Prinsip

10.2K 511 3
                                    

"Jadi kamu mau keluar, Ka?" tanya pelatih bola sekolah, Pak Edo namanya. Siang ini Sakha tengah berada di ruang guru untuk menemui Pak Edo. Sakha mengangguk. "Saya udah pikirin ini baik-baik, pak."

"Yakin?" pak Edo memastikan. "Iya. Saya pengen fokus UN, pak," jawab Sakha. "Kalau itu keputusan kamu, saya gak bisa ganggu. Tapi kalau kamu mau ikut ngajar adik-adik latihan bola, saya dengan senang hati," pak Edo tersenyum melihat Sakha. "Pasti, pak."

"Cita-cita kamu apa sih, Ka? Saya pengen tau," tanya pak Edo. "Saya mau jadi pilot, pak," Sakha tersenyum bangga. "Alasannya apa?" tanya pria ini. Inilah pak Edo. Selalu banyak tanya. Tapi, dibalik 'banyak tanya' pak Edo, selalu ada pesan berharga yang bisa Sakha ambil.

"Em.. Saya mau selalu terbang sama ibu dan nganterin ratusan bahkan ribuan jiwa ke tujuan mereka, pak."

"Maaf sebelumnya. Ibu kamu kenapa ya, Ka?" tanya pak Edo dengan hati-hati. "Ibu saya meninggal karna kecelakaan pesawat, pak," Sakha tersenyum kecil

"Saya turut berduka ya. Apakah kamu bisa menjamin kalau jiwa yang kamu anterin itu bakal selamat?"

Sakha menggeleng. "Saya gak bisa jamin, pak. Tapi saya yakin, Tuhan pasti bersama hambanya yang mau berusaha. Saya gak mau orang lain ngerasain kehilangan yang sama kayak saya."

"Kamu mau berusaha untuk?"

"Melakukan yang terbaik. Saya bakal mencoba sekuat tenaga buat nerbangin pesawat sesuai prosedur."

Pak Edo bertepuk tangan. Sakha hanya bingung melihat pria itu. "Ka, kamu memang pilot sejati. Satu hari nanti, ketika cita-citamu terwujud, jangan lupakan Tuhan. Karna tanpa Tuhan, kamu bukan apa-apa."

Sakha tersenyum. "Pak, saya duluan ya. Udah mau bel," izin Sakha.

"Iya."

8:00 p.m

"Pak, aku pergi dulu ya," izin Sakha kepada Bapak yang tengah menikmati tayangan televisi malam ini. "Kemana, Ka?" tanya Bapak kepada anak laki-lakinya itu. "Biasa. Pos ronda sama Ray."

"Bapaknya pulang cepet kok anaknya mau keluyuran sih. Yaudah sana. Pulangnya jangan malem-malem," bapak akhirnya memberi Sakha izin. "Sakha keluar dulu ya pak,"

Sakha memasukkan tangannya ke kantong jaket dan melihat sekitar. Setelah menutup pagar, dia berjalan menuju pos ronda yang tidak terlalu jauh dari rumahnya.

Berjalan dalam gelap malam ditemani suara jangkrik sudah menjadi kebiasaan Sakha. Di ujung jalan terlihat cahaya. Itu adalah pos ronda yang biasa dia dan Ray kunjungi.

Ketika Sakha sampai terlihat Ray telah menunggunya. Ada juga Pak Sutarjo disana. "Nah, yang digosipin dateng juga," Ray tertawa. "Pada gosipin siapa nih?" tanya Sakha sambil melepas sendalnya dan duduk. "Ada orang, Ka. Anak polisi," pak Sutarjo melirik Sakha dengan tatapan jenaka.

"Orang ganteng mah susah emang," Sakha merapikan rambutnya sambil tertawa. "Yuk lah catur. Yang kemaren belom selesai kan," pak Sutarjo mengambil catur. Malam itu mereka habiskan dengan pertandingan catur yang kemarin belum selesai.

9:00 p.m

Sakha menutup pagar rumahnya dan membuka pintu rumah. Saat Sakha hendak memutar kunci, terdengar suara mesin mobil. Spontan Sakha menoleh kebelakang.

Seorang wanita dengan seragam pramugari lengkap berwarna oranye turun dari mobil. Setelah mengambil koper dan mengucapkan terimakasih kepada sang supir, wanita itu menggeret kopernya dan masuk ke halaman rumah Sakha.

"Kakak!" Sakha histeris dan langsung memeluk kakak perempuannya itu. "Hai, Ka," Kartika membalas pelukan Sahka.

"Darimana, Ka?" tanya Kartika setelah melepaskan pelukan Sakha. "Pos Ronda," jawab Sakha sambil membuka pintu. "Kek bapa-bapa emang ni bocah, demennya ke pos," komentar Kartika. "Bodo amat."

"Assalamualaikum," Kartika mengucap salam. "Waalaikumsalam," jawab bapak. Bapak kemudian berjalan menuju pintu untuk melihat siapa yang datang.

"Eh, Kartika," kebahagiaan terlihat di wajah Bapak ketika melihat anak perempuannya pulang. Kartika menyalami bapak. Sementara Sakha mengunci pintu dan membawakan koper Kartika.

"Tumben pulang, Tik," bapak memeluk wanita itu. "Iya, pak. Tika besok days off," Kartika tersenyum. "Berapa hari?" tanya Bapak. "Dua hari, pak."

"Bentar banget ya," komentar Bapak.

11:00 p.m

Sakha duduk di kasur bersama kakaknya. "Pramugari enak ya kak?" tanya Sakha sambil memperhatikan ponselnya. "Tergantung lah, Ka," jawab Kartika yang sibuk mengganti tayangan televisi.

"Tergantung gimana?" Sakha mengalihkan pandangannya ke Kartika. "Ya tergantung jalaninnya gimana. Kalau jalanin seneng, ya pasti enak. Tapi kalau jalaninnya gak seneng, pasti gak enak."

"Se simpel itu kah?" Sakha seakan tidak percaya.

Kartika mengangguk. "Pekerjaan apapun, kalau dilakuin dengan senang hati, ya pasti enak."

"Kenapa gitu?" tanya Sakha.

"Pilot enak gak, kak?"

"Enak gak enaknya tergantung prinsip kamu."

Sakha memasang tampang bodoh. "Prinsip mu gimana, kak?"

"Prinsipku, bahagia adalah segalanya."

"Tuhan?"

"Ya, Tuhan di atas segalanya lah, Sakha. Alim banget sih kamu sayang," Kartika jadi gemas melihat adik laki-lakinya. "Kalau prinsip kamu apa, Ka?" tanya Kartika.

"Prinsip ku ya, hmm," Sakha bingung. "Gatau dah kak."

"Yaelah. Masa capil gitu."

"Kapan-kapan lah ku buat, kak."

Capil: Calon pilot

My PrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang