Lulus

4.3K 299 0
                                    

Perpisahan adalah hal yang paling Sakha benci dalam hidupnya. Apalagi jika berpisah untuk selamanya. Seperti dirinya dengan bapak dan ibu. Tapi, Sakha lebih benci jika meratapi kesedihan karena perpisahan.

Sekarang Sakha telah duduk manis di mobil bersama Kartika untuk pergi ke sekolah. UN telah selesai sejak 2 minggu yang lalu, dan hari ini dia dan Kakaknya harus mengambil surat kelulusan.

Pagi ini, sekolah terlihat ramai oleh orang tua dan anaknya yang berdatangan untuk menerima hasil akhir. Sakha seketika teringat pada bapak. Jika sekarang beliau masih hidup, Sakha dan bapak pasti akan datang ke sekolah bersama. Kartika tidak perlu repot-repot membatalkan penerbangannya karena Sakha.

Tapi inilah takdir. Tuhan pasti punya maksud tersendiri membuat skenario ini untuk Sakha. Sakha tidak pernah menyesal dengan apa yang telah terjadi di hidupnya. Menurut Sakha, semua kejadian memilukan yang pernah dia alami membuatnya tegar dan lebih bersyukur.

"Wasap bro," sapa Ray ketika mereka berpapasan di koridor. "Gimana hasilnya, Yen?" tanya Sakha. "Gua lulus!" sorak Ray sambil memeluk Sakha. "Siap banget bro. Congrats," Sakha ikut bahagia melihat sobatnya itu gembira.

"Lu udah?" tanya Ray. Sakha menggeleng. "Nama gua kan dari 'S' jadi lama lagi kayanya," ujar Sakha. "Bentaran lagi palingan. Gua duluan ya. Masih banyak urusan di toko," pamit Ray. "Iya sip. Sukses jualannya, cuy."

Setelah Ray pergi Sakha berjalan menuju tempat Kartika duduk. Tapi Sakha tidak menemukan kakaknya itu. 

Dari pintu kelas Sakha, terlihat Kartika keluar dengan ekspresi yang biasa saja. Sakha menghampiri kakak perempuannya itu. "Gimana, kak?"

Kartika tidak berbicara. Dia menyerahkan amplop putih yang berada di genggamannya. "Bacanya nanti aja di mobil. Ntar kamu berisik," setelah Sakha menerima amplop itu, Kartika menarik tangan adik laki-lakinya.

Setelah duduk di jok mobil, Sakha buru-buru membuka amplop itu. "Sttt, jangan dibaca dulu," cegah Kartika ketika Sakha hendak membuka kertas yang terlipat rapi di dalam amplop.

"Tarik nafas dulu sebelum baca," Kartika memberi instruksi. Sakha melakukan perintah kakaknya itu.

"Kenapa, sih?" Sakha semakin penasaran.

"Kamu.." ucapan Kartika terputus.

"Baca aja deh sendiri. Aku gak kuat bilangnya,"

Sakha membuka lipatan kertas itu dengan cepat.

"Astaga! Demi apa? Beneran kak?" Sakha seakan tidak percaya dengan kenyataan ini. Pramugari cantik itu hanya bisa mengangguk sambil tersenyum dan menyalakan mesin mobil.

Kartika menekan pedal gas, dan mobil mereka melaju. Sepanjang perjalanan, Kartika hanya tersenyum sambil sesekali mengangguk mendengar celotehan Sakha yang sedang bahagia. Sama seperti Kartika saat lulus tes pramugari.

"Kok gak ke jalan pulang kak?" tanya Sakha saat mengetahui Kartika mengendarai mobil bukan ke jalur pulang. 

"Gamau ps4?"

"Ya mau lah," Sakha girang.

"Yaudah. Kamu pasti seneng punya console baru."

"Kakak mau beliin?"

Kartika mengangguk. "Sekalian gamenya juga ya. Gak banyak-banyak kok, 3 aja," Sakha tertawa.

"Sip, beli game 3 udah bisa makan seminggu di kos."

Malam ini Sakha mengecek sambungan internet rumahnya yang mati lagi. Dan akhirnya Sakha putus asa. Dia kemudian menelpon call center untuk melaporkan kejadian ini. Setelah Sakha mematikan telpon dengan mba-mba call center, sebuah pesan teks masuk ke ponsel Sakha.

Bryan Dewanto: Ka, besok malem ikut ke Airport kuy. Anterin gua

Sakha Samudra: What? Ngapain?

Bryan Dewanto: Gw mau cabs ke Jerman. Hehe. Ntar gw bawain oleh2

Sakha Samudra: Cepet banget?

Bryan Dewanto: Gua 2 minggu disana. Survey2 gitudeh. Makanya anterin gua kuy

Sakha Samudra: Kuy. Besok ketemuan di sekolah ya

Bryan Dewanto: sip




My PrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang