DANIEL'S POV
Hari pertama, Senin
Mrs Autumn melirikku terus menerus, membuatku merasa tidak nyaman. Kenapa sih dengan ibu Maddy? Padahal ada Cam, Nate juga Aiden yang mengantar Maddy ke bandara – tapi, mengapa Mrs Autumn selalu menatapku dengan pandangan permusuhan.
Intercome mengatakan kalau lima menit lagi pesawat menuju Florida akan berangkat. Semua teman – temanku memeluk salam perpisahan kepada Maddy dan terakhir adalah aku. Aku meletakkan tanganku dalam sakuku, dan mentap mata biru tuanya juga rambut pirangnya. Wajahnya dan senyumannya. Berusaha mengingat semuanya, sebelum dia meninggalkanku untuk beberapa hari.
"God. Belum berpisah darimu, aku sudah akan merindukanmu," ujarku mengutarkan isi hatiku sambil memegang tangannya.
Wajah Maddy merona memerah. "Gombal," gerutunya pelan. Tapi, dia tersenyum lebar.
"Madeleine, ayo kita pergi!"ujar Mrs Autumn.
Maddy memutar bola matanya. Aku memeluknya seperti yang sama dilakukan oleh teman – temanku dan mencium lembut rambutnya, menghirup aroma tubuhnya. God. Pasti aku akan sangat merindukan aroma strawberry yang sudah sangat kusukai ini.
"Goodbye. Selamat bersenang – senang," bisikku pelan di telinganya.
Maddy menatapku dengan mata birunya. Tangannya menyentuh wajahku. "Kita bisa melakukannya lebih baik, Davis," ujarnya menarik wajahku dan mencium tepat di bibirku.
Saat bibirku menyentuhnya, tidak ada hal yang kucemaskan atau kutakutkan. Kesedihanku karena akan berpisah darinya selama seratus jam segera menghilang. Aku memeluk erat pinggang Maddy dan mulai menelusuri bibirnya yang berasa strawberry. Tangan Maddy merangkul leherku dan menyuruhku semakin memperdalam ciuman kami.
Suara deheman seseorang membuat kami berdua memisahkan diri. Mrs Autumn menatapku dengan tatapan membunuh. "Jangan berselingkuh dengan siapapun," ujar Maddy menyipitkan matanya kepadaku. Aku menelan ludahku, saat seperti itu Maddy benar – benar tampak seperti ibunya, menakutkan.
Beberapa menit kemudian, Maddy dan Mrs Atumn meninggalkan kami. Aku menunggu di pintu masuk, hingga sosok Maddy menghilang dari pengelihatanku. Seseorang menepuk bahuku dengan keras. Aku melihat Cam tersenyum lebar. "Tentang saja. Lima hari tidak terlalu lama."
Aku menggelengkan kepalaku. Cam tidak tahu apa yang kurasakan, baru beberapa menit saja – aku sudah sangat merindukan Maddy. Tidak pernah, aku rasakan sesuatu seperti ini dan aku sangat takut dengan perasaanku. Apakah normal untuk seorang remaja berumur tujuh belas tahun merasakan sesuatu seperti ini?
"Untung saja, minggu depan kau sudah mengikuti lomba basket," ujar Aiden dari sampingku. "Kau bisa berlatih untuk melupakan kalau Maddy pergi berlibur." Aiden Blake kau adalah penyelamatku.
*******
Hari Kedua, Selasa
Aku menguap beberapa kali pada pelajaran Aljabar. Kemarin malam, aku dan Maddy ber skype ria sampai pukul tiga pagi. Kalau saja sahabat Maddy, Abigail yang senang dipanggil Abby tidak berteriak marah kepada Maddy untuk mematikan laptopnya – kami berdua tidak akan berhenti berbicara.
Oke, aku sekarang tahu mengapa Maddy mengatakan kalau Abby sangat cocok dengan Nate – mereka berdua sama – sama gila.
"Apa kau adalah pria tolol yang mengambil hati sahabatku?" tanya Abby pertama kali saat dia merebut laptop Maddy. Mulutku terbuka karena terkejut dengan kata – kata perkenalannya. Perempuan itu memiliki rambut berwarna merah auburn dengan mata kehijauan hangat. Aku bisa melihat darah latina dari wajahnya. Secara keseluruhan dia sangat sexy dan seratus persen tipe wanita Nate. "Hmm. Secara keseluruhan kau memiliki wajah yang imut. Cukup tampan, tapi ketampananmu berkurang kalau kau membiarkan ludahmu menetes."
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Mind (FINISH)
Teen FictionMadeleine Autumn murid pindah baru harus berhadapan dengan Daniel Davis yang playboy. Jika suatu ketika kedua orang ini ditemukan secara tidak sengaja. Daniel menganggap Maddy menarik saat mereka bertemu pertama kali. Sedangkan Maddy menganggap Dani...