Memulai Kembali

1.2K 100 13
                                    


Darah terciprat ke mana-mana, bahkan ke tubuhnya. Beberapa jasad tak bernyawa itu bergeletak tak jauh dari tempatnya berdiri. Tangannnya memasukkan kembali bilah pedang yang dipegangnya ke dalam tempatnya lalu berlalu pergi tanpa menghiraukan seorang tatapan takut dari wanita yang ditolongnya. Tubuh wanita itu bergetar ketakutan dengan pakaian yang sudah terkoyak karena baru saja menyaksikan pembunuhan mengerikan di depan matanya.

Arthur keluar melangkahkan kakinya keluar dari gang yang kumuh dan sepi itu. Dia berhenti sejenak di depan lorong itu. Matanya melirik ke sekitar, memastikan apakah ada orang yang melihatnya atau tidak. Merasa tak ada yang memergokkinya, Arhur menghela nafas lalu berjalan menjauhi gang itu. Dia jadi tak harus membuang tenaganya untuk membungkam orang. Lagipula, saat ini sudah menjelang tengah malam, jadi tak banyak orang yang berkeliaran di luar.

Tadi, saat Arthur sedang berjalan-jalan di kota pada malam hari, dia mendengar seseorang berteriak meminta tolong dari seorang wanita di dalam gang tersebut. Arthur dengan cepat mencari dari mana asal suara itu dan tak lama setelah dia masuk ke dalam gang, Arthur menemukan empat orang pria yang tengah mencoba untuk memerkosa seorang wanita.

Wanita itu sudah setengah telanjang dengan empat orang pria tersebut yang mengelilinginya. Bajunya sobek akibat pisau yang digenggam seorang pria di antara mereka. Melihat itu, dengan cepat Arthur membuka kain yang menutupi Murasame dan mengeluarkannya dari tempatnya.

Arthur hanya memerlukan waktu sepuluh menit kurang untuk menumbangkan mereka berempat. Dua orang mati karena racun Murasame, satu orang termutilasi anggota tubuhnya, sedangkan yang satunya lagi mati karena jantungnya terhujam Murasame.

Sekarang, Arthur tengah berjalan menuju tempat dimana mobilnya terparkir. Dia langsung masuk ke dalam mobil setelah sampai di sana, melajukan mobilnya ke suatu tempat.

Arthur habis mengunjungi makam Zeo sebelum ini. Sudah beberapa tahun setelah hari itu, namun Arthur tak melupakan Zeo. Dia bahkan sering berkunjung ke sana jika sedang mempunyai waktu luang. Tak ada niatan sedikit pun untuk mengganti posisi Zeo di hatinya, meskipun Zeo telah meninggalkannya ke dunia lain. Pemuda itu akan tetap menduduki tahta tertinggi di dalam hatinya.

Saat ini, Arthur telah genap berumur 17 tahun. Dia bertransformasi menjadi pemuda dewasa yang tampan. Tubuhnya pun telah menjulang tinggi dengan otot-otot yang menghiasi lengan dan perutnya. Pandangannya tajam dengan garis wajah yang keras. Tak ada lagi kata manis ketika melihatnya saat ini.

Setelah beberapa menit berkendara, Arthur sampai di sebuah aparteman. Dia segera memarkirkan mobilnya di parkiran dan langsung menuju lantai dan kamar seseorang. Dengan ID Card yang dipeganggnya, sebuah pintu apartemen pun terbuka. Arthur lantas masuk ke dalam kamar sang pemilik apartemen. Pemilik apartemen itu memang memberikan ID Card kamarnya pada Arthur. Mereka berdua adalah teman sekaligus rekan kerja Arthur saat ini.

"Sudah berapa kali aku mengingatkanmu Arthur! Jangan membunuh seseorang sembarangan!!" seru seorang pemuda berkacamata dengan kesal. Matanya melirik Arthur yang membaringkan tubuhnya di atas kasurnya. "Aku tidak!" sergah Arthur bodoh.

"Dengan baju yang ternoda oleh darah itu kau sebut tidak?!" tanya orang itu dengan nada sarkas. Arthur menyengir lebar, tentu saja Ralph tidak bisa dibohongi begitu saja. "Hahahaha.... maaf, maaf. Habis, tadi saat aku jalan untuk membeli makanan aku mendengar suara orang minta tolong," bela Arthur.

Ralph menghela nafas pasrah. Arthur memang begitu, tak bisa mengontrol dirinya untuk membunuh. Ralph yakin besok akan ada berita heboh tentang pembunuhan yang dilakukan Arthur.

"Aku ingin mandi, bisa pinjam bajumu?! Aku tak bawa baju ganti," tanpa menunggu jawaban Ralph, Arthur langsung menuju kamar mandi di dalam kamar mandi dengan baju Ralph yang diambilnya dari lemari. Ralph menatap kepergian Arthur dengan malas, Dia sama sekali tak menganggap dirinya, padahal inikan kamar apartemennya. Seharusnya Arthur sedikit menghormatinya. Arthur selalu saja berbuat seenaknya di sini.

ALTERWhere stories live. Discover now