Thanks, God

3.6K 256 1
                                    

2:00 a.m

Sakha mendengarkan lagu dari ponselnya sambil menunggu kabar terbaru. Masa bodoh ada yang terganggu dengan lagu Sakha. Yang jelas pikirannya sedang kacau sekarang.

Sakha kembali menemui David dan Bayu di tempat semula. "Gimana, Bang?" tanya Sakha. "Tadi ada info terbaru, tim SAR nemu perahu karet yang masih belum bisa dipublikasi data orangnya. Yang jelas, di perahu karet yang ditemuin itu ada kapten sama co-pil," jelas David. Sakha mengangguk.

7:00 a.m

Sakha berdesakan dengan kerumunan orang tak dikenal di meja informasi. Berdesakan sampai dia hampir lupa bernafas. Dan akhirnya Sakha menyerah. Dia benci berdesakan di atara bau ketek orang lain. Sakha mencari aman dengan pergi agak jauh.

Sakha memandang layar televisi di pusat informasi. Tertera nama korban yang masih hidup, tewas, dan belum ditemukan.

Diajeng Kartika Putri; flight attendant; hidup

Kalimat itu hampir membuat jantung Sakha merosot sampai perut. "Alhamdulillah ya Allah!" sorak Sakha. Dia kemudian bersujud syukur. Tidak peduli berapa pasang mata yang menatapnya.

David yang hampir terlelap karena tidak tidur semalaman langsung menghampiri Sakha. "Dek! Dek! Kenapa?" David heboh. "Itu, Bang!" Sakha menunjuk layar televisi yang menampilkan nama korban. Dia lalu mengambil ponselnya dan memotret layar tersebut.

Spontan David langsung memeluk Sakha. "Alhamdulillah!" David bahagia. "Bang Bay mana?" tanya Sakha. David menggeleng. Mereka lalu melihat sekitaran dan menemukan Bayu masih berdesakan dengan keluarga korban yang lainnya.

Tak lama, Bayu keluar dari kerumunan itu dan menghampiri Sakha dan David. "Adek gua selamet, men!" senyuman terlukis di wajah Bayu.

Kartika hampir meneteskan air mata bahagia ketika melihat tim SAR menemukan mereka. Mereka lalu dievakuasi dan yang selamat dibawa ke Bandar Udara Soekarno Hatta.

10:00 a.m
Sakha menyambut kedatangan Kakaknya dengan antusias. Begitu pula dengan David dan Bayu. Bagaimana tidak antusias, ketika mendapat kabar orang tersayang dilanda musibah, dan mereka dikabarkan selamat. Itu membuat siapapun bahagia setengah mampus.

Sakha memeluk Kartika ketika mereka bertemu. Sepertinya Kartika kedinginan. Sakha bisa merasakan pakaiannya setengah basah dan tangannya yang dingin.

Saat ini menjadi titik dimana Sakha sangat berterima kasih atas apa yang Tuhan berikan. Dia bersyukur atas keselamatan Kakaknya. Bersyukur masih bisa memeluk orang ini. Seseorang yang sekarang menjadi tulang punggung keluarga.

Sakha termenung di depan UGD. Kepalanya disandarkan ke dinding. Sudah 30 menit Sakha berdiri di sini bersama David. Bayangan seorang ibu yang telah melahirkannya datang kembali. Senyuman lembut yang dia berikan terakhir kali kepada Sakha datang ke pikirannya.

Kehilangan seorang malaikat di usia belia membuatnya menghargai orang-orang yang menyayanginya. Penyesalan datang ketika suatu kehilangan telah terjadi. Menyesal karena belum bisa membuat seseorang yang telah membuatnya lahir ke dunia dengan izin Tuhan menjadi bahagia karena dirinya. Sakha tidak tahu kapan akan ziarah ke makam Bapak dan Ibu lagi. Mereka ada di Jogja. 

Seorang Dokter keluar dari UGD dan berbincang dengan David. Sakha hanya mendengarkan apa yang sang Dokter katakan.

Sakha berjalan masuk ke dalam ruang UGD. Ada beberapa korban lain di sana. Dia berdiri di samping ranjang di mana kakaknya terbaring. Perlahan Sakha memegang tangan Kartika.

Tangan itu dingin.

Dia menggenggang tangan itu.

Mencoba memberikan sedikit kehangatan.

Sakha membaca surah Al-fatihah di dalam hati. Tiba-tiba, sebuah panggilan masuk ke ponselnya. Dia berjalan keluar ruangan untuk mengangkat panggilan tersebut. 

"Halo, Ka. Ini Om. Kakakmu selamet kan?" suara itu tidak asing di telinga Sakha. Itu Om Ramli.

"Alhamdulillah. Om tau dari mana ya?" Sakha bingung ketika mendengar Om Ramli menanyakan pertanyaan itu.

"Dari temen Kartika. Siapa namanya? Adin ya? Om juga liat berita di tv. Tapi gak tau Kakakmu jadi korban."

"Ooh. Iya, Om. Aku panik banget kemaren, jadi lupa berkabar sama Om."

"Sekarang Om lagi di Airport. Mau ke Jakarta. Tapi cuma sendiri, soalnya gak dapet tiket kalo rame-rame."

"Perlu aku jemput?"

"Gak usah. Kamu kirim aja alamatnya. Udah dulu ya, udah mau boarding."

"Oke, Om. Safe flight."

Suara Sakha mengisi kesunyian di ruangan itu. Walau dia tidak mahir dalam bernyanyi, setidaknya nyanyian Sakha cukup merdu dan bisa menghibur Kartika. "Udah ah, aku capek," kata Sakha yang akhirnya menghentikan nyanyiannya.

Sekarang Kartika telah pindah ke ruang rawat. Mungkin dia akan stay di sini beberapa hari sampai kondisinya membaik.

Kata dokter, Kartika kekurangan cairan, terlalu lelah, dan sedikit demam.

Pintu terbuka. Terlihat seorang pria berdiri di ambang pintu. Tangan kanannya membawa plastik yang berisi makanan. Dia menyapa Kartika dan kemudian meletakkan plastik tersebut di lantai.

David kemudian menghempaskan diri ke sofa yang bisa menjadi tempat tidur. Cukup 3 tarikan, sofa itu sudah bisa menjadi tempat tidur. "Yang, kamu mau makan ga?" tanya David. Kartika menggeleng.

Sakha pikir dia akan mengalami kehilangan lagi. Tapi takdir berkata lain, Kartika selamat. Sakha sudah terlalu bosan mendengar 'Sabar ya,' atau 'Yang tabah,' dan ucapan lain yang serupa ketika dia berduka. Mereka hanya mengatakan itu tanpa tahu perasaannya. Ucapan seperti itu tidak akan bisa mengubah semua yang terjadi, tapi setidaknya Sakha bersyukur memiliki orang-orang yang peduli padanya.


Multimedia sama isi ga ada hubungannya.

Multimedia
Copyright
Firanabilaputri 2017

My PrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang