CHAPTER 8

75.7K 3.4K 31
                                    

MADELEINE'S POV

Aku memegang mulutku sekali lagi, mengingat kembali memori saat Daniel menciumku. Memang itu bukan ciumana pertamaku dan berciuman malah sering kulakukan – tapi, ciuman Daniel pada hari Jumat itu.. itu...

SANGAT MENYEBALKAN!!

Sial. Sial. Bagaimana bisa aku tidak waspada sama sekali? Seharusnya, aku juga menambahkan tidak ada kontak yang berhubungan dengan fisik. Damn. Sekarang, aku sudah terjebak dalam permainannya. Kapan pun dan dimana pun, dia bisa menciumku. Mungkin, aku bisa mencoba meminta sedikit kompensasi. Tapi, sepertinya dia tidak akan mengabulkannya.

Ringtone handphoneku berbunyi dan menampilkan nomer yang tidak kukenali. "Halo?"

"Jemput aku! Maddy!" pintanya.

"Daniel Davis?"

"Siapa lagi?" ujarnya dengan nada malas.

"Bagaimana kau bisa mengetahui nomer handphoneku?"

"Karena aku adalah Daniel Davis!" ujarnya dengan nada sombong.

Aku memutar mataku dengan jengkel. Bagaimana bisa aku tahan untuk menjadi budaknya selama tiga bulan? Dan bagaimana bisa aku berpikir untuk meminta kompensasi dari bocah menyebalkan seperti dia?

"Berikan alamatmu kepadaku."

"Aku akan mengirim pesan alamatku." Lalu, dia mematikannya begitu saja, tanpa mengucapkan salam perpisahan atau berterima kasih. Apa dia kira aku adalah sopirnya? Oh. Yeah. Mulai hari ini, aku adalah budaknya yang berarti juga pembantunya yang berarti juga sopirnya.

Selamat tinggal kebebasanku. Selamat datang hari – hari menyebalkan.

*******

"Demi Tuhan bisakah kau mengecilkan suara volumenya?" bentakku kepadanya. Daniel menyeringai jenis seringaian yang paling kubenci. Apakah, dia bisa berhenti menyeringai? Apa dia merasa tampan ketika dia menyeringai? Kalau, dia berpikir seperti itu berarti dia idiot karena seringaiannya hanya ingin membuatku menamparnya saja.

"Honeybee. Kita akan baru sampai dua tahun lagi kalau kau menyetir dengan kecepatan seperti ini."

"Aku tidak pernah terlambat datang ke sekolah selama ini," bentakku kepadanya.

"Jika, kau ingin menghabiskan waktu lebih lama bersamaku katakan saja. Aku tidak akan keberatan."

Aku menatapnya dengan pandangan tidak percaya. Apa dia serius mengatakannya? Tidak, bocah tolol ini tidak bercanda sama sekali. Bagimana bisa orang seperti ini menjadi kapten tim basket? Hal terbaik yang akan kulakuan adalah diam dan tidak meladeni sikap narsisnya.

*******

"Berhentilah melakukan itu!" bisikku kepadanya.

Sekarang, kami berdua berada di perpustakaan untuk mengerjakan tugas Creativity Writing. Tapi, bukannya kerja Daniel malah berasyik ria bermain mata dengan salah satu perempuan yang tersenyum kepadanya dari ujung perpustakaan.

"Ada apa, Honeybee? Apakah kau merasa cemburu?" tanyanya, tanpa mengalihkan perhatiannya dari perempuan itu.

Cemburu? Yang benar saja? Tapi, aku merasa tidak nyaman dengan kelakukaannya yang asyik flirting dengan perempuan lain.

"Lupakan saja!" ujarku berusaha menggertakan gigi, menahan amarah. "Apa?" tanyaku tanpa mengangkat wajahku dari bukuku.

"Apakah kau benar – benar mantan ketua cheerleader?" tanya Daniel dengan keheranan.

"Memang benar."

"Sungguh mengejutkan. Aku sangka semua perempuan cheerleader tidak akan mau mengerjakan tugas, berotak bodoh, hanya bisa berpacaran, berbelanja, membully, dan bergosip ria."

Beautiful Mind (FINISH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang