Seriusan Bro?

4.7K 315 6
                                    

Perempuan itu semakin mendekat. Sakha bangkit untuk melihat sosok itu lebih jelas. "Hai," sapanya. "Hai," Sakha tersenyum. "Kok kesini?" tanya Sakha.

"Rumah gua di deket sini," perempuan itu menunjuk rumah yang tidak jauh dari lapangan. "Oh iya iya," Sakha tersenyum. "Giselle mau kemana?" Sakha mengambil layangannya. "Gak kemana-mana. Btw lu kok manggil nama? Geli tau," Giselle tertawa.

"Biar kaya anak baik gitu. Hehe,"

"Mau main layangan? Ikut dong," kata Giselle.

Sakha mengangguk. "Tapi tunggu anginnya banyak, ya," Sakha kemudian duduk kembali. "Duduk situ boleh?" Giselle menunjuk tempat di samping Sakha. Sakha mengangguk.

"Lu kenapa aneh, Ka?" Giselle menanyakan pertanyaan yang sama seperti tadi siang. "Apaan si anjay? Ngakak dah jadinya."

"Aneh," kata Giselle pendek. Sakha hanya menatap Giselle bingung. "Aneh karna udah bikin gue suka sama lo."

Deg.

Setelah mengucapkan kalimat itu Giselle langsung berlari meninggalkan Sakha. 'Unik nih cewe. Mesti gua kejar' batin Sakha.

Sakha meninggalkan sepedanya dan mengejar Giselle. "Cuy! Tungguin gua napa!" teriak Sakha. "Gamau!" Giselle terus berlari meninggalkan Sakha. "Kenceng amat dah lari ni cewe."

Sakha menghentikan langkahnya dan bernafas. Dia kemudian memutar arah dan berjalan menuju lapangan. Untung saja sepeda Sakha belum diangkat anak kampung sebelah.

Sakha merasakan ponselnya bergetar. Sakha mengeluarkan benda itu dari kantongnya. Sebuah panggilan masuk dari Kartika.

"Kenapa, kak?"

"Kamu dimana dek? Aku di depan pager nih."

"Aku lagi main. Bentar kak. Otw pulang."

Sakha mengantongi ponselnya kembali dan segera tancap gas pulang. Tak perlu waktu lama untuk sampai di rumah.

"Kelayapan aja kerjaan adek kakak ya," kata Kartika ketika melihat Sakha datang. "Laki mah emang begitchu," jawab Sakha lebay. "Lebay lu dek."

Sakha membuka pagar dan mempersilahkan kakaknya itu masuk. Setelah itu, baru Sakha memasukkan sepedanya.

"Tumben lah kamu main keluar," komentar Kartika. "Aku mah sering main keluar. Kamu aja yang gak tau, kak," Sakha mengunci sepedanya. "Tangkep," Sakha melempar kunci rumah kepada Kartika. "Dapet," seru Kartika ketika berhasil menangkap benda yang Sakha lempar.

"Asek, kakak gua jago nangkep."

Sakha masuk ke dalam rumah dan menutup pintu. "Dek, mau jalan malem ini atau besok?" tanya Kartika. "Emang kakak mau ngajakin aku jalan? Hayuk lah," Sakha bahagia. "Iya. Mau malem ini atau besok?" tanya Kartika. "Besok aja. Hari ini aku mager."

"Kak, beli xbox enak kali ya? Atau ps," Sakha memberikan kode. "Hmm, iya iya tau nih kalo si kecil begini," Kartika sepertinya tahu maksud Sakha. Sakha tertawa kecil.

"Iya boleh. Tapi aku gak ngerti beli gituan. Aku ngertinya beli voucher google play," Kartika melepas sepatunya.

"Ohiya. Sama temenku aja. Mas Kevin. Dia demen mainan game," Kevin adalah teman dekat Kartika yang berprofesi sebagai pramugara. "Sip lah. Asik nih punya temen main cowo," kata Sakha.

"Belinya abis UN aja ya dek. Mas Kevin besok juga masih flight."

"Yah. Kakak mah PHP."

"Bukan aku PHP. Kamunya yang kepedean."

Malam ini Sakha berbaring di kamarnya bersama Kartika sambil menonton tv. "Ngantuk deh," gumam kakak perempuan Sakha itu. "Ya tidur lah, kak."

"Engga ah. Eh, pinjem komputer dong, Ka. Mau main minecraft."

"Ya main ajalah. Passnya 'anak kecebong' gak pake spasi," Sakha memberitahu sandi komputernya. "Sip," Kartika berdiri dan menyalakan komputer Sakha.

Sebuah pesan teks masuk ke ponsel Sakha. Dari Ray.

Bryan Dewanto: Ka

Sakha Samudra: kenapa Yen?

Bryan Dewanto: Ke pos bisa? Ada yg mau gua omongin

Sakha Samudra: kapan? Kuylah sekarang

Bryan Dewanto: yxgq. Lu kesini dah. Gw udah di pos :v

Sakha Samudra: siap bang

"Kak, Sakha ke pos dulu ya. Mau main sama Ray," izin Sakha. Kartika mengangguk. Tatapannya masih fokus ke layar pc. Sakha bangkit dan keluar rumah. Dia memakai sendal dan berjalan menuju pos.

"Wasap bro," sapa Sakha. "Gimana tadi?" Sakha buru-buru melepas sendalnya dan naik ke pos untuk mendengarkan cerita Ray. "Menanglah," Ray terlihat senang. "Eh, btw pak Sutarjo mana?" tanya Sakha sambil membenarkan posisi duduknya. 

"Lagi keliling. Gua disuruh jaga sini. Tadi pas kebetulan gua balik dari warung," jelas Ray. Sakha mengangguk. "Jadi lu mau cerita apa, bro?"

"Jadi gini, Ka," Ray memulai pembicaraan. 

"Tadi, gua sama ada anak kelas 9B dapet tawaran sekolah di luar negeri gitu. Mungkin kayak beasiswa. Dan itu ke Jerman, cuy."

"Ya ambil lah Yen. Sayang tuh kalo lu sia-siain. Bapak lu setuju kan?"

"Setuju. Tapi elu gimana. Masa gua harus ninggalin big bro yanh udah kek kembaran gua ini?"

"Jangan pikirin gua bro. Pikirin masa depan lu. Nanti, waktu kita sama-sama sukses, lu naik pesawat, gua yang nyupirin. Mantep ga tuh?"

"Weish, mantep dah. Tapi gimane ya? Galau gua jadinya."

"UN tinggal dihitung pake jari. 10 hari lagi, Yen. Kita fokus sama UN aja dulu. Kita berjuang sama-sama," Sakha tersenyum. 

"Siap kapten," Sakha dan Ray kemudian tertawa bersama


My PrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang