Mereka Semua Yang Berharga

468 62 2
                                    



Ruangan yang Arthur tempati itu tampak gelap, kegelapannya mampu untuk mematahkan indera penglihatannya. Itu semua karena Alter yang mematikan obor-obor yang menjadi penerangan satu-satunya disini sebelum dia pergi.

Gelap, sepi, dan sunyi, itulah yang Arthur rasakan saat ini. Tak ada siapapun yang menemaninya, dia benar-benar sendirian di tengah-tengah kegelapan yang siap menelannya.

Arthur terkulai lemas, dia kehabisan tenaganya karena terus mencoba melepaskan rantai yang melilit di tubuhnya. Tapi bukannya terlepas, rantai itu malah semakin kuat menjerat dirinya.

Arthur merutuki kelemahannya sendiri. Jika sada dia lebih kuat, dia tidak akan berada di sini. Jika saja dia lebih kuat, saat ini Taehyung masih bersama dirinya. Dan jika saja dia lebih kuat, mungkin kematian Ralph dapat dihindari.

Namun semua itu hanya tingal jika dan jika. Tak ada yang bisar dia rubah saat ini. Semua itu sudah terjadi. Dia tak akan mungkin bisa berubahnya.

Saat ini Arthur menyerah. Mungkin benar apa yang dikatakan Alter. Dia lemah. Orang lemah sepertinya tak pantas memilih takdirnya sendiri.

Arthur menundukkan kepalanya, mungkin ini yang terbaik. Berada di sebuah tempat asing yang tak diketahui oleh orang lain. Bahkan jika dia mati, tak akan ada yang menemukan jasadnya disini.

Meskipun sendirian, tak masalah. Sejak dulu dia memang sudah sendirian. Selalu sendirian..... selalu kesepian.

Tapi kenapa? Hatinya terasa sakit dan tak rela?

Seperti ada sesuatu yang mengganjal hatinya. Menggerogotinya dari dalam.

"Arthur mau sampai kapan kau berada di dalam sana?!"

Arthur tersentak saat mendengar suara seseorang yang memanggil dirinya. Suara itu bergema di dalam ruangan yang gelap. Arthur mendongakkan kepalanya, menerawang sekitarnya. Namun hanya kegelapan yang mampu ditangkap oleh matanya.

Suara itu begitu familiar di telinganya. Namun dia tak bisa mengingat orang yang memiliki suara itu.

"Percuma saja. Sekeras apapun kau memanggilnya, dia tidak akan bisa mendengarnya."

Kali ini, suara Alter yang terdengar. Arthur penasaran dari mana datangnya asal suara-suara itu. Apa semua suara itu berasal dari luar sana? Itu mungkin saja. Tapi bagaimana caranya suara itu bisa sampai kemari?

"Percuma atau tidak...ngh... setidaknya aku telah berusaha....ngh... Akan kulakukan semua yang kubisa untuk menyadarkannya kembali!"

Suara orang itu terdengar lagi. Dari nafasnya, dia tampak tengah tersengal. Apa yang sebenarnya terjadi di luar sana?

"Karena itulah aku benci manusia. Manusia itu bodoh. Mereka tau bahwa mereka tak mampu untuk melakukannya, namun hanya dengan bermodalkan harapan, mereka berusaha sekeras mungkin untuk mencapai apa yang mereka tuju meski tau itu mustahil. Bukankah itu adalah hal yang sia-sia?"

Yah, apa yang dikatakan Alter memang benar. Arthur pun baru menyadarinya. Manusia memiliki batasnya sendiri. Sekeras apapun dia berusaha, dia tidak akan mampu melewatinya. Semua itu sudah ditakdirkan. Tak ada yang bisa merubahnya meskipun keinginan untuk merubah hal yang tidak diinginkan itu kuat.

Semua ada batasnya. Begitu pun dengan dirinya. Dia tak bisa menyelamatkan Ralph dan Taehyung, karena itu diluar kemampuannya. Arthur sadar, dia sudah mencapai batasnya. Dan saat ini, dia terbentur oleh batasan itu sendiri karena dengan angkuh ingin melewatinya.

"Meski begitu.... aku akan tetap berusaha. Meski kemungkinanku hanya 10% untuk menang melawanmu, aku tak akan pernah menanggalkan pisauku. Mungkin kau benar manusia itu bodoh. Mereka menginginkan sesuatu yang mustahil untuk didapatkan. Namun... tidak ada kata mustahil selama kau berusaha sekuat mungkin! Karena kemungkinan bagi manusia itu tak terbatas!! Aku akan berusaha semampuku. Walau nantinya semua usaha yang kulakukan sia-sia, aku tidak akan membawa penyesalan ke dalam kematianku. Aku akan mati sambil tersenyum, dan mengatakan kepada Tuhan bahwa aku tak menyesal pernah hidup dan bersyukur pernah hidup sebagai orang yang memegang teguh keyakinannya..."

ALTERWhere stories live. Discover now