Federick menatap satu per satu anak buahnya. Nolan, Ada. Jill, Edward, dan Lion tengah berbaris secara vertikal di hadapannya. Mereka semua saat ini tengah berada di pintu masuk sebelah barat dari pelabuhan yang dimaksud Mikael.
"Dengarkan baik-baik. Aku tidak peduli walaupun mereka anggota GOD sekalipun. Siapa yang berani bermain-main dengan Port Mafia harus dimusnahkan," ujar Federick kepada anak buahnya.
"Rebut kembali data-data dan dokumen penting milik kita, dan bunuh mereka semua yang menghalangi. Kalian mengerti?"
Mereka berlima mengangguk patuh dengan berbagai ekspresi. Lion lah yang paling bersemangat mengangguknya, karena dia sudah tak sabar untuk bersenang-senang, sedangkan Jill menghela nafas lelah sementara Ada mendelikkan matanya dengan malas.
Setelah itu, Federick menyuruh anak buahnya menyebar, menyusuri setiap sudut pelabuhan untuk mencari tahu dimana keberadaan Mikael.
Jill selaku sniper mencari tempat yang tinggi dan luas agar leluasa membidik. Edward dan Ada berjalan ke utara menuju bibir pantai. Sedangkan Lion sudah menghilang di balik timbunan countainer yang ada.
Federick sendiri bersama dengan Nolan menuju timur pelabuhan.
[ALTER]
Di atas sebuah crane di bagian selatan pelabuhan.
Arash berdiri, tak ada rasa takut yang terpancar di wajahnya meski dirinya berada di ketinggian 10 meter di atas tanah. Dari sini lah Arash dapat melihat seluruh kawasan pelabuhan.
Hembusan angin malam yang dingin menerpa tubuh Arash, membuat anak-anak rambutnya berterbangan karena tertiup anging.
"Arash, bisa dengar aku?"
Tiba-tiba, suara Oliver memanggil dari ear phone yang berada di telinga kirinya. Arash hanya menggumam menandakan dia dapat mendengar panggilan pria itu.
"Dimana posisimu sekarang?"
"Arah jam 5, sebelah selatan pelabuhan. Aku bisa melihatmu dari sini," Arash menatap Oliver dari ketinggian. Pria itu bersama dengan Arthur tengah berada di pintu masuk sebelah timur.
Mendengar itu, Oliver langsung mencari crane di arah jam lima, dan menemukan Arash di atasnya.
"Aku menemukanmu," ujar Oliver memberitahu. "Tetap berada di sana untuk mengawasi kami semua."
Arash mengangguk mengerti, meski dia tahu Oliver tidak akan bisa melihat anggukannya. Sambung itu pun terputus. Arash dapat melihat dari atas, Oliver dan Arthur mulai memasuki pelabuhan.
Arash menghembuskan pelan nafasnya, dia sedang mengingat-ingat bagaimana dia bisa berada di sini.
"Meski begitu, aku tidak bisa mempercayainya semudah itu," ujar Lily keberatan setelah Oliver menjelaskannya kepada mereka semua, seraya menunjuk Arthur dengan matanya. "Bagaimana jika dia berbalik mengkhianati kita nantinya?"
Saat ini mereka semua tengah duduk di sofa yang ada, kecuali Arthur yang memilih berdiri di belakang Oliver.
Sebenarnya, Arthur tak begitu berharap mereka semua akan membantunya. Dia bisa menangani masalahnya sendiri. Namun karena menurut Oliver mereka memiliki musuh yang sama, pria itu mengajak Arthur untuk beraliansi untuk saat ini.
"Lily benar! Kau tidak bisa begitu saja mempercayai orang asing sepertinya begitu saja, Oliver. Kita tidak tahu apa yang akan dia lakukan pada kita," Collin juga menyatakan keberatannya.
YOU ARE READING
ALTER
Ficción General[BOOK 2 OF 8 Fate Grand Order Series] Aksi Arthur belum selesai. Dengan bantuan Alter, Arthur mulai menyasar orang-orang yang tak terikat oleh hukum untuk dibunuh. Warna merah dan bau darah sudah menjadi favoritnya. Arthur sudah seperti serigal...