Ibu dan Bapak

3.3K 231 12
                                    

•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta
CGK/ WIII

Window seat, tempat yang menyenangkan untuk Sakha. Dia bisa melihat awan-awan yang bergumpalan seperti kapas saat mengudara. Telat check in adalah faktor utama kenapa Kartika dan Sakha bisa duduk terpisah. Tapi itu tidak masalah. Sakha bukan anak kecil lagi.

Perjalanan menuju Jogja mengingatkan Sakha saat dia naik pesawat bersama Ibu. Ada satu kisah dari Ibu yang Bapak ceritkan kembali, dulu saat kali pertama Sakha berada di dalam burung besi dan merasakan benda ajaib itu terbang, Sakha selalu terlihat antusias dan bertanya apa yang terjadi.

Sampai sekarang, walaupun dia sudah berkali-kali naik pesawat, dia masih antusias seperti anak usia 3 tahun saat merasakan burung besi perlahan melayang. Tak peduli berapa usiamu, terkadang menjadi anak kecil lebih menyenangkan daripada harus menjadi dewasa.

Setelah pesawat telah benar-benar mengudara, Sakha mengeluarkan kamera dan memotret pemandangan dari jendela pesawat.

Bandar Udara Internasional Adisutjipto
JOG/ WAHH

Sakha dan Kartika menaiki bus untuk sampai di rumah Nenek mereka. Jogja siang ini membangunkan ingatan masa lalu yang tertidur. 8 tahun lalu, tepatnya saat Sakha kelas 2 dan akan naik ke kelas 3 SD, dia pernah tinggal di Jogja saat libur semester. Sakha dan Kartika merasa betah di Jogja, sampai sempat tidak mau pulang.

Beberapa bulan setelah masuk sekolah, malaikat yang dikirimkan Tuhan untuk menjaga Sakha dan Kakaknya harus pergi bersama burung besi yang lenyap di udara. Ketulusan hati seorang ibu tidak lagi bisa Sakha rasakan setelah insiden itu. Setelah tragedi tersebut, Bapak selalu mengajarkan anak-anaknya untuk tabah dan ikhlas.

Satu-satunya pengalaman pahit yang tidak bisa Sakha lupakan hanyalah tragedi itu. Sebuah kejadian yang memaksanya harus berubah menjadi pribadi yang lebih berani, bertanggung jawab, dan mandiri.

Tumbuh besar tanpa seorang Ibu terkadang membuat Sakha harus menelan ludah. Saat mengambil rapor, semua temannya membawa Ibu masing-masing, hanya dia yang datang bersama Bapak. Tapi walaupun begitu, dia tetap bangga.

Rumah dengan aroma kayu yang khas ini selalu membuat Sakha betah berlama-lama di dalammnya. Sebuah tempat tinggal sederhana yang ditinggali Nenek, Kakek, dan Om Ramli ini seakan ikut menyambut kedatangan 2 pendekar dari Jakarta.

Sakha masih ingat saat dia dikejar bebek 9 tahun lalu. Saat dimana dia tersungkur sampai wajahnya penuh lumpur. Diecast dari Bapak dia bawa untuk menemani perjalanan hari ini. Senang rasanya bisa mengunjungi kampung halaman Bapak dan Ibu.

Sore ini Sakha, Kartika, Kakek, Nenek, dan Om Ramli pergi ke makam Ibu dan Bapak yang berada bersebelahan. Sakha berjongkok di sebelah makam Ibu, dan membaca Al-Fatihah dan doa orang tua, kemudian mengobrol dengan Ibu.

'Bu, ini Sakha. Udah lama Sakha gak main kesini ya, maafin Sakha ya, Bu. Kita baru bisa liat Ibu lagi. Sekarang aku udah SMA, Bu. Ibu kangen sama aku gak? Sakha kangen banget sama Ibu. Udah 7 tahun kita pisah, dan perasaan sayang Sakha sama Ibu gak pernah hilang. Walaupun sekarang aku lagi deket sama cewek, tapi aku gak bakal lupain Ibu.

Kemarin kita sempet ketemu cuma bentar ya kan, Bu. Waktu aku kesini sama Bapak. Tapi sayangnya Bapak harus sama Ibu, gak ikut aku balik. Bu, kemarin kakak kena kecelakaan. Tapi mungkin Ibu bisa tanya ke Kakak aja. Sakha punya banyak cerita buat Sakha ceritain ke Ibu, tapi itu pasti butuh waktu lama banget.

Mungkin aku cuma bisa cerita ini hari ini, Bu. Ishaallah besok Sakha balik lagi sama Kakak. Sakha mau cerita sama Bapak dulu ya, bu.' Sakha bercerita di dalam hati. Dia yakin, Ibu pasti dengar.

Sakha kemudian berpindah ke Makam Bapak dan membaca Al-Fatihah, dan doa orang tua. Kemudia mencurahkan isi hatinya.

'Pak, Sakha udah terima diecast dari Bapak. Bagus banget, Pak. Makasih ya, Bapak. Selama Bapak pergi Sakha baik-baik aja, kok, Pak. Anak laki-laki Bapak ini inshaallah udah bisa hidup mandiri kok. Bapak jangan khawatir. Seperti amanah Bapak, aku bakal jaga Kakak. Pak, semoga penjahat yang bikin kita pisah bisa dikasih hidayah ya, sama Allah. Semoga jangan ada korban lagi karna dia.

Kalau boleh jujur, sebenarnya aku masih merasa kehilangan. Aku masih susah nerima keadaan kalau aku, Bapak, dan Ibu udah beda alam. Pak, Sakha masih perlu didikan dan n Bapak, tapi kenapa Bapak pergi. Mungkin ini rencana Allah. Sakha yakin, rencana Allah lebih Indah. Suatu saat, aku bakal bawa cewek yang bakal jadi pasangan hidupku kesini. Kenalin dia sama Bapak dan Ibu. Mungkin aku mikirnya kepanjangan ya, Pak?

Kayaknya kita udahan dulu ya, Pak. Inshaallah aku besok balik lagi kesini.'

Sakha merasa lega setelah semua yang ingin dia ceritakan telah dicurahkan kepada Ibu dan Bapak. Dia kemudian menaburkan bunga di makam Ibu dan Bapak.

My PrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang