DANIEL’S POV
Aku mengganti kaosku dengan pakaian olah raga dengan tidak semangat. Padahal, setiap pelajaran olah raga aku selalu bersemangat karena inilah pelajaran di mana aku selalu mendapatkan nilai terbaikku. Tapi, hari ini moodku benar – benar buruk, sejak kemarin Cam tidak bicara denganku dan Nate lagi – lagi hari ini membolos. Bahkan, aku benar – benar jengkel ketika kemarin Maddy menyuruhku untuk pulang dengan orang lain karena dia memiliki detensi dengan Mrs Susan karena ketahuan chatting dengan salah satu sahabatnya.
Sahabat? Apakah sahabat perempuannya atau seorang pria? Perasaan tidak suka segera merayapiku. Maksudku, perasaan ini sangat asing. Aku tidak pernah merasakan sesuatu yang mendekati seperti perasaanku ketika mendengar dia sedang chatting dengan sahabatnya – marah, sedih, frustasi, dan ingin memukul seseorang. Memukul seseorang? Yang benar saja, aku bukan Nate yang suka bertengkar dan menghantam wajah seseorang, tapi aku yakin seratus persen kemarin sore aku ingin sekali melakukan hal tersebut.
Aku berlari – lari kecil meninggalkan ruang ganti dan menuju ke lapangan gym untuk mengikuti pelajaran olah raga yang diajar oleh Coach Nigel. Aku memilih untuk berdiri di barisan depan tepat di sebelah Cam yang tidak menghiraukan.
“Maafkan aku, Cam,” ujarku berbisik kepadanya. Dia tidak merespon permintaan maafku. “Aku akan berusaha memperlakukannya dengan baik. Kau tahu maksudku, aku tertarik kepadanya dan dia satu – satunya perempuan yang tidak tertarik kepadaku. Aku juga sangat bingung mengapa aku selalu berpilaku bodoh ketika berada di dekatnya, atau marah kepadanya hanya karena dia mengatakan sedang chatting dengan sahabatnya. Bahkan aku…”
“Perilaku bodoh seperti menjebaknya untuk menjadi budakmu?” tanya Cam meresponku dengan wajah menahan tawa.
“Ya. Tidak. Aku tidak tahu apa yang terjadi kepadaku. Maksudku, kau tahu aku tidak suka memamerkan gelar kapten tim basketku, tapi dengannya seperti aku ingin dia melihat semua hal baik pada diriku.”
“Daniel Davis. Jangan bilang kau jatuh cinta kepadanya.”
Aku diam, dan terpaku lalu tertawa mendengar perkataan Cam. “Kau pintar sekali bercanda. Aku tidak jatuh cinta kepadanya, Cam.”
“Lalu dengan siapa kau jatuh cinta? Dengan gadis kecilmu?” tanya Cam. Aku terdiam. Selama ini aku tidak pernah jatuh cinta kepada siapapun, hanya kepada gadis kecil itu lah aku pernah jatuh cinta. “Dan itu sangat konyol. Kau terobsesi dengan gadis kecil itu karena tulisannya pada buku kesayanganmu itu, tapi kau jelas tidak jatuh cinta kepadanya.”
“Cam, bisakah kita lewati masalah yang satu itu?” tanyaku kepadanya, tidak ingin beragumentasi lagi dengannya.
“Baiklah. Aku tidak akan membahas tentang cinta pertamamu yang konyol itu dan omong – omong aku merasakan energi yang sangat buruk datang dari segerumbulan perempuan di sana,” ujar Cam menunjuk ke arah pintu ruang ganti yang terbuka.
Aku menyipitkan mataku, berusaha tidak tertawa ketika melihat Cecilia Brooke dan Madeleine Autumn berjalan keluar dari pintu ruang ganti dengan tatapan saling membunuh. Bahkan, aura mematikan mereka mampu membuat orang lain menjauhi mereka, dan lebih memilih berjalan agak jauh dari mereka berdua.
“Aku tidak tahu kalau Maddy satu kelas denganku di kelas sport,” bisikku kepada Cam.
“Ingat. Kau tidak masuk minggu lalu karena galau memikirkan hubunganmu dengan Miss Elizabeth Bennet - mu?” tanyanya dengan nada bercanda.
Aku menggertakan gigi berusaha tidak menjawabnya dengan kata – kata kasar yang sekarang sudah mondar – mandir di otakku. “Jangan katakan nama itu lagi. Nate tolol. Awas aku akan memberi pelajaran kepada anak itu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Mind (FINISH)
Fiksi RemajaMadeleine Autumn murid pindah baru harus berhadapan dengan Daniel Davis yang playboy. Jika suatu ketika kedua orang ini ditemukan secara tidak sengaja. Daniel menganggap Maddy menarik saat mereka bertemu pertama kali. Sedangkan Maddy menganggap Dani...