Kekuatan Asing

471 63 5
                                    


Sudah satu minggu Arthur menghilang. Dia menghilang tanpa meninggalkan jejak, bagai ditelan bumi. Bersamaan dengan itu, Fritz juga tidak pernah lagi terlihat di sana. Mereka berdua menghilang di hari yang sama.

Setelah melakukan pencarian selama beberapa hari, pihak panti sudah menyatakan bahwa mereka berdua kabur dari panti. Pencarian pun dihentikan karena mereka berpikir akan sia-sia mencari orang yang ingin melarikan diri dari sana. Kabar kaburnya mereka berdua tersebar luas dengan cepat.

Tapi Marvin yakin, bukan itu alasan Arthur melarikan diri. Mana ada orang yang melarikan diri tapi tidak membawa apa-apa? Bahkan sepotong baju pun tidak. Marvin tau apa yang suka Arthur kerjakan, membunuh orang. Jadi dia berpikir telah terjadi sesuatu dengannya.

Setiap hari Marvin menunggu kepulangan Arthur. Menantinya di dalam kamar. Jujur saja selama beberapa hari dia menghuni kamar itu sendirian, dia merasa kesepian. Fritz yang akhir-akhir ini akrab dengannya pun ikut menghilang. Jadi dia tidak tau apa yang harus dilakukannya sendirian.

Bukan rahasia umum lagi jika anak-anak tidak mau berteman dengannya karena keterbatasannya dalam hal bicara. Bahkan sering kali Marvin dijadikan korban pem-bully-an oleh yang lainnya. Karena hal itu lah kehadiran Fitz membuatnya senang. Hanya Fritz lah yang mau menemaninya saat istirahat makan siang mau pun pulang bersama menuju panti. Marvin kerap kali bertanya-tanya, apakah Fritz tengah bersama dengan Arthur atau tidak?

Seperti saat ini, dia harus pulang terlambat karena seseorang yang menguncinya di toilet sekolah hingga petugas kebersihan yang tengah meletakkan alat-alat kebersihannya menemukannya tengah terkurung di salah satu bilik kamar mandi. Marvin memang sudah diperbolehkan kembali bersekolah sejak beberapa hari yang lalu.

Marvin menatap langit yang sudah semakin berwarna oranye. Tidak terasa dia sudah terkurung selama beberapa jam di bilik itu. Sungguh, Marvin sangat lelah di-bully seperti itu. Marvin jadi suka pulang telat, buku-bukunya tidak ada yang bertahan lama karena kerap kali disobek oleh orang lain, bahkan selama sekolah Marvin membawa dua hingga tiga baju cadangan untuk mengantisipasi orang iseng yang suka menyiramnya dengan kuah makanan atau minuman mereka.

Tak mau membuang waktu dan semakin terlambat untuk pulang, Marvin pun melangkahkan kakinya dengan cepat menuju gerbang sekolah. Sekolah sudah sepi saat ini, tak ada satu orang pun siswa yang masih berkeliaran. Hanya ada beberapa petugas kebersihan yang masih membersihkan sekolah.

Marvin memegangi kedua selempang di tasnya agar tas itu tak bergoyang-goyang ketika dia melangkah. Baru saja berbelok di belokan pertama setelah keluar gerbang, langkahnya harus terhenti karena di depannya berdiri sosok yang sangat tidak ingin ditemuinya.

Freddie. Orang yang telah membuatnya masuk rumah sakit selama satu minggu lebih. Mau apa lagi dia berdiri di sana dengan beberapa orang yang Marvin yakini adalah preman karena tampilan mereka yang urak-urakkan. Tangan kiri Freddie masih dibaluti kain yang tergantung di pundaknya. Marvin yakin itu ulah Arthur.

"Akhirnya kita bertemu lagi," ujar Freddie datar. Matanya menatap Marvin tajam, membuat Marvin menegang seketika. Marvin sudah mengambil langkah mundur jika terjadi sesuatu yang buruk pada dirinya.

"Sebenarnya aku mencari temanmu itu. Tapi karena dia tidak menampakkan batang hidungnya satu minggu ini, aku akhirnya memilihmu untuk menjadi umpan. Siapa tau saja jika aku menangkapmu dia akan datang secara langsung padaku."

Mendengar itu, Marvin langsung lari ke belakang sekuat tenaga. Berusaha lari dari mereka. Tapi preman-preman yang bersama Freddie tidak tinggal diam. Baru beberapa langkah berlari Marvin sudah tertangkap. Kedua tangannya dipegangi oleh orang yang berbeda.

ALTERWhere stories live. Discover now