Benarkah Itu?

669 77 30
                                    


Arthur tengah menunggui Marvin sadar di kamarnya. Karena hari ini masa skorsing-nya dimulai, dia memutuskan untuk pergi menemui ke rumah sakit untuk menemui Marvin dengan seragam dan tas yang tergantung di pundaknya. Jika pengurus panti tau bahwa dia tengah dalam masa skorsing, pasti masalah yang akan dihadapkannya akan bertambah. Jadi lebih baik melarikan diri ke sini dari pada berdiam diri di panti.

Jarum panjang di jam dinding itu menunjuk ke angka dua belas, sementara jarum kecilnya di angka sebelas. Perutnya telah berbunyi sedari tadi. Arthur lapar, sejak pagi dia memang belum memasukkan apa-apa ke dalam lambungnya.

Arthur memasukkan handphone-nya yang sedari tadi dia mainkan ke dalam saku celananya. Tapi sesaat sebelum Arthur bangkit dari duduknya, pintu kamar terbuka dan masuklah sosok Fritz lengkap dengan seragam dan tasnya. Arthur mengerutkan keningnya, bukankah jam pulang sekolah masih beberapa jam lagi?

Fritz tersenyum lebar saat melihat Arthur yang tengah duduk di sofa. Dia menghampiri Arthur lalu menyerahkan bingkisan yang dia bawa. Meskipun tampak kebingungan, Arthur menerima bingkisan itu lalu melihat isinya. Ternyata isinya makanan, berupa lauk pauk beserta nasinya.

"Kau pasti lapar. Jadi, sebelum kemari aku membelikan itu untukmu," ujar Fritz lalu mendudukkan dirinya di sebelah Arthur. Menaruh tasnya di lantai dengan asal. "Kenapa kau ada di sini? Kau tidak bolos kan??" tanya Arthur menatap Fritz curiga, sedangkan yang ditatap menggeleng-gelengkan kepalanya. Menepis apa yang dikatakan Arthur.

"Setelah makan siang, guru-guru akan rapat beserta Kepala Sekolah. Jadi anak-anak dipulangkan lebih cepat dari pada biasanya," jawa Fritz. Arthur menaikkan sebelah alisnya, sedikit tak percaya dengan apa yang dikatakan Fritz. Tapi saat dia tak menemukan tanda-tanda bahwa anak itu tak sedang berbohong Arthur mengakihkan tatapannya dari Fritz.

"Tidak biasanya," gumam Arthur pelan namun dapat didengar oleh Fritz. "Ketua Osis tadi bilang, sekolah kita akan mengadakan festiva musik minggu depan. Namanya..." Fritz terdiam sesaat, dia tengah berpikir sebelum melanjutkan kembali perkataannya yang sempat terpotong. "...... Tadi seluruh siswa juga diberikan kertas kecil untuk mem-voting guide star yang akan diundang. Tentu saja hal itu membuat satu sekolah riuh. Rapat guru-guru dengan Kepala Sekolah juga membahas masalah itu."

Arthur mendengarkan penjelasan Fritz dengan malas. Dia menghelan nafas selesai Fritz berbicara. Arthur paling malas dengan acara seperti itu. Sekolah akan jadi sangat berisik dan ramai oleh orang-orang asing yang datang ke sekolahnya.

"Boleh aku makan ini?" Fritz mengangguk cepat. Dia memang membelikan itu untuk Arthur makan. Arthur segera membuka bingkisian itu setelah mendapatkan izin dari Fritz. Dia membuka bingkisan itu, meraih sendoknya lalu mulai menyantap makanan yang diberikan Fritz.

Fritz diam di samping Arthur, menemani Arthur makan dengan pandangan yang tertuju pada Marvin. "Bagaimana kondisinya?" tanya Fritz tanpa mengalihkan pandangannya sedikit pun. Semalem, akhirnya Fritz mengetahui bahwa Marvin adalah penghuni panti yang sama dengan dirinya. Dia juga baru tau kalau Marvin sekamar dengan Arthur saat diberitahukan oleh orangnya langsung.

Tapi kenapa saat melihat Marvin dihajar kemarin Arthur bersikap biasa-biasa saja walaupun pada akhirnya datang menolong. Jika mereka kenal dekat, bukannya seharusnya Arthur langsung menyelamatkan Marvin tanpa menunggunya babak belur dulu kan?

"Kondisinya membaik. Memar di badan dan wajahnya sudah mulai hilang. Katanya sebentar lagi dia siuman, tapi sedari tadi aku menungguinya dia belum menunjukkan tanda-tanda akan bangung," Arthur menyendok makanannya kembali lalu memasukkannya ke dalam mulutnya. Mengunyahnya hingga lembut sebelum akhirnya menelannya.

ALTERWhere stories live. Discover now