DANIEL'S POV
Sewaktu itu aku berumur empat belas tahun, ketika aku bertemu dengan bidadari kecil itu. Rambutnya yang berwarna cokelat tua berkibar diterpa angin. Suara yang awalnya membuatku gerah, sekarang ketika aku mengingatnya seperti alunan musik. Dari pertemuan kami yang singkat, aku mendapatkan sebuah harta yang sangat berharga. Mungkin, gadis itu tidak menganggap buku miliknya begitu berharga hingga meninggalkannya – tapi, jelas buku Pride & Prejudice yang ditinggal oleh gadis itu adalah buku pedoman hidupku.
Tidak perlu waktu lama yang membuatku menyadari betapa pentingnya buku itu dalam hidupku. Beberapa bulan setelah aku menemukan buku itu. Teman – temanku mulai membuat keonaran di sekolah. Membolos kelas, melakukan hubungan seks di usia muda, mencuri uang orang tua mereka, mabuk, juga mengisap ganja. Itulah perkumpulanku. Anak – anak nakal.
Sewaktu itu, Nate masih menjadi anak baik dan tidak beronatak seperti sekarang. Akulah yang paling dikhawatirkan oleh orang tuaku, bergerumbul dengan para anak nakal. Suatu hari, aku mencuri uang salah satu pengunjung di sebuah toko karena sebuah taruhan.
"Ayolah, dude. Jangan menjadi banci," bisik salah satu temanku.
"Aku pernah mencobanya, dan tidak berbahaya sama sekali. Malah sangat menyenangkan ketika kau berhasil membodohi mereka," kekeh seorang temanku lagi.
Dorongan mereka membuatku dengan percaya diri mulai mengikuti salah satu wanita muda hamil dan ketika wanita itu lengah aku mengambil dompet dari tas belanjanya yang tidak tertutup. Tapi sayang aku ketahuan dan aku dibawa ke tempat polisi. Dan, kulihat dengan mataku sendiri ketiga temanku kabur ketika melihatku diseret oleh seoorang security.
Dad sangat marah kepadaku dan Mom menangis terseduh – seduh melihat tingkahku yang sudah mulai tidak dapat diatur. Aku tidak mengucapakan satu kata pun ketika Dad memarahiku karena pada saat itu aku tidak merasa bersalah sedikitpun.
Dad mengurungku di kamar selama seminggu, tidak memperbolehkanku keluar, bahkan bersekolah. Ia menginginkanku merenungkan segala kesalahanku. Di saat aku merasa bosan karena diharuskan berada di kamar, tanpa internet, gadget, televisi maupun radioku – membuatku, terpaksa membuka buku yang kutemukan beberapa bulan lalu.
Buku itu sangat membosankan tapi coretan – coretan disampingnya yang membuatku tidak bisa berhenti membacanya. Awalnya buku yang kukira membosankan itu menjadi sangat bermakna untukku. Lalu aku melihatnya sebuah kata yang menusukku, membuatku hampir menangis.
that want of proper resolution, which now made him the slave of his designing friends, and led him to sacrifice of his own happiness to the caprice of their inclination.
Pride & Prejudice
When you choose your friends, don't be short-changed by choosing position over character.
Gadis kecil itu mungkin benar – benar penggila berat Pride & Prejudice. Dia menggaris bawahi setiap kalimat yang baginya bermakna, dan dia merenungkannya lalu menuliskan hasil dari kalimat yang Ia renungkan. Aku tahu pemikiranku memang gila, mengira bahwa seorang gadis kecil bisa berpikiran sampai sejauh itu. Tapi, kata hatiku mengatakan bahwa yang menulis semua coretan ini masih seorang remaja, bukan orang dewasa.
Aku merenungkan pemikiran Elizabeth Bennet ketika Bingley meninggalkan Jane karena pegaruh sahabat – sahabatnya, padahal Bingley sangat mencintai Jane tapi dia meninggalkannya.
Dan secara tidak langsung, hal itu sama denganku. Aku meninggalkan masa depanku yang cerah, orang tuaku, dan sahabatku Nate karena aku terbawa oleh pengaruh buruk teman – temanku, atau sekarang aku bisa bilang adalah mantan temanku. Janganlah cari seorang teman karena dia terlihat keren atau populer, tapi lihatlah dari sifat mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Mind (FINISH)
Teen FictionMadeleine Autumn murid pindah baru harus berhadapan dengan Daniel Davis yang playboy. Jika suatu ketika kedua orang ini ditemukan secara tidak sengaja. Daniel menganggap Maddy menarik saat mereka bertemu pertama kali. Sedangkan Maddy menganggap Dani...