ah cabut bentar lagi kelas nih”
Setelah menghabiskan minuman masing-masing, keduanya beranjak dari kursi lalu meninggalkan kantin Fakultas.Sudah hampir sebulan Cathaya tidak bertemu dengan Chandra lebih tepatnya semenjak kejadian Cathaya turun dari mobil Chandra tanpa sepatah kata apapun. Dia gak tahu kalau akhirnya akan jadi seperti ini ditambah lagi sekarang Chandra sudah bekerja makin sulit saja menemukan waktu untuk menyelesaikan masalah ini baik-baik.
Hampir tiap malam Cathaya bertanya-tanya mengapa Chandra jadi berubah 180 derajat seperti ada yang disembunyikan oleh laki-laki itu.
Ruang obrolan mereka pun hanya berisikan percakapan biasa seperti menanyakan keadaan satu sama lain tidak lebih dari itu.
Cathaya tidak mempermasalahkan kesibukan Chandra sebagai fresh graduate yang sedang membangun karir karena bagi Cathaya, yang menjadi masalah adalah diam-nya Chandra.
Sekitar pukul 17.45 WIB, Cathaya dan Maya berjalan keluar dari gedung fakultas. Rencana nya hari ini mereka akan menghabiskan Jumat malam disalah satu Mall di Jakarta.
“Masa muda itu harus dinikmatin sebaik-baiknya nanti lo kalau sudah nikah mau ke Mall aja gak bisa lama-lama” ujar Maya seraya merogoh kunci mobil di dalam tas.
“gak usah lebay deh May, lo di Mall paling-paling ngopi doang habis itu pulang” ejek Cathaya.
“Wah Sepele lo, shopping nih nanti gue” Kata Maya jumawa tapi tiba-tiba gerakan mereka terhenti ketika keduanya bertemu tatap dengan seseorang.
“Kayaknya Mama gue minta ditemenin belanja bulanan deh Ya, gue duluan ya” ujar Maya kikuk, ia menepuk bahu Cathaya kemudian berlalu.
Cathaya tidak menghiraukan Maya yang sudah berlalu meninggalkan nya karena semua perhatian nya tertuju pada seorang laki-laki di hadapan nya.
penampilan laki-laki itu terlihat lebih dewasa dengan slimfit berwarna putih dan celana bahan warna hitam tak lupa oxford shoes mengkilat yang menutupi kaki nya.“Long time no see, Aya” Sapa Chandra lalu ia tersenyum hingga menampakan kedua lesung pipi nya.
Cathaya sempat terkejut tapi ia bisa menguasai keadaan. Ia gak tahu apa yang dirasakan nya saat ini, Ia pikir Chandra menganggapnya seperti kebanyakan perempuan yang sudah pernah Chandra kencani.
Cathaya tidak bergeming hingga Chandra berinisiatif untuk melangkah mendekatinya. Semudah itu bagi Chandra mendekati Cathaya lagi setelah sebulan mendiamkan nya? Hah? Cathaya mau marah saja rasanya.
![](https://img.wattpad.com/cover/75753096-288-k514599.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Trilemma
Fiksi UmumTrilemma (noun) : Logic. a form of argument in which three choices are presented, each of which is indicated to have consequences that may be unfavorable. Judul sebelumnya: Moonlight.